Opini
Masjid Giok Nagan Raya: Magnet Wisata Halal untuk Peningkatan Kesejahteraan yang Berkelanjutan
Masjid ini bukan sekadar tempat ibadah biasa; ia adalah pernyataan tegas bahwa kemewahan sejati terletak pada kesyukuran.
Oleh: Prof. Dr. Apridar, S.E., M. Si, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK dan Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh
DI tengah gemuruh industri pariwisata global yang kerap diwarnai dengan hedonisme, Aceh hadir dengan sebuah narasi yang berbeda, sebuah oase spiritual yang memadukan keindahan alam, keteguhan syariat, dan nilai-nilai kelestarian.
Di jantung Kabupaten Nagan Raya, berdiri dengan megah sebuah mahakarya yang tidak hanya memukau mata tetapi juga menyentuh kalbu: Masjid Giok Nagan Raya.
Masjid ini bukan sekadar tempat ibadah biasa; ia adalah pernyataan tegas bahwa kemewahan sejati terletak pada kesyukuran.
Dibungkus oleh material batu giok yang menawan, masjid ini telah menjelma menjadi magnit wisata halal yang potensial, sebuah lokomotif baru bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang inklusif dan berkelanjutan.
Lebih dari Sekadar Kemewahan: Filosofi di Balik Batu Giok
Keputusan Bupati Nagan Raya, Dr. Teuku Raja Keumangan, S.H., M.H., untuk melanjutkan pembangunan batu giok lebih mewah lagi adalah sebuah langkah yang brilliant dan penuh makna.
Dalam persepsi umum, batu giok (jade) identik dengan perhiasan, barang mewah, dan simbol status. Namun, di Nagan Raya, batu giok dialihfungsikan menjadi "pakaian" untuk Rumah Allah.
Ini adalah sebuah simbolisme yang kuat: kekayaan alam yang melimpah, yang merupakan anugerah Allah SWT, dikembalikan kepada-Nya dalam bentuk yang paling mulia sebagai tempat sujud dan bermunajat.
Filosofi ini selaras dengan nilai-nilai syariat Islam yang dianut kuat di Aceh. Konsep syukur diwujudkan secara nyata, bukan hanya di lisan, tetapi dengan memanfaatkan nikmat tersebut untuk mendekatkan diri kepada Pemberi Nikmat.
Ucapan masyarakat bahwa batu giok terasa "adem" untuk bersujud bukanlah hal yang mengherankan. Secara ilmiah, batu giok dikenal memiliki thermal conductivity yang tinggi, sehingga cepat menyesuaikan dengan suhu tubuh, menciptakan sensasi sejuk.
Secara spiritual, keademan itu memperkuat pengalaman ibadah, menciptakan kedamaian dan kekhusyukan bagi setiap jamaah yang menempelkan keningnya di lantai masjid. Keunikan inilah yang menjadi daya tarik utama, sebuah pengalaman spiritual-sensorial yang tidak ditemukan di tempat lain.
Konversi Potensi Menjadi Kesejahteraan: Analisis Dampak Ekonomi
Kehadiran Masjid Giok Nagan Raya bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah mata rantai ekonomi yang berpotensi besar.
Sebagai magnit wisata halal, masjid ini mampu menarik minat bukan hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari negara-negara dengan populasi Muslim yang besar, seperti Malaysia, Brunei, Singapura, dan bahkan Timur Tengah.
Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa wisatawan halal global adalah segmen pasar yang tumbuh pesat, dengan daya beli tinggi dan motivasi perjalanan yang kuat terkait nilai-nilai agama.
Dampak ekonomi dari kehadiran masjid ini dapat dianalisis melalui beberapa sektor:
Pertama Pariwisata Langsung, yaitu kunjungan wisatawan akan mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sekitarnya.
Ini mencakup homestay dan hotel syariah, rumah makan dan kedai kopi khas Aceh yang menjamin kehalalan produk, penjualan cenderamata (seperti miniatur masjid, busana muslim, dan kerajinan tangan khas Nagan Raya), serta jasa pemandu wisata.
Pemerintah daerah dapat memfasilitasi dengan membentuk kawasan ekonomi syariah di sekitar masjid, memastikan seluruh aktivitas ekonomi di dalamnya sesuai dengan prinsip halal dan thayyib.
