Opini
Bireuen dan Mimpi yang Masih Jauh, Refleksi HUT Ke-26 Bireuen
Pola ini menandakan bahwa diversifikasi ekonomi belum berjalan optimal. Angka kemiskinan Bireuen memang sedikit lebih baik dari rata-rata
Oleh: Khairil Miswar*)
PERINGATAN hari jadi daerah bukan hanya ajang ekspresi kebanggaan kolektif, tetapi juga cermin kedewasaan sosial dan politik.
Kabupaten Bireuen, yang berdiri pada 12 Oktober 1999 melalui Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1999, lahir dari proses sosial yang panjang, dari tekad masyarakat untuk mengelola nasibnya sendiri dan menegaskan identitas kultural di tengah dinamika Aceh yang kompleks.
Pemekaran saat itu menjadi simbol kemandirian dan harapan akan otonomi yang berpihak pada rakyat. Namun, setelah lebih dari dua dekade, janji itu masih menyisakan pertanyaan: sejauh mana pembangunan benar-benar menyentuh masyarakat kecil, integritas birokrasi ditegakkan, dan keadilan sosial diwujudkan?
Data yang tersedia menunjukkan kesinambungan pemantauan ekonomi daerah melalui indikator PDRB dan kemiskinan. Struktur ekonomi Bireuen kini mulai bergeser: sektor jasa dan perdagangan menyumbang sekitar 54 persen PDRB, industri masih terbatas di kisaran 9–10 % , sementara pertanian tetap menjadi penopang utama.
Pola ini menandakan bahwa diversifikasi ekonomi belum berjalan optimal. Angka kemiskinan Bireuen memang sedikit lebih baik dari rata-rata Provinsi Aceh (databoks.katadata.co.id), menandakan kemajuan, namun juga memperlihatkan bahwa pertumbuhan belum sepenuhnya inklusif.
Dalam perspektif sosiologi pembangunan, ini mencerminkan pertumbuhan tanpa pemerataan, kemajuan yang tampak secara statistik, tetapi belum sepenuhnya dirasakan masyarakat di lapisan bawah.
Tata kelola pemerintahan masih menjadi tantangan utama bagi Bireuen. Sejumlah kasus korupsi mencerminkan rapuhnya reformasi birokrasi, seperti penetapan Ketua BKAD Jeunieb dalam kasus korupsi dana PNPM senilai Rp856 juta, serta perkara di BKAD Peusangan Raya yang menyeret camat dan ketuanya dalam penyalahgunaan dana desa sebesar Rp1,12 miliar.
Baca juga: Replika Meuligoe Bupati Bireuen, Bangunanyang Menghidupkan Ingatan Bangsa
Rangkaian kasus ini menegaskan lemahnya sistem pengawasan internal dan kuatnya jejaring kekuasaan lokal yang berkelindan dengan kepentingan pribadi. Di sisi lain, maraknya peredaran narkoba dan isu perambahan hutan di Peudada memperlihatkan bahwa integritas kelembagaan di Bireuen masih jauh dari kokoh.
Membangun tata kelola yang bersih tidak cukup dilakukan melalui penegakan hukum yang bersifat reaktif; yang lebih mendesak ialah menumbuhkan etos integritas di setiap level birokrasi.
Frekuensi kasus korupsi menunjukkan lemahnya sistem pencegahan yang, dalam kerangka patronase politik James C. Scott, mencerminkan relasi kekuasaan berbasis loyalitas personal ketimbang integritas kelembagaan.
Akibatnya, birokrasi mudah terjebak dalam pola transaksional yang beroperasi bukan demi kepentingan publik, melainkan demi mempertahankan jaringan kekuasaan itu sendiri.
Dalam politik lokal Bireuen, praktik money politics pernah mencuat menjelang Pemilu dan Pilkada 2024.
Laporan Antara Aceh dan Kompas.id mencatat adanya peningkatan pengawasan akibat maraknya dugaan keterlibatan aparatur desa, sementara kasus politik uang yang sampai ke Pengadilan Negeri Bireuen menunjukkan bahwa persoalan ini bukan sekadar isu di media sosial.
Fenomena tersebut memperlihatkan bagaimana relasi antara warga dan negara kian direduksi menjadi pertukaran material, bukan kontrak moral berbasis kepercayaan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.