Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif Hadi Ramnit, Putra Bireuen yang Sukses Jadi Sutradara Lokal Karya Berkelas Nasional
Perjalanan Hadi Ramnit di dunia videografi dimulai dari sebuah keisengan saat ia menjalani program Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada 2015.
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Nurul Hayati
"Dulu awalnya aku kan inframe. Aku nge-create sendiri, aku jadi talent, aku ngerekam sendiri, jadi orang di depan layer lah. Kemudian aku pikir, aku enggak bisa terus-terusan kayak gitu. Aku harus belajar nge-produce," kenang Hadi.
Kegelisahan itu semakin dalam ketika ia melihat minimnya rumah produksi yang fokus pada iklan dan karya fiksi di Aceh.
Dari sanalah, sebuah solusi lahir.
Pada 2021, Hadi bersama dua rekannya yang juga berasal dari Bireuen, mendirikan Saban Raya Production House.
Baca juga: Inovasi Sarung Jadi Tren Fashion, Khairul Fajri Owner Ija Kroeng Raih Serambi Ekraf Awards 2025
Runtuhkan anggapan dengan karya
Berdiri di atas visi besar untuk menciptakan ekosistem industri kreatif yang kuat di Aceh, Saban Raya Production House tumbuh menjadi wadah bagi para talenta muda untuk berkembang.
Meskipun dimulai dari sebuah tim freelance tanpa kantor tetap, mereka berhasil membangun tim yang solid dan profesional.
Tim ini terdiri dari orang-orang dengan keahlian berbeda, mulai dari penulis naskah, editor 3D, hingga kreator konten.
Saban Raya telah mengerjakan lebih dari 10 proyek besar, termasuk TVC untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024 dan video musik band metalcore asal Banda Aceh, Killa the Phia.
Video musik yang dirilis pada 23 Juli 2025 tersebut merupakan bagian dari program Akselerasi Musik Kreatif dari Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) Republik Indonesia.
Proyek-proyek yang dikerjakan Hadi Ramnit dkk tidak hanya di Aceh, tetapi juga merambah ke luar daerah, seperti Sumatera Utara, bahkan bekerja sama dengan kementerian-kementerian nasional.
Salah satu strategi andalan mereka adalah membuktikan kualitas di tingkat nasional terlebih dahulu agar bisa diterima di pasar lokal.
Hadi mengakui tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah kurangnya kesadaran masyarakat dan klien terhadap potensi talenta lokal.
Banyak yang masih memiliki pandangan bahwa talenta dari luar Aceh lebih mumpuni.
"Mereka lebih memilih orang yang dikenal dan orang di luar (daerah)," kata Hadi.
"Karena apa? Mindset-nya, talenta lokal itu enggak bisa apa-apa, sedangkan talenta di luar itu mereka anggap udah ngerti banget," tambahnya.
| Kisah Ivan Gunawan, Tiap Subuh Sisihkan Rp4 Juta untuk Makan 200 Orang |
|
|---|
| Dari Mesin ke Desain: Jejak Sukses Khairul Fajri, Insinyur Aceh yang Bangun Brand Fashion Sendiri |
|
|---|
| Pensiunan BUMN Tiba di Aceh Setelah Bersepeda 36 Hari dari Jakarta, Puji Kebaikan Polisi dan Warga |
|
|---|
| Viral Rafael Anak Tukang Sayur Lolos Akpol 2025, Punya Kebiasaan Bangun Pagi, Lari 3 KM 12 Menit |
|
|---|
| Kisah Aulia Al Farabi, Pemuda Aceh yang Tempuh 90 Hari ke Tanah Suci Naik Sepeda ‘Kodama’ |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.