Kedua Penciptaan Lapangan Kerja: Gelombang kunjungan wisata membutuhkan tenaga kerja di berbagai sektor. Mulai dari tenaga kebersihan dan perawatan masjid, staf administrasi, keamanan, hingga tenaga terampil di sektor hospitality dan kuliner. Ini akan menyerap angkatan kerja lokal, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan pendapatan keluarga.
Ketiga Pemberdayaan Komunitas Lokal: Keunikan Masjid Giok memberikan peluang bagi masyarakat lokal untuk menjadi subjek, bukan sekadar objek pariwisata.
Mereka dapat dilibatkan dalam menceritakan sejarah dan filosofi masjid, mempertunjukkan budaya dan tradisi Aceh (seperti tari Saman atau Rapai Geleng), serta menjadi produsen utama berbagai produk wisata yang ditawarkan. Hal ini akan memperkuat sense of ownership dan kebanggaan masyarakat terhadap budayanya sendiri.
Menuju Kesejahteraan Berkelanjutan: Sebuah Blueprint Ke Depan
Agar Masjid Giok Nagan Raya tidak hanya menjadi project sesaat, tetapi benar-benar menjadi engine of sustainable development, diperlukan strategi yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Infrastruktur Pendukung: Pemerintah harus segera membenahi infrastruktur pendukung. Jalan menuju lokasi, fasilitas parkir yang memadai, toilet yang bersih, dan area komersial yang tertata rapi adalah hal mendasar.
Aksesibilitas bagi penyandang disabilitas juga harus menjadi perhatian, menunjukkan bahwa Islam dan wisata halal bersifat inklusif.
Manajemen dan Promosi Digital: Di era digital, keindahan Masjid Giok harus dipromosikan secara masif dan cerdas. Pembuatan website dan media sosial khusus yang menampilkan foto dan video berkualitas tinggi, jadwal kegiatan, serta informasi wisata halal di sekitar Nagan Raya adalah suatu keharusan. Kolaborasi dengan influencer pariwisata halal dan content creator dapat memperluas jangkauan promosi hingga ke mancanegara.
Pengembangan Paket Wisata Terpadu: Masjid Giok tidak boleh berdiri sendiri. Ia harus menjadi centerpiece dari sebuah paket wisata syariah yang lebih luas di Nagan Raya dan Aceh secara keseluruhan.
Paket ini dapat menggabungkan kunjungan ke masjid dengan wisata alam (seperti pantai dan perkebunan), wisata edukasi (seperti pengolahan kopi Arabika Gayo, budidaya cacing sutera untuk tenun Aceh), dan wisata sejarah Islam di Banda Aceh (Masjid Raya Baiturrahman, Museum Tsunami). Dengan demikian, wisatawan akan tinggal lebih lama dan dampak ekonominya lebih terasa.
Komitmen pada Kelestarian Lingkungan: Konsep berkelanjutan harus mencakup aspek lingkungan. Pengelolaan sampah yang baik, penggunaan energi terbarukan (misalnya panel surya untuk kebutuhan listrik masjid), dan penanaman pohon di area sekitar adalah langkah-langkah konkret untuk memastikan bahwa pembangunan wisata ini tidak merusak anugerah alam yang telah Allah berikan.
Sebuah Warisan untuk Generasi Mendatang
Masjid Giok Nagan Raya adalah lebih dari sekadar bangunan indah yang viral di media sosial. Ia adalah sebuah pernyataan visi. Visi tentang bagaimana kekayaan alam dapat diolah dengan syukur untuk kemaslahatan umat.
Visi tentang bagaimana syariat Islam tidak menghambat pembangunan, justru menjadi fondasi dan pemandu arah yang menciptakan kesejahteraan yang hakiki dan berkeadilan.
Keputusan Bupati Teuku Raja Keumangan telah meletakkan batu pertama—yang kebetulan sangat berharga—dari sebuah peradaban pariwisata yang berintegritas.
Tantangannya kini adalah bagaimana seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, akademisi, pelaku usaha, hingga masyarakat luas, bersinergi untuk mengelola potensi besar ini dengan penuh amanah.
Jika dikelola dengan baik, Masjid Giok Nagan Raya tidak hanya akan dikenang sebagai ikon wisata syariah, tetapi sebagai bukti nyata bahwa ketaatan dan kesejahteraan dapat berjalan beriringan, mewariskan kemakmuran yang berkelanjutan untuk anak cucu di tanah Serambi Mekkah ini.(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.