Tips Parenting Anak

5 Kesalahan Parenting yang Bisa Bikin Anak Trauma Seumur Hidup, dr Aisah Dahlan: Bilang Anak Pemalas

Menurut dr Aisah Dahlan, kata-kata orang tua bukan sekadar informasi, tapi tersimpan di memori pengalaman anak.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Nur Nihayati
Kolase YouTube Nikit Willy Official dan Meta AI
dr Aisah Dahlan mengungkap tips parenting pada anak. 

SERAMBINEWS.COM – Memberi label negatif pada anak, seperti “pemalas”, “penakut”, atau “pembohong”, ternyata bisa meninggalkan memori pengalaman yang mendalam dan memengaruhi perkembangan psikologis anak seumur hidup.

Hal ini dijelaskan oleh pakar neurosains sekaligus konsultan keluarga, Dr Aisah Dahlan dalam sesi parenting yang diunggah di kanal YouTube Pecinta dr Aisah Dahlan CHt.

Menurut dr Aisah Dahlan, kata-kata orang tua bukan sekadar informasi, tapi tersimpan di memori pengalaman anak, yang berbeda dengan memori pengetahuan.

“Anak tidak hanya menyimpan ilmu pengetahuan di depan kepala, tetapi pengalaman emosional masuk ke memori pengalaman. Kalau anak mendengar ‘kamu pemalas’, memori itu langsung menempel di otak dan diulang kembali setiap kali kata itu terdengar,” jelasnya.

1. Memberi Label Negatif

Dr Aisah Dahlan menekankan, salah satu kesalahan paling umum orang tua adalah memberi label negatif.

Anak yang terus disebut pemalas bisa mulai mempercayai dirinya sendiri demikian.

Baca juga: 5 Tips dr Aisah Dahlan Hadapi Suami yang Sibuk Main HP, Nomor Tiga Bikin Istri Lebih Tenang

“Kalau ada sambungan koneksi di otak sudah terjadi dua kali, anak otomatis akan bilang ‘Saya pemalas’. Ini sangat membekas karena bukan sekadar ilmu, tapi pengalaman,” katanya dikutip Rabu (29/10/2025).

2. Meniru Sistem Saraf Orang Tua

Anak-anak juga meniru reaksi emosional orang tua.

Jika orang tua sering marah atau stres, anak ikut mengalami hal yang sama.

"Sistem saraf anak sama dengan sistem saraf ibunya. Jadi kalau orang tua marah, anaknya juga merasakan tekanan itu. Ini yang membuat pengalaman negatif lebih berat dirasakan,” tambah dr Aisah.

3. Respons Stres (Fight or Flight)

Perlakuan keras pada anak, termasuk menegur dengan marah atau memarahi secara fisik, dapat memicu respons fight or flight.

Hormon stres seperti adrenalin, kortisol, dan norepinefrin dilepaskan, memengaruhi seluruh tubuh anak.

Baca juga: dr Aisah Dahlan: 9 Tanda Kamu Punya Hubungan Baik dengan Mertua, Nomor 7 Bikin Menantu Sujud Syukur

“Anak yang ditegur keras akan bereaksi seperti ular mematok atau kabur. Memori ini tersimpan di batang otak, memengaruhi perilaku dan emosinya,” jelasnya.

4. Trauma Emosional di Otak Limbik

Dr Aisah juga menjelaskan, pengalaman negatif bisa tersimpan di daerah limbik otak, pusat emosi, dan memengaruhi hubungan sosial serta perasaan anak.

Anak bisa sudah merasa sedih atau takut sebelum menerima pendidikan moral atau ilmu pengetahuan dari orang tua atau sekolah.

“Kalau sebelum diajari ‘sayangi orang tua’, anak sudah terluka duluan, pesan positif sulit masuk,” katanya.

5. Pengaruh Hormon pada Sel Tubuh

Selain otak, memori negatif bisa terekam di sel-sel tubuh, termasuk sel jantung.

Hormon stres yang dilepaskan berlebihan bisa berdampak fisik, seperti membuat anak mudah cemas atau sakit ringan.

Baca juga: Cara Menasehati Anak Sesuai Ajaran Islam & Panduan Al-Qur’an, Begini Penjelasan dr Aisah Dahlan

Di sisi lain, ada hormon bahagia dan cinta yang diproduksi kelenjar pituitari di otak.

“Jika stimulasi positif diberikan, anak bisa merasa aman dan bahagia. Bahkan praktik tradisional nenek moyang, seperti mengusap pertemuan dua alis anak, ada dasar ilmiahnya untuk menstimulasi hormon bahagia,” tambah dr Aisah.

Dr Aisah menyarankan orang tua untuk maafkan diri sendiri jika pernah melakukan kesalahan di masa lalu dan mulai menerapkan pola pengasuhan yang lembut, seperti dalam Prophetic Parenting ala Rasulullah.

Ia menekankan pentingnya mengurangi marah, memperbanyak kasih sayang dan membantu anak merilis memori negatif yang sudah tertanam sejak kecil.

“Stop gaya parenting yang kasar. Mari belajar dari Rasulullah dan praktekkan kasih sayang setiap hari. Bahkan dalam 7 hari, usahakan lebih banyak momen lembut dibanding marah. Anak-anak akan tumbuh bahagia, percaya diri, dan tidak terbebani trauma,” kata dr Aisah menutup sesi.

(Serambinews.com/Firdha)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved