Berita Nagan Raya

Gakkum Kemenhut dan Polisi Diminta Tindak Pelaku Pembukaan Lahan Ilegal di Rawa Tripa Nagan Raya

Yayasan APEL Green Aceh mengecam keras aktivitas pembukaan lahan dan deforestasi yang semakin masif di kawasan Rawa Tripa, Nagan Raya

Penulis: Rizwan | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/HO
Direktur Apel Green Aceh, Rahmad Syukur 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Rizwan I Nagan Raya

SERAMBINEWS.COM, SUKA MAKMUE - Yayasan APEL Green Aceh mengecam keras aktivitas pembukaan lahan dan deforestasi yang semakin masif di kawasan Rawa Tripa, Nagan Raya.

Berdasarkan hasil pemantauan lapangan, kegiatan tersebut diduga dilakukan menggunakan alat berat seperti buldoser dan ekskavator.

Selain pembukaan lahan, tim APEL Green Aceh juga menemukan adanya pembangunan liar berupa pondok, posko, serta struktur semi permanen yang berdiri tanpa izin di kawasan lindung gambut dan wilayah yang termasuk dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB).

Aktivitas ini dinilai memperparah degradasi ekosistem gambut serta membuka peluang konversi lahan secara ilegal.

Hal ini disampaikan Direktur Apel Green Aceh, Rahmad Syukur dalam pers rilis kepada wartawan, Minggu (12/10/2025).

Baca juga: Rawa Tripa Kian Terancam, Mahasiswa UIN Ar-Raniry Desak Perlindungan Ekosistem Gambut

"Dari dokumentasi foto dan video yang dikumpulkan, tampak jelas penggunaan alat berat untuk meratakan lahan dan membuat jalur akses baru. 

Sejumlah titik menunjukkan indikasi pemanfaatan lahan secara permanen maupun semi permanen setelah pembukaan dilakukan," jelasnya.

Dikatakan, kondisi ini berpotensi merusak fungsi hidrologi gambut, meningkatkan risiko kebakaran lahan, mengancam habitat satwa, dan melanggar ketentuan perlindungan lingkungan hidup.

Yayasan APEL Green Aceh mendesak  Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Polres Nagan Raya, Polda Aceh, serta Balai segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana lingkungan tersebut.

"Alat berat yang digunakan harus segera disegel dan disita sebagai barang bukti, sedangkan bangunan liar di lokasi perlu didata, ditandai, dan diproses hukum, termasuk pembongkaran jika terbukti berdiri tanpa izin," ungkap Syukur.

Dikatakan, aparat penegak hukum juga diminta menelusuri keterlibatan pihak yang diduga bertanggung jawab, mulai dari pemilik alat berat, pemilik lahan, kontraktor, hingga pihak yang memerintahkan atau memfasilitasi kegiatan tersebut.

Baca juga: Aceh Ajukan Diri Sebagai Tuan Rumah MTQ Nasional 2028

Selain penegakan hukum, APEL Green Aceh meminta pembentukan tim khusus untuk melakukan pemetaan cepat terhadap lokasi pembukaan lahan, titik pembangunan liar, jalur akses baru, serta luas area yang rusak dan data ini dinilai penting sebagai dasar penegakan hukum dan pemulihan ekosistem.

“Kerusakan di Rawa Tripa terus berulang. Kehadiran bangunan liar menandakan upaya permanenisasi yang harus segera dihentikan. 

Penegakan hukum harus cepat dan tegas agar tidak menjadi preseden bagi perusakan yang lebih luas,” tegas Rahmad syukur.

Tim APEL Green Aceh telah mengumpulkan bukti berupa foto, video, serta koordinat lokasi untuk diserahkan kepada kepolisian dan Gakkum sebagai bahan pendukung dalam proses penyidikan.(*)

Baca juga: Komnas HAM Sorot Putusan Kasus Rawa Tripa belum Dieksekusi, Sebut Itu Bentuk Pelanggaran HAM Pasif

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved