Aceh Utara

Bahas Aliran Sesat hingga Wisata Islami, Ini Hasil Muzakarah Ulama di Aceh Utara 

Ulama juga mendorong agar pengembangan wisata di Aceh Utara menonjolkan kekayaan budaya Islami dan tradisi keacehan seperti...

Penulis: Jafaruddin | Editor: Eddy Fitriadi
Foto Pemkab Aceh Utara 
MUZAKARAH ULAMA - Ulama kharismatik Aceh dan Aceh Utara mengisi Muzakarah Ulama-Umara Tahun 2025 yang berlangsung di Lapangan Landing, Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, Selasa (7/10/2025). 

Bupati Aceh Utara juga menyampaikan dukungannya terhadap langkah-langkah penguatan wisata Islami sebagai ikon pembangunan daerah yang religius dan berbudaya.

Rumusan mengenai wisata Islami ini menjadi bagian dari empat fokus hasil Muzakarah Ulama dan Umara Kabupaten Aceh Utara Tahun 2025, bersama dengan bahasan tentang pemahaman aliran sesat, optimalisasi zakat di tempat kerja, serta penguatan aparatur gampong dalam penerapan syariat Islam.

Hasil ini akan dijadikan pedoman strategis bagi Pemkab Aceh Utara dan MPU dalam penyusunan program daerah, dengan tujuan membangun Aceh Utara yang berdikari secara ekonomi, religius secara nilai, dan harmonis dalam kehidupan sosial.

Baca juga: Polres Aceh Utara Turunkan Puluhan Personel Kawal Muzakarah Ulama-Umara 2025

Para ulama menegaskan pentingnya pemahaman terhadap Fatwa MPU Aceh Nomor 4 Tahun 2007 tentang pedoman identifikasi aliran sesat, serta pelaksanaan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2016 tentang pembinaan dan perlindungan akidah.

Aceh secara resmi berpegang pada Ahlussunnah wal Jamaah dengan mazhab Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam bidang akidah, mazhab Syafi’i dalam bidang fikih, dan Imam Junaid al-Baghdadi dalam bidang tasawuf.

Muzakarah menegaskan, sebagian aliran sesat dapat menyebabkan kemurtadan dengan konsekuensi serius dalam hukum Islam, seperti batalnya ibadah, terputusnya akad nikah, tidak sah menjadi wali atau saksi nikah, serta gugurnya hak waris.

Untuk itu, disepakati agar pemerintah daerah, MPU, dan lembaga pendidikan Islam terus melakukan sosialisasi berkelanjutan terhadap fatwa tersebut.

Masyarakat juga diimbau meningkatkan literasi keagamaan agar mampu mendeteksi indikasi ajaran menyimpang sejak dini.

Aparatur gampong bersama tokoh agama diberikan peran aktif dalam identifikasi dan pencegahan penyebaran aliran menyimpang di lingkungan masing-masing.

Selain itu, dayah dan majelis taklim diharapkan berfungsi sebagai benteng akidah umat.

Muzakarah juga menekankan pentingnya optimalisasi zakat melalui sistem yang terintegrasi di instansi pemerintah, lembaga swasta, dan unit usaha.

Zakat dipandang sebagai kewajiban agama yang harus dilaksanakan sesuai syariat, yakni dengan menyerahkan harta yang terkena kewajiban zakat, bukan diganti dengan bentuk lain.

Para ulama menegaskan bahwa zakat wajib disalurkan kepada mustahik di wilayah harta tersebut dikumpulkan (balad), tidak dipindahkan ke daerah lain tanpa alasan syar’i.

Baitul Mal Kabupaten berwenang mendistribusikan zakat secara merata di seluruh wilayah kekuasaannya, baik secara konsumtif (langsung diberikan kepada penerima) maupun produktif (dalam bentuk modal usaha).

Pemerintah daerah diharapkan membuat regulasi dan kebijakan pendukung agar zakat di tempat kerja dapat berjalan efektif dan transparan untuk pemberdayaan ekonomi umat dan pengentasan kemiskinan.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved