“Inilah esensi dari visi Perpusnas: Perpustakaan Hadir demi Martabat Bangsa,” ujar putra Aceh ini.
Namun, lanjut Taufiq, tantangan masih ada. Berdasarkan data Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM), Pidie Jaya mengalami penurunan dari 64,08 pada 2023 menjadi 58,50 pada 2024, dan Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) berada di angka 72,07, masih dalam kategori sedang.
Dari lima perpustakaan sekolah yang terakreditasi, hanya satu yang meraih akreditasi B.
“Ini bukan soal kurang bantuan, tapi sejauh mana literasi telah menjadi budaya keseharian. Maka tugas kita adalah memastikan setiap buku, aplikasi, dan fasilitas benar-benar menyentuh kehidupan warga,” tambah Taufiq yang juga mantan kepala UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Sebagai bagian dari solusi, lanjut Taufiq, Perpusnas mendorong peningkatan kapasitas pustakawan, memperluas jangkauan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), dan memanfaatkan teknologi digital seperti iPusnas dan Indonesia OneSearch.
Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Pidie Jaya, Manfarijah, menegaskan bahwa perpustakaan bukan sekadar bangunan, melainkan pusat ilmu dan budaya yang membentuk logika berpikir, identitas, dan kreativitas masyarakat.
“Perpustakaan adalah gudang ilmu dan pusat peradaban. Di sinilah nilai-nilai membaca, budaya, dan pengetahuan bertemu dan menjadi inspirasi bagi kemajuan Kabupaten Pidie Jaya,” ujarnya.
Perpustakaan yang hidup dalam masyarakat, katanya, bukan hanya berdiri secara fisik, melainkan akan menjadi katalisator kemajuan daerah.
“Dengan komitmen bersama, perpustakaan akan terus tumbuh menjadi ruang publik yang inklusif, edukatif, dan transformative,” pungkas Manfarijah. (*)
Baca juga: Kurator Digital, Wajah Baru Lulusan Ilmu Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh