Korupsi Wastafel

Polisi: Syifak Muhammad Yus Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Westafel Disdik Aceh

Penetatapan Syifak sebagai tersangka dalam kasus wastafel pada SMA, SMK dan SLB di

|
Penulis: Rianza Alfandi | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Dirkrimsus Polda Aceh, Kombes Zulhir Destrian. 

Laporan Rianza Alfandi | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Syifak Muhammad Yus, sebagai penerima paket terbanyak dalam pengadaan tempat cuci tangan (wastafel) di Dinas Pendidikan Aceh tahun 2020, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

Penetatapan Syifak sebagai tersangka dalam kasus wastafel pada SMA, SMK dan SLB di seluruh Aceh ini dibenarkan oleh Dirkrimsus Polda Aceh, Kombes Zulhir Destrian

“Benar (Syifak Muhammad Yus ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan westafel),” kata Zulhir kepada Serambinews.com, Rabu (3/9/2025). 

Zulhir menjelaskan, Syifak Muhammad Yus ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut sejak tanggal 23 April 2025. 

Baca juga: Lagi, Dua Terpidana Korupsi Wastafel Dijebloskan ke Lapas Lambaro

Kemudian, pada tanggal 26 Agustus 2025, Syifak juga sudah dipanggil sebagai tersangka untuk hadir memberikan keterangan di tanggal 1 September 2025. 

“Namun yang bersangkutan tidak hadir dengan memohon penundaan secara tertulis karena masih ada kegiatan selaku ketua panitia project officer pelatihan dan pendidikan Papera (Pedagang Pejuang Indonesia) dari Partai Gerindra,” jelasnya.

Saat ini, kata Zulhir, berkas perkara Syifak bersama empat tersangka lainnya (AH, H, MS, dan MI) sedang dilengkapi sebelum diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Aceh. 

“Saat ini sedang dalam proses pemeriksaan dan melengkapi berkas perkara yang akan dikirimkan secara bersamaan kepada JPU Kejati,” jelasnya. 

Diketahui, pada sidang pembacaan dakwaan tiga terdakwa korupsi wastafel September 2024 lalu, nama Syifak Muhammad Yus disebut sebagai pengelola paket pengadaan wastafel terbanyak yakni berjumlah 159 paket. 

Pengadaan wastafel senilai Rp43,5 miliar tersebut bersumber dari dana APBA tahun 2020 untuk penanganan Covid-19.

Terbukti Korupsi Proyek Wastafel, Eks Kadisdik Aceh Dieksekusi Vonis MA Empat Tahun Penjara

Sebelumnya  Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banda Aceh melakukan eksekusi terhadap eks Kadisdik Aceh, Rachmat Fitri.

Ia dieksekusi sebagai terpidana kasus korupsi Wastafel ke Lapas Kelas IIA Banda Aceh di kawasan Lambaro, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Jumat (8/8/2025).

Kajari Banda Aceh, Suhendri melalui Kasi Intelijen, Muhammad Kadafi, mengatakan, proses eksekusi terhadap  terpidana Drs H Rachmat Fitri, MPA (58) dilakukan berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 7052  K/Pid.Sus/2025 tanggal 02 Juli 2025 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). 

Dalam amar putusannya, Mahkamah Agung menyatakan Rahmad Fitri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu subsidair penuntut umum.

Ia dijatuhi pidana penjara empat tahun denda Rp 100 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan.

“MA menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” katanya.

Usai putusan itu, ia mengatakan, terpidana datang ke Kantor Kejari Banda Aceh untuk memenuhi panggilan eksekusi yang dilayangkan oleh JPU.

Sebelum dieksekusi ke Lapas Lambaro, terpidana terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kesehatan di  Klinik Pratama Kejaksaan Tinggi Aceh dengan hasil yang bersangkutan sehat. 

“Yang bersangkutan kita eksekusi ke Lapas Lambaro pada pukul 14.00 WIB untuk menjalani pidana penjara,” jelasnya. 

