Penghina Nabi Dipolisikan
Penghina Nabi Muhammad SAW Bisakah Dijerat Meski di Luar Aceh? Begini Penjelasan Ahli Hukum
pemuda aceh diduga melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw dan masyarakat Aceh melalui unggahannya di media sosial.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
Ringkasan Berita:Seorang pemuda asal Aceh, Dedi Saputra dilaporkan sejumlah Ormas Islam, OKP, dan Dinas Syariat Islam Aceh ke Polda Aceh, Rabu (5/11/2025).Dedi Saputra diduga yang bersangkutan melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw dan masyarakat Aceh melalui unggahannya di media sosial.Untuk memperkuat laporan, kuasa hukum harus menghadirkan bukti secara tertulis maupun video yang jelas menunjukkan pernyataan mana yang dilaporkan
Laporan Wartawan Serambi Indonesia Sara Masroni | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Seorang pemuda asal Aceh, Dedi Saputra, yang dikenal sebagai pemilik akun TikTok @tersadarkan5758, dilaporkan sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam, organisasi kepemudaan (OKP), dan Dinas Syariat Islam Aceh ke Polda Aceh, Rabu (5/11/2025).
Pelaporan tersebut didasari dugaan yang bersangkutan melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw dan masyarakat Aceh melalui unggahannya di media sosial.
Laporan tersebut dilayangkan setelah sebelumnya menerima banyak aduan dari masyarakat.
Berbagai elemen masyarakat Aceh menilai konten yang dibagikan Dedi Saputra telah melampaui batas, tidak hanya dianggap menista agama tetapi juga mencemarkan martabat masyarakat Aceh secara keseluruhan.
Hal ini memicu gelombang kecaman yang berujung pada tindakan hukum formal.
Baca juga: Penghina Nabi Muhammad di TikTok Resmi Dilaporkan ke Polda Aceh
Analis Hukum sekaligus Advokat, Nourman Hidayat dari Kantor Hukum Nourman & Rekan menjelaskan, meski berada di luar Aceh, pelaku tetap dapat diproses hukum.
“Selama yang bersangkutan masih warga negara Indonesia, dan berada di wilayah Indonesia, dia dapat dibidik dengan pasal itu. Tidak masalah yang bersangkutan berada di luar Aceh,” ungkap Nourman saat dihubungi, Rabu (5/11/2025).
Bukti secara tertulis maupun video
Dia menjelaskan, pasal penodaan agama (156a) KUHP bisa digunakan apabila yang bersangkutan melakukan perbuatan permusuhan, dan penodaan agama. Meskipun masih ada multi tafsir terkait pasal itu.
Sementara pasal 45a ayat 2 berisi perbuatan yang menghasut, mempengaruhi orang lain, untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, atau golongan, lebih efektif digunakan untuk menjerat terduga pelaku.
“Yang provokatif mengganggu ketertiban umum sebagaimana diatur dalam pasal 45A ayat 2 UU ITE, menggunakan sarana elektronik. Ini lebih efektif,” jelas Nourman.
Baca juga: Geram! Pemerintah dan Ulama Aceh Sepakat Polisikan Pria Pijay Penghina Nabi Muhammad di TikTok
Analis Hukum sekaligus Advokat itu menegaskan, untuk memperkuat laporan, kuasa hukum harus menghadirkan bukti secara tertulis maupun video yang jelas menunjukkan pernyataan mana yang dilaporkan.
Dikatakan, proses hukum selanjutnya akan sangat bergantung pada pembuktian dan keyakinan penyidik.
“Kita lihat nanti di SPKT bagaimana dalil dan keyakinan polisi dalam menerima laporan itu,” pungkasnya.(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.