Jurnalisme Warga

Bahasa yang Mengendalikan Persepsi, Hegemoni Kata dalam Realitas Media

Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rika Kustina MPd,  Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia UBBG Banda Aceh, sedang menempuh Program Doktoral di UPI Bandung, melaporkan dari Banda Aceh 

2. Protes dan perlawanan publik melemah.

Ketika kebijakan disebut "penyesuaian tarif energi", masyarakat mungkin tidak akan langsung 
menolak karena terdengar netral dan seolah-olah hanya merupakan penyesuaian kecil yang wajar. 
Namun, jika disebut secara langsung sebagai "kenaikan harga listrik dan BBM", reaksi publik akan 
jauh lebih besar karena mereka menyadari dampak nyata dari kebijakan tersebut terhadap biaya 
hidup sehari-hari.

3. Meningkatnya polarisasi opini.

Masyarakat yang mengkritik suatu kebijakan sering kali dianggap sebagai pihak yang tidak memahami keadaan atau bahkan antikemajuan, karena 'framing' yang dibuat oleh media.

Kesadaran berbahasa

Van Dijk menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk melawan manipulasi bahasa adalah dengan 
membangun kesadaran wacana kritis. Masyarakat perlu mengembangkan kemampuan berpikir 
kritis terhadap bahasa yang digunakan dalam media dan politik.

Setiap kali membaca berita atau mendengar pidato, kita harus bertanya: (1) siapa yang berbicara? (apakah mereka memiliki kepentingan tertentu), (2) apa yang tidak dikatakan? (adakah fakta yang sengaja disembunyikan), dan (3) bagaimana bahasa digunakan untuk membentuk pemikiran kita?

Bahkan, dalam ajaran Islam, kesadaran kritis terhadap informasi juga dianjurkan, sebagimana tertuang dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujarat yang artinya, "Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti." (QS. Al-Hujurat: 6). Masyarakat yang sadar akan manipulasi bahasa tidak akan mudah terpengaruh oleh 'framing' media atau permainan kata dalam politik.

Kata-kata yang membebaskan

Teun A. van Dijk menegaskan bahwa wacana tidak hanya alat komunikasi, tetapi juga alat kekuasaan. Bahasa memiliki kekuatan untuk membentuk cara kita memahami dunia. Jika kita tidak kritis terhadapnya, kita akan menjadi korban dari konstruksi wacana yang menguntungkan 
kelompok tertentu.

Masyarakat yang sadar bahasa akan lebih sulit dimanipulasi dan dapat membuat keputusan yang lebih cerdas. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjadi pembaca yang kritis, penulis yang bertanggung jawab, dan warga yang tidak mudah terprovokasi oleh permainan kata-kata.

Berita Terkini