Citizen Reporter
Menempa Dokter Masa Depan di Jantung Kazan, Rusia
Selamat datang di Pusat Simulasi Institut Kedokteran Fundamental dan Biologi Kazan Federal University (FMIB KFU), sebuah kompleks inovatif
MOHAMMAD ADZANNIE BESSANIA RAVIQ, Master Student of Biology, Deparment Microbiology, Faculty of Biology, Institute of Fundamental Medicine and Biology, Kazan Federal University, melaporkan dari Kazan, Federasi Rusia
Hanya beberapa langkah dari Teater Anatomi bersejarah yang sunyi, tempat kematian mengabdi pada kehidupan melalui spesimen-spesimen abadi—seperti saya reportasekan pekan lalu—masa depan pendidikan kedokteran hadir dalam bentuk yang sama sekali berbeda. Selamat datang di Pusat Simulasi Institut Kedokteran Fundamental dan Biologi Kazan Federal University (FMIB KFU), sebuah kompleks inovatif praklinis di mana teori mulai diuji dalam skenario yang mendekati kenyataan.
Saat saya melangkah masuk, saya tidak lagi berada di sebuah museum, melainkan di dalam sebuah "rumah sakit virtual" yang sibuk dan canggih. Di sini, terdapat unit gawat darurat, ruang operasi virtual, unit perawatan intensif (ICU), ruang endoskopi, unit traumatologi, hingga bangsal persalinan, dan ruang resusitasi anak. Semuanya dilengkapi dengan teknologi simulasi dan imitasi tercanggih.
Di sinilah para mahasiswa kedokteran dan residen ditempa, mengasah keterampilan klinis, dan ketajaman pengambilan keputusan dalam ratusan skenario medis—dari situasi rutin hingga keadaan darurat yang paling tidak terduga—semuanya tanpa risiko sedikit pun bagi pasien sungguhan.
Di jantung fasilitas ini terdapat Pusat Ilmu Medis "Eidos", sebuah pusat rekayasa yang memproduksi simulator-simulator luar biasa yang menjadi "pasien" di rumah sakit virtual ini.
Saya diperkenalkan dengan salah satu robot simulator pasien mereka, sebuah mahakarya teknologi yang meniru manusia dengan tingkat realisme sekitar 90 persen. Dengan struktur kerangka dan anatomi yang hampir identik serta kulit sintetis yang memungkinkan prosedur palpasi, pengambilan sampel darah, dan injeksi intramuskular, robot ini adalah pasien yang sempurna.
Terhubung secara nirkabel ke komputer instruktur, simulator ini mampu menunjukkan gejala dari berbagai kondisi kritis. Mulai dari syok anafilaktik dan infark miokard hingga trauma seperti ruptur limpa atau hematoma subdural.
Saat mahasiswa melakukan intervensi, parameter fisiologis robot—seperti tekanan darah yang turun drastis saat terjadi pendarahan atau munculnya takikardia—berubah secara ‘real-time’, memberikan umpan balik instan atas setiap tindakan.
Puncak dari perpaduan dua dunia ini terlihat jelas dalam kelas master pertolongan pertama. Di sini, prinsip noninvasif yang menjadi landasan hukum di Rusia benar-benar diuji. Untuk menguasai keterampilan berisiko tinggi ini, teknologi simulasi dari Tatarstan mengambil peran utama.
Saya diajak masuk ke dalam skenario virtual reality (VR) sebuah kecelakaan lalu lintas. Instruktur menekankan langkah pertama yang paling krusial: penilaian keamanan lokasi.
Sebelum mendekati korban, saya harus memastikan tidak ada bahaya lain seperti kendaraan yang melaju kencang dan mendekat atau risiko kebakaran. Setelah aman, langkah berikutnya adalah memeriksa respons korban, dengan menepuk bahu dan bertanya dengan suara keras. Jika tidak ada respons, hal terpenting adalah segera meminta bantuan dan menghubungi layanan darurat.
Di Rusia, penolong awam dilarang keras memberikan obat atau melakukan manuver medis kompleks. Pelatihan ini menekankan pada tindakan penyelamatan fisik yang paling vital, seperti menghentikan pendarahan hebat dengan memberikan tekanan langsung dan kuat pada luka menggunakan kain bersih.
Fokus utama pelatihan kemudian beralih ke Resusitasi Jantung Paru (RJP). Manekin di hadapan saya, yang mampu menyimulasikan respons fisiologis seperti detak jantung dan pernapasan, menjadi subjek latihan saya.
Instruktur memandu saya untuk meletakkan pangkal telapak tangan di tengah dada korban, dengan tangan lainnya di atasnya dan jari-jari terkunci. Dengan lengan lurus dan bahu tepat di atas tangan, saya mulai melakukan kompresi dada dengan kedalaman 5-6 cm dan kecepatan 100-120 kali per menit.
Manekin canggih ini memberikan umpan balik ‘real-time’ melalui monitor, menunjukkan apakah kedalaman dan kecepatan kompresi saya sudah tepat. Pengalaman ini jauh melampaui sekadar latihan teknik; skenario VR yang imersif, lengkap dengan suara bising dan kepanikan, melatih saya untuk menaklukkan tekanan psikologis, sebuah keterampilan yang sama pentingnya dengan prosedur RJP itu sendiri.
Citizen Reporter
Penulis Citizen Reporter
Menempa Dokter Masa Depan di Jantung Kazan Rusia
Mohammad Adzannie Bessania Raviq
Serambi Indonesia
Serambinews
Serambinews.com
| Transformasi AI Dalam Pendidikan: Menata Ulang Peta Jalan Pendidikan Global |
|
|---|
| Duo Aceh Tracker Selesaikan Ekspedisi Pendakian Marathon 6 Gunung Pidie jaya |
|
|---|
| Jabal Uhud: Bukit Cinta, Syahid, dan Keabadian |
|
|---|
| Menikmati Aneka Kuliner di Ampang, Kuala Lumpur |
|
|---|
| Summer University 2025: Sepucuk Surat Musim Panas dari Rusia |
|
|---|
