Polemik Hilangnya Desa Alue Tingkeum

LBH Ankara Sebut Hilangnya Gampong Alue Tingkeum Aceh Utara Kejahatan Administrasi, Solusinya?

Direktur LBH Ankara, Mutawaliannur menegaskan, penghapusan gampong tersebut tidak mengikuti prosedur dan mekanisme yang diatur undang-undang

Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
IST
Direktur LBH Ankara, Mutawaliannur 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Sara Masroni | Aceh Utara

SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yayasan Advokasi Nusantara Untuk Keadilan Rakyat (Ankara) menilai, hilangnya Gampong Seuneubok Alue Tingkeum dari peta administrasi Kecamatan Lhoksukon sebagai sebuah bentuk kejahatan administrasi. 

Direktur LBH Ankara, Mutawaliannur menegaskan, penghapusan gampong tersebut tidak mengikuti prosedur dan mekanisme yang diatur undang-undang.

“Hilangnya Gampong Alue Tingkeum sebagai sebuah kejahatan administrasi,” kata Mutawalli saat dihubungi Serambi, Selasa (21/10/2025).

Dia menjelaskan, berdasarkan ketentuan, perubahan status administrasi sebuah desa atau gampong harus didasarkan pada dasar hukum yang kuat, seperti penerbitan Peraturan Daerah (Perda).

“Sehingga menjadi jelas dan terang statusnya, apakah dihapuskan, digabung, atau diubah. Dalam kasus Alue Tingkeum, ini tidak melalui mekanisme itu,” ujarnya. 

Baca juga: Bangun Tidur Desa ‘Hilang’, Alue Tingkeum dan Jejak Identitas yang Terhapus Diam-diam

Direktur LBH Ankara menduga kuat hilangnya gampong ini akibat kelalaian administratif atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat berwenang.

“Terdapat dugaan hilangnya Gampong Alue Tingkeum Ini terjadi akibat adanya kelalaian administratif atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang,” sambungnya.

Lebih lanjut, LBH Ankara menyoroti dampak fatal dari penghapusan sepihak ini. Menurut Mutawa, tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap hak atas kewilayahan dan identitas kependudukan.

Gampong Alue Tingkeum yang sebelumnya punya pemerintahan sendiri, kini kehilangan hak otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.

Dikatakan, dampak nyata dirasakan langsung oleh warga. Mereka mengalami kesulitan yang signifikan dalam mengurus berbagai dokumen penting. 

Akibatnya, warga terpaksa mencatatkan identitasnya dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan alamat pada desa lain.

Baca juga: Banyak Warga Miskin tak Tersentuh Bantuan

Menanggapi situasi ini, LBH Ankara bersama warga Alue Tingkeum terus melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan status gampong tersebut sebagai desa definitif.

“Kami terus melakukan kerja sama dengan berbagai pihak terkait, termasuk melakukan pertemuan dan musyawarah dengan Pemkab Aceh Utara selaku pejabat yang berwenang,” jelas Mutawalli.

Pihaknya berpendapat, jalur persuasif dan musyawarah akan terus diutamakan. Namun, ia menegaskan, jika upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil maksimal, LBH Ankara bersama warga tidak akan segan menempuh jalur hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Di sisi lain, kasus Alue Tingkeum ini menurut LBH Ankara mencerminkan kelemahan dalam tata kelola pemerintahan desa dan perlindungan hak masyarakat adat di Aceh.

Mutawa mengatakan, kasus ini menunjukkan adanya kegagalan dalam melindungi keberadaan historis dan otonomi desa, yang merupakan bagian penting dari identitas kewilayahan di Aceh.

”Ini diakibatkan karena masyarakat kurang diberikan ruang partisipasi dalam setiap kebijakan yang berkaitan dengan mereka,” ungkap Mutawalli.

Baca juga: Cerita Jalan Becek dan Pindahnya Lokasi Perekaman KTP

Oleh karena itu, pengembalian status Gampong Alue Tingkeum menjadi desa definitif dinilai sebagai sebuah keharusan. 

Langkah ini tidak hanya memperbaiki kesalahan masa lalu, tetapi juga untuk efektivitas pelayanan publik, pemerataan pembangunan, dan pemberdayaan potensi wilayah guna mendekatkan pelayanan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menjadi desa definitif

Direktur LBH Ankara menekankan, Pemkab Aceh Utara memiliki kewenangan dan kewajiban untuk meluruskan kesalahan administratif ini. Dengan dasar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa dan peraturan turunannya, bupati dapat membentuk tim untuk mengkaji dan memverifikasi usulan pengembalian status, yang kemudian disempurnakan dengan penerbitan Surat Keputusan (SK).

“Bahkan jika diperlukan, Pemerintah Daerah (Pemda) Aceh Utara dapat menerbitkan Perda baru untuk menetapkan kembali status Gampong Alue Tingkeum yang pernah dihilangkan, menjadi desa definitif,” pungkasnya.(*)

Baca juga: Harga Emas di Banda Aceh Kembali Tembus 7 Juta Lebih per Mayam, Edisi 10 November 2025

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved