Berita Aceh Singkil

Akses Menuju Peradaban Singkil Lama Tertutup Semak, Destinasi Berhabitat Buaya Disukai Turis Eropa

Penulis: Dede Rosadi
Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ANAK BUAYA - Buaya berukuran mini di dekat rimbun nipah Singkil Lama.

Singkil Lama, merupakan ikon utama pemikat bagi petualang Eropa melihat kawanan buaya dari jarak dekat.

Laporan Dede Rosadi I Aceh Singkil 

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Sungai kecil alur pelayaran ke luar masuk Singkil Lama, di sebelah barat Singkil, ibu kota Kabupaten Aceh Singkil, tertutup semak belukar. 

Kondisi itu menyebabkan peradaban Singkil Lama, tidak bisa lagi diakses. 

Sungai kecil alur ke Singkil Lama, berada di sisi sebelah kanan sekitar 700 meter sebelum masuk muara sungai besar. 

Posisi alir sungai yang tertutup kira-kira separuh perjalanan saat mulai masuk kawasan Singkil Lama.

Selain tidak bisa akses peradaban Singkil Lama, tertutupnya alur pelayaran menyebabkan warga tidak bisa lagi mencari pucuk nipah, lokan (kerang sungai) dan memasang bubu (perangkap) ikan.

Lebih dari itu, pemandu lokal juga tak bisa membawa wisatawan petualang Eropa melihat Singkil Lama, yang dikenal sebagai habitat buaya terbesar di Kabupaten Aceh Singkil.

HAMPARAN AIR: Pemandangan Singkil Lama, dekat muara dipenuhi hamparan air. (SERAMBINEWS.COM/DEDE ROSADI)

Baca juga: Buaya belum Berhasil Ditangkap, Perangkap Dipindahkan ke Sungai Beureugang Aceh Barat

Singkil Lama, merupakan ikon utama pemikat bagi petualang Eropa melihat kawanan buaya dari jarak dekat.

Sambil melihat buaya, para pemandu lokal menceritakan kisah peradaban Singkil Lama, kepada wisatawan. 

Bukan itu saja kelokan sungai Singkil Lama, dihiasi deretan nipah menawarkan panorama alam nan indah. 

Pulau-pulau kecil menyembul di atas permukaan sungai memesona pandangan mata. 

Gemercik sungai ditingkahi gesekan daun nipah serta siulan burung menjadi pengobat diri dari keruwetan duniawi, ketika berada di belantara Singkil Lama.

Terus ke bagian dalam Singkil Lama, alam bawah sadar akan dibawa ke masa lampau peradaban Singkil Lama.

NIPAH - Daun nipah membentuk lorong memayungi alur sungai di kawasan Singkil Lama. Foto direkam baru-baru ini. (SERAMBINEWS.COM/DEDE ROSADI)

Baca juga: Petualang Eropa Kagumi Nyali Warga Singkil, Cari Penghidupan di Sarang Buaya 

Tak mengherankan jika, Singkil Lama, menyuguhkan atraksi wisata buaya, pesona alam berpadu padan dengan wisata sejarah peradaban Singkil, tempo dulu. 

"Akses ke Singkil Lama sudah tertutup, padahal turis sangat senang ke Singkil Lama," kata Andang pemandu lokal wisatawan petualang Eropa, Selasa (5/8/2025).

Penyebab alur sungai tertutup lantaran sempat terjadi penurunan jumlah pengunjung ke Singkil Lama, 2023 lalu.

Uji Nyali 

Serambinews.com, sebelum alur pelayaran tertutup semak, sudah berkali-kali mengunjungi Singkil Lama. 

Baik malam hari untuk uji nyali melihat buaya di alam liar, maupun siang untuk telusuri sisa-sisa peradaban Singkil Lama.  

SISA PERADABAN - Warga menunjukkan pecahan tembikar sisa peradaban Singkil Lama (SERAMBINEWS.COM/DEDE ROSADI)

Baca juga: Rp 500 Ribu untuk Lihat Buaya Aceh Singkil, Petualang Eropa Memang Beda

Kunjungan uji nyali dilakukan 2017 lalu. kala itu, awan kelabu petang iringi laju perahu menuju Singkil Lama. 

Kelokan demi kelokan sungai dipagari rimbun pohon nipah dilalui. Satu per satu anak buaya dengan panjang kira-kira semeter terlihat memejam mata di antara celah rimbun nipah. 

Siang berganti gelap malam, awan kelabu berbuah jatuhan hujan. Inilah saatnya menguji adrenalin, menyaksikan fenomena satwa liar bergigi mirip gergaji.

Jantung seketika berdenyut kencang membentur ulu hati, manakala deretan kilauan mata merah berbaris, beradu sorot lampu senter yang diarahkan ke sungai. 

Mata merah itu, merupakan gerombolan buaya yang sedang intai mangsa.

Pantaslah petualang Eropa, jauh-jauh datang ke Singkil untuk melihat gerombolan buaya liar dari jarak dekat. 

PECAHAN TEMBIKAR: Pecahan tembikar sisa peradaban Singkil Lama, berserakan. (SERAMBINEWS.COM/DEDE ROSADI)

Baca juga: Fenomena Buaya Rawa Singkil, Antara Konflik Manusia dan Potensi Wisata Kegemaran Bangsa Eropa 

Lantaran memberikan sensasi tak biasa, terutama dalam menguji seberapa kuat nyali seorang petualang. 

Sementara menelusuri jejak Singkil Lama, dilakukan siang hari pertengahan 2021 lalu.

Pelayaran siang hari melewati kelok sungai dihantar suara burung murai serta kacer.

Sampai di dekat muara perahu menepi untuk jalan ke sisi sebelah Timur pantai. 

Dalam sesak pohon bakau dan nipah ada dataran lebih tinggi, berjarak sekitar 300 meter.  

Di situlah terdapat sisa peradaban Singkil Lama. Berupa pecahan tembikar dan bata merah sisa reruntuhan bangunan.

Menemukannya harus ditemani pemandu. Jika tidak akan tersesat dalam lebat hutan bakau.

Di seberangnya laut dangkal, jika ombak sedang tenang terlihat sisa reruntuhan puing bangunan. 

Pecahan tembikar serta bata merah sisa bangunan itu, merupakan bekas peradaban Singkil Lama yang masih tersisa setalah luluh lantak disapu gelombang dahsyat sekitar tahun 1890-an

Singkil Lama, merupakan kota pelabuhan maju pada masanya. Ini terlihat dari sisa bata merah yang menjadi bahan bangunan menandakan bukan orang sembarangan pemiliknya. 

Begitu juga dengan pecahan tembikar, sebagai perabot rumah tangga, merupakan benda berkualitas.

Susunan bata merah ada yang masih tertata rapi melingkar bulat, itulah sumur tua sisa kejayaan Singkil Lama. 

Sedangkan pecahan tembikar bermotif bunga, sendok berbahan keramik dan pecahan kaca ada yang di atas permukaan tanah. Ada juga yang telah terkubur, namun tak terlalu dalam.

Selain sebagai tempat melihat peradaban masa lalu, Singkil Lama, sebelum Covid-19 populer sebagai surganya pencinta mancing.

Terutama bagi yang ingin merasakan sensasi black bass sambar mata pancing.

Di Singkil Lama terdapat muara, namun dangkal serta berombak besar. Sehingga tak jadi pilihan bagi nelayan ke luar masuk laut lepas. 


Lokasi Singkil Lama 

Landscape Singkil Lama, berupa tanah rawa yang disesaki bakau dan pohon nipah. 

Singkil Lama, terletak di sebelah barat Singkil, ibu kota Kabupaten Aceh Singkil. 

Lokasi itu sekitar satu kilometer dari pemukiman penduduk Kayu Menang, Kecamatan Kuala Baru, yang ada di sisi Barat muara.

Dari Desa Pasar, Kecamatan Singkil menuju muara Singkil Lama, dapat ditempuh 35 menit dengan naik perahu mesin.

Pada masa keemasannya Singkil Lama, merupakan kota pelabuhan tempat singgah kapal saudagar dari Timur Tengah, Eropa dan wilayah nusantara. 

Saudagar luar negeri itu berburu kayu kapur barus dan rempah yang dibawa penduduk lokal dari hulu sungai ke bandar Singkil Lama.

Sebagai kota perdagangan Singkil Lama memiliki fasilitas pendukung, seperti pelabuhan dan pasar. 

Daerahnya terbuka, sehingga penduduk yang mendiaminya berasal dari berbagai etnis, Eropa, Tiongkok, Arab dan etnis lokal.

Sayangnya gelombang tsunami akhir abad ke-18 luluh lantakan peradaban Singkil Lama. 

Penduduk yang selamat pindah ke lokasi sekarang yang disebut Singkil Baru (New Singkil).

Di peta-peta (map) lama keluaran Portugis atau Belanda, wilayah Singkil yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Aceh Singkil sudah dipakai nama New Singkel.

Versi Indonesianya, itulah Singkil Baru.

Jalur rempah dunia 

Arkeolog, sejarawan dan antropolog yang tergabung dalam Yayasan Warisan Aceh Nusantara (Wansa) pernah melakukan penelitian di situs Singkil Lama, Kabupaten Aceh Singkil pada tahun 2022. 

Di lokasi tim yang bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Aceh serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh itu, melakukan eskavasi dan observasi.

Hasilnya menemukan sebaran keramik, besi, logam, batu bata, genteng kuburan yang diperkirakan antara abad ke-17 akhir sampai awal abad ke-19.

Temuan tersebut menjadi bukti sejarah bahwa Singkil Lama, merupakan pusat perdagangan dunia. 

Komoditas yang diperdagangkan adalah rempah-rempah yang pada masanya merupakan barang bernilai ekonomi tinggi, seperti kapur barus, bunga lawang dan kayu damar.

Mundur pada zaman Mesir Kuno, boleh jadi mereka, telah datang ke Singkil Lama, untuk mendapatkan kapur barus pengawet jasad Fir'aun.

Lantaran kapur barus merupakan sala satu komoditas yang diperdagangkan di Singkil Lama. 

Kemudian memasuki abad modern menyusul datangnya bangsa penjajah Eropa, yang sama-sama memburu rempah Singkil Lama.

Peneliti Wansa tidak menyinggungnya bukti kehadiran bangsa Mesir Kuno, ketika menyampaikan hasil penelitiannya kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.

Tetapi penemuan itu setidaknya menambah khazanah cerita masyarakat setempat, yang menyebutkan bahwa kaum Fir'aun pernah datang menggunakan armada kapalnya mencari kapur barus ke Singkil Lama. 

Apalagi kapur barus masih ditemukan sampai kini di pedalaman Aceh Singkil. 

Tentu ini menjadi bukti, bahwa kapur barus pada masa lalu di bawa via jalur sungai dari pedalaman ke pelabuhan Singkil Lama, sebagai pusat perdagangan.

Pastinya para arkeolog, sejarawan dan antropolog mengaskan bahwa Singkil Lama, merupakan jalur rempah utama tempo dulu. 

Hebatnya lagi di Singkil Lama, ditemukan bukti sejarah pendukung sebagai jalur rempah. 

Begitu juga dengan komoditi rempah yang diperjual belikan pada masa lalu, seperti kapur barus, bunga lawang dan kayu damar masih ada sampai sekarang.  

Di Singkil Lama, juga situsnya masih lengkap. Mulai dari bekas rumah penduduk, rumah pemimpin, kuburan serta benda-benda peninggalan lainnya.

Terkait kondisi itu, harapannya alur sungai ke Singkil Lama, yang tertutup semak belukar dapat segera dibersihkan. 

Sehingga akses menuju peradaban Singkil Lama, kembali terbuka. (*)

 

 

Berita Terkini