Hal itu secara jelas diatur di dalam UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2015 tentang Kewenangan Pemerintah yang bersifat Nasional di Aceh.
Tapi dalam praktiknya, kekhususan ini hanya menjadi jargon politik tanpa keberanian regulasi.
Baca juga: Dua Pria di Aceh Utara Ditangkap Polisi Saat Jual HP Mahasiswi Medan yang Baru Siap Mereka Jambret
Baca juga: Isi Rekening Rp 66 Juta Raib Kena Tipu Aplikasi Palsu KTP Digital
Fakta menunjukkan, bahwa sampai saat ini, tidak ada satu pun Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang ditetapkan di seluruh Aceh.
Padahal, regulasi nasional seperti UU Nomor 3 Tahun 2020 dan turunannya memberi ruang besar bagi pemerintah daerah untuk menetapkan wilayah yang bisa digarap secara legal oleh masyarakat melalui skema Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Namun di Aceh, rakyat yang ingin menambang emas atau mineral lainnya malah dianggap pelaku pertambangan ilegal (PETI).
Mereka dikejar, ditangkap, bahkan kadang diseret ke pengadilan, sementara korporasi-korporasi besar dengan modal dan koneksi bebas beroperasi.
Di balik ketiadaan WPR ini terdapat berbagai hambatan yang belum dibongkar serius oleh pemerintah daerah.
Mulai dari lemahnya pemetaan potensi mineral, buruknya koordinasi lintas instansi, hingga belum adanya regulasi khusus di tingkat qanun yang secara teknis mengatur mekanisme IPR.
Selain itu, konflik kepentingan antara elite politik dan perusahaan tambang membuat upaya rakyat untuk mendapatkan keadilan sumber daya selalu kandas.
Padahal, jika WPR benar-benar diwujudkan, itu akan menjadi terobosan penting untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan mengurangi praktik tambang ilegal yang merusak lingkungan.
Baca juga: Sosok Fairuz Khalishah, Gadis Berusia 16 Tahun Jadi Mahasiswa Termuda Universitas Negeri Yogyakarta
Baca juga: AKP Donna Jabat Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, Sertijab Sama Sejumlah Pejabat, Ini Nama-namanya
Rakyat bisa menambang secara legal, aman, dan di bawah bimbingan teknis yang ramah lingkungan. Namun sampai kini, semua itu masih mimpi panjang.
Mualem dan Mandat yang Masih Ditunggu
Muzakir Manaf atau Mualem, tokoh kunci dalam perdamaian Aceh dan mantan Panglima GAM, berkali-kali menyuarakan komitmen untuk memihak rakyat dalam pengelolaan tambang.
Ia pernah menjanjikan akan membuka ruang bagi tambang rakyat dan memperjuangkan pengesahan WPR di seluruh Aceh.
Namun janji tinggal janji. Rakyat masih menunggu realisasi konkret di lapangan.
Kini, dua dekade perdamaian telah berlalu. Mualem dan para elite lokal lainnya harus menjawab amanat sejarah.