Potret Thalassemia di Aceh
Aceh Tertinggi secara Nasional Kasus Thalassemia
Thalassemia bukan penyakit menular, melainkan kelainan genetik yang diturunkan dari orang tua kepada anak.
THALASSEMIA adalah kelainan genetik yang menyebabkan tubuh tidak mampu memproduksi hemoglobin (Hb) secara normal. Hemoglobin adalah protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh.
Thalassemia bukan penyakit menular, melainkan kelainan genetik yang diturunkan dari orang tua kepada anak. Penderita thalassemia mengalami kerusakan sel darah merah yang lebih cepat dibandingkan orang normal, sehingga tubuh mereka kekurangan hemoglobin.
Akibatnya, mereka menderita anemia kronis yang ditandai dengan berbagai gejala seperti tubuh pucat, mudah lelah, pembesaran limpa, serta gangguan pertumbuhan. Kondisi ini memerlukan penanganan medis jangka panjang, termasuk transfusi darah secara rutin.
Thalassemia terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu thalasemia minor (carrier). Ini adalah pembawa sifat, biasanya tanpa gejala. Berikutnya adalah thalassemia mayor. Jenis ini memiliki gejala yang berat, dan memerlukan transfusi darah rutin seumur hidupnya.
Data Dinas Kesehatan Aceh menunjukkan bahwa hasil skrining kesehatan diketahui ribuan warga Aceh berisiko mengidap thalassemia. Berdasarkan data dashboard Cek Kesehatan Gratis (CKG), dari 893.627 anak usia 3-6 tahun yang telah diskrining, sebanyak 982 anak teridentifikasi memiliki risiko thalassemia.
Sementara itu, menurut data Aplikasi Sehat Indonesiaku (Asik) untuk Penyakit Tidak Menular (PTM) periode Januari-September 2025, dari 28.356 orang usia di atas 15 tahun yang diskrining, terdapat 5.596 orang yang dicurigai berisiko mengidap thalassemia.
“Data ini menunjukkan pentingnya deteksi dini dan edukasi masyarakat terkait thalassemia,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh, dr Iman Murahman MKM SpKKLP, kepada Serambi, Kamis (23/10/2025).
Tingginya pengidap thalassemia ini juga terlihat di RSUDZA yang kini menjadi pusat rujukan utama penanganan thalassemia di Aceh. Kepala Instalasi Sentral Thalasemia, dr Heru Noviat Herdata, menyebutkan tingginya angka kasus menjadikan RSUDZA sebagai rumah sakit dengan beban thalassemia aktif tertinggi di Aceh.
“Saat ini kami menangani 760 pasien thalassemia aktif. Jumlah ini sangat besar, dan menjadikan RSUDZA sebagai rumah sakit dengan beban kasus tertinggi di Aceh,” ujar dr Heru.
Ruang transfusi RSUDZA memiliki kapasitas hingga 20 pasien per hari, dilengkapi dengan tempat tidur transfusi, alat monitoring tanda vital, serta fasilitas pendukung lainnya. Namun, lonjakan jumlah pasien membuat ruang ini terasa sesak setiap kali jadwal transfusi tiba. Sebagian pasien bahkan harus menjalani transfusi di atas kursi karena keterbatasan tempat tidur.
Selain RSUDZA, beberapa rumah sakit daerah seperti di Langsa, Bireuen, Lhokseumawe, dan Sigli juga mulai melayani pasien thalassemia. Pemerintah daerah diharapkan memperluas layanan ini agar tidak terpusat hanya di ibu kota provinsi.
“Kasus thalassemia di Aceh itu cukup banyak. Bahkan, Aceh mencatat angka tertinggi se-Indonesia. Artinya, Aceh dapat dikatakan dalam kondisi darurat. Jika dibandingkan secara proporsional, ini bisa jadi salah satu yang paling tinggi di dunia,” tegas dr Heru.
Untuk mendukung pengobatan, Pemerintah Aceh telah menyediakan pembiayaan melalui program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), sehingga masyarakat dapat mengakses layanan thalassemia secara gratis. Di tingkat nasional, Kementerian Kesehatan turut berperan dalam pemenuhan obat-obatan khusus, pendampingan teknis, dan penguatan kebijakan penanganan thalassemia.
Dengan prevalensi carrier thalassemia di Aceh mencapai 13,4 persen, angka tertinggi secara nasional, provinsi ini menghadapi ancaman serius terhadap generasi mendatang. Tanpa intervensi yang sistematis dan berkelanjutan, Aceh berisiko menjadi wilayah dengan kasus thalassemia tertinggi di dunia dalam dua dekade ke depan.(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.