Sebelumnya, permohonan kasasi yang dilayangkan oleh penuntut umum dan kuasa hukum terpidana ditolak oleh MA.

Meski ditolak, kemudian pihaknya melakukan perbaikan melalui Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor 1/PID.SUS/TIPIKOR/2025/PT BNA tanggal 6 Maret 2025 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 
Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 48/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bna tanggal 6 Januari 2025.

Terbukti Korupsi Pengadaan Wastafel, PT Banda Aceh Tetap Hukum Mantan Kadisdik Aceh Setahun Penjara

Sebelumnya atau Senin, 17 Maret 2025, Serambinews.com memberitakan majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh dalam putusan banding tetap menghukum mantan Kepala Dinas Pendidikan atau mantan Kadisdik Aceh, Rachmat Fitri, setahun penjara. 

Terdakwa juga didenda Rp 50 juta atau bisa diganti kurungan tambahan (subsider) dua bulan kurungan.

Terdakwa yang ketika itu menjabat Kadisdik Aceh dinilai terbukti memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korupsi dalam proyek pengadaan tempat cuci tangan atau wastafel dan sanitasi untuk SMA, SMK, dan SLB se-Aceh. 

Pengadaan tempat cuci tangan untuk mencegah Covid-19 itu menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2020 senilai Rp 43,5 miliar lebih.

Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran atau KPA dalam proyek yang dihitung merugikan negara Rp 7,2 miliar itu. 

Putusan banding diketuai H Makaroda Hafat SH MHUm dan Hakim Anggota H Firmansyah SH MH serta Taqwaddin SH, SE, MS, dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum di PT setempat, Kamis, 6 Maret 2025. 

Namun, Serambinews.com baru mengetahui informasi itu baru-baru ini. 

Intinya, isi putusan tersebut, menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 48/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bna tanggal 6 Januari 2025. 

Kemudian menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan. 

Terakhir membebankan biaya perkara kepada terdakwa dalam dua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding Rp 5 ribu. 

Putusan ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Dituntut tujuh tahun

Sebelumnya lagi, JPU menuntut terdakwa tujuh tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan di rutan. 

Kemudian PN Tipikor Banda Aceh, menghukum terdakwa setahun penjara, denda Rp 50 juta atau bisa diganti kurungan tambahan (subsider) dua bulan kurungan.

Atas putusan yang jauh lebih ringan dibanding tuntutan itu, JPU ajukan banding ke PT Banda Aceh. 

Begitu juga terdakwa yang dalam pembelaannya meminta dibebaskan karena merasa tak bersalah, juga mengajukan banding atas putusan PN Tipikor Banda Aceh. 

Sebelumnya, di tingkat PN Tipikor Banda Aceh, selain terdakwa, majelis hakim juga menghukum sama terhadap terdakwa Mukhlis selaku pejabat pengadaan dalam proyek ini.  

Sedangkan vonis terberat di tingkat PN Tipikor Banda Aceh dijatuhkan kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan atau PPTK dalam proyek ini, Zulfahmi. 

Ia dihukum empat tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Namun, Serambinews.com belum memperoleh informasi terbaru atas putusan terhadap terdakwa Mukhlis dan Zulfahmi.  

Artinya, apakah mengajukan banding atau tidak?

Jika mengajukan banding, Serambinews.com juga belum memperoleh informasi perkembangan perkaranya di PT Banda Aceh. 

Seperti diberitakan sebelumnya, perbuatan ketiganya didakwa merugikan keuangan negara Rp 7,2 miliar dalam pengadaan tempat cuci tangan atau wastafel dan sanitasinya untuk SMA, SMK, dan SLB di seluruh Aceh. 

Pengadaan tempat cuci tangan untuk penanganan Covid-19 itu menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh atau APBA 2020 itu Rp 453,5 miliar lebih. (*) 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved