Breaking News

Pemuka Kristen, Katolik dan Buddha di Lhokseumawe Tersinggung atas Tudingan Aceh Intoleran

Rasa aman dan nyaman tinggal di bekas Kota Petro Dollar juga diungkapkan oleh Ruslie, Ketua Dewan Pastoral Gereja Stasi Katolik Santo Mikael

Editor: Amirullah
For Serambinews.com
Pengurus FKUB Aceh berfoto di depan Vihara Tirta Lhokseumawe 

SERAMBINEWS.COM, Lhokseumawe – Sejumlah pemuka agama Kristen, Katolik dan Buddha di Kota Lhokseumawe merasa tersinggung atas tudingan dari pihak luar bahwa Aceh, terutama Kota Lhokseumawe, memiliki tingkat toleransi yang rendah, bahkan intoleran.

“Ada lembaga di luar Aceh menempatkan beberapa kota di Aceh, termasuk Kota Lhokseumawe, memiliki tingkat toleransi beragama yang rendah, bagaimana tanggapan bapak-bapak mengenai tudingan ini?” tanya Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Aceh kepada sejumlah pemuka Kristen, Katolik dan Buddha dalam sebuah pertemuan di Kota Lhokseumawe, Sabtu (4/2025).

Pada Sabtu lalu, pengurus FKUB Aceh mengadakan “Kunjungan Kerukunan 2025” ke sejumlah rumah ibadah Kristen, Katolik dan Buddha yang ada di Kota Lhokseumawe.

Dalam “Kunjungan Kerukunan 2025” tersebut dilakukan dialog dan membahas berbagai isu seputar relasi antaragama, termasuk kenyaman dalam menjalankan ibadah bagi masing-masing umat beragama.

Gereja GMI

“Kami aman dan nyaman tinggal di Kota Lhokseumawe,” ujar Pendeta Gereja Methodist Indonesia (GMI) Jemaat Elyon Kota Lhokseumawe, Pdt David Kandar STh SPd, dalam pertemuan dengan pengurus FKUB Aceh.

“Tidak pernah ada ganggung dari masyarakat sekitar, baik saat kami beribadah di gereja, maupun dalam hubungan sosial di luar,” sambung David sebagaimana dikutip oleh Sekretaris FKUB Aceh, Hasan Basri M Nur PhD.

Pdt David Kandar menambahkan, di Kota Lhokseumawe, terutama di Desa Pusong, terdapat rumah-rumah penduduk bukan Islam yang lengkap. 

“Gereja GMI dengan Gereja HKBP letaknya berdampingan. Kami terhubung melalui pintu tengah,” tambah David dalam pertemuan yang dipandu oleh Baron Ferryson.

Baca juga: Update Korban Ambruknya Ponpes Al Khoziny: 54 Santri Meninggal Dunia, 27 Luka Berat, 76 Luka Ringan

Gereja HKBP

Hal yang sama juga diutarakan oleh Pendeta Burju Lumbantoruan dari Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Kota Lhokseumawe. 

“Penduduk Kota Lhokseumawe sangat toleran. Di sini terdapat dua gereja Kristen, satu gereja Katolik dan satu vihara Buddha,” sebut Pendeta Burju.

Pendeta Burju Lumban menyatakan Aceh, khususnya Kota Lhokseumawe, sangat aman bagi penduduk minoritas. 

Disebutkan, gereja HKBP yang ia pimpin memiliki sekitar 400 jamaah. Sebagian dari mereka adalah mahasiswa luar Aceh yang sedang di Unimal dan Politeknik, PNS dan TNI/Polri yang bertugas di Kota Lhokseumawe dan sekitarnya.

Gereja Stasi Santo Mikael

Rasa aman dan nyaman tinggal di bekas Kota Petro Dollar juga diungkapkan oleh Ruslie, Ketua Dewan Pastoral Gereja Stasi Katolik Santo Mikael Kota Lhokseumawe.

“Aman dan nyaman. Tidak pernah ada gangguan apa pun,” kata Ruslie dalam pertemuan yang berlangsung di halaman TK/SD Budi Dharma Lhokseumawe.

Ruslie menambahkan, pada TK dan SD yang mereka kelola di bawah Yayasan Budi Dharma juga terdapat pelajar dan guru dari kalangan Islam. 

“Di lantai atas gedung TK dan SD ini kami sediakan mushalla sebagai tempat ibadah bagi pelajar dan guru dari kalangan Islam,” ungkap Ruslie.

Baca juga: Pengembalian Uang Terkait Kasus Kuota Haji Hampir Rp100 Miliar, Ketua KPK Ungkap Penetapan Tersangka

Baca juga: Meteor Jatuh di Cirebon, Terdengar Dentuman Keras, Kaca Rumah Bergetar, Peneliti BRIN: Meteor Besar

Vihara Buddha 1976

Pengakuan yang sama juga disampaikan oleh Eddy, Ketua Yayasan Vihara Buddha Tirta Kota Lhokseumawe.

Eddy merasa tersinggung atas tudingan Kota Lhokseumawe tidak toleran. 

Menurut Eddy, masyarakat Aceh, khususnya Lhokseumawe, sangat ramah dan toleran terhadap penganut agama selain Islam.

“Kehidupan antaragama di Lhokseumawe sangat harmonis. Yang menyebut Kota Lhokseumawe tidak toleran mungkin tidak pernah kemari,” ujar Eddy.

Eddy menceritakan, Vihara Buddha Tirta di Kota Lhokseumawe didirikan pada tahun 1976. Lalu dilakukan rehabilitasi pada tahun 2019.

Disebutkan, luas lahan vihara adalah 1.750 meter, dan luas bangunan 28 x 40 meter. 

Sementara jumlah umat Buddha di Lhokseumawe adalah 350 KK atau sekitar 1.200 jiwa.

Pengurus FKUB Aceh yang ikut kegiatan “Kunjungan Kerukunan 2025” ke Kota Lhokseumawe adalah Paini (Hindu), Baron Ferryson Pandiangan (Katolik), Idaman Sembiring (Kristen), Yuswar (Buddha).

Dari unsur Islam tampak hadir antara lain H A Hamid Zein, Prof Dr Tgk H Damanhuri Basyir Tgk H Abdullah Usman, Tgk Irawan Abdullah, Cut Intan Arifah, Nurdin AR, Muhammad Nas, dan Suardi Saidi.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved