Pojok Humam Hamid

20 Tahun Aceh Damai: Gen Z, Egepe, Pesimisme Konstruktif, dan Imajinasi Tragis

Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prof Ahmad Humam Hamid, Sosiolog dan Guru Besar USK.

Damai menjadi retorika, bukan proses.

Politik lokal menjadi panggung sebagian mantan kombatan yang kini lebih tertarik membagi kekuasaan daripada menghapus akar ketidakadilan. 

Narasi perjuangan disulap menjadi alat legitimasi, seolah siapa pun yang pernah ikut gerakan bersenjata berhak memonopoli masa depan.

Di sinilah Gen Z Aceh hidup—di antara mitos dan trauma.

Mitos tentang kejayaan masa lalu, dan trauma yang diwariskan secara diam-diam melalui ketakutan untuk bertanya. 

Mereka disebut sebagai penerus bangsa, aset daerah, subjek perubahan.

Tapi siapa yang benar-benar memberi mereka ruang untuk berkembang, berkreasi, dan bicara? 

Forum kepemudaan dibentuk, tapi kebanyakan hanya menjadi pajangan. 

Ruang politik lokal--dari parlemen sampai birokrasi--masih didominasi pola patronase, klan, dan jaringan lama. 

Pemuda diminta aktif, tapi hanya dalam kerangka yang nyaman bagi elit.

Tak sedikit yang memilih keluar dari sistem, bukan karena tak peduli, tapi karena sistem terlalu sempit untuk menampung keresahan mereka.

Maka lahirlah komunitas-komunitas kecil, media alternatif, grup kolektif seni, forum diskusi, gerakan literasi, kampanye lingkungan--ruang-ruang di mana kebebasan berpendapat masih mungkin dijaga, jauh dari ruang formal yang penuh sensor dan sopan santun palsu. 

Perempuan muda pun hidup dalam tekanan ganda, diskriminasi struktural dan moralitas publik sebagai alat kontrol.

Mereka dipantau cara berpakaian, dikurung tafsir sempit, dan sering dibungkam saat bertanya soal keadilan dan peran. 

Pesimisme konstruktif dan imajinasi tragis 

Namun, Gen Z Aceh bukan generasi lembek.

Halaman
1234

Berita Terkini