Info Subulussalam
Kisah Tanah Kejujuran di Jejak Syekh Hamzah Fansuri
Kisah tanah jujur ini berkaitan erat dengan alasan Syekh Hamzah Fansuri, memutuskan menetap dan mendirikan Kampong Oboh.
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Nur Nihayati
Menurut Abdullah, warga termasuk dirinya pada tahun 80-an ke bawah acap menangkap ikan di danau tersebut. Namun pengaruh fenomena alam danau sudah tidak ada lagi.
"(Danau) ga ada sekarang kurasa sudah habis ada juga lokasi di sana. Kalau dulu tempat kami ambil ikan, jelas ada ambil ikan tahun 80-an ke bawah," kata Abdullah yang kini usianya sudah diatas 60 tahun.
Abdullah sendiri merupakan generasi ke-5 sebagai juru kunci makam Syekh Hamzah Fansuri. Tugas menjaga makam itu diwariskan secara turun temurun dari nenek moyangnya.
Abdullah mengatakan, berdasarkan pengetahuan dari kisah yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhurnya, Syekh Hamzah Fansuri sempat meninggalkan Oboh, untuk melanjutkan pengembaraannya menyebarkan Islam.
Sebelum akhirnya kembali ke Obah hingga akhir hayatnya.
Dari pusat Kota Subulussalam, peristirahatan terakhir penyair sufi itu, sekitar 22 kilometer. Menggunakan kendaraan bisa ditempuh kira-kira 35 menit.
Makam Syekh Hamzah Fansuri, yang telah menjadi situs cagar budaya dan objek wisata religi tersebut difasilitasi aula, kamar mandi, tempat ibadah, dapur serta tempat istirahat peziarah di pinggir sungai.
Fasilitas itu dapat digunakan oleh peziarah yang datang dari berbagai pelosok Nusantara. Termasuk dari negeri Jiran Malaysia.
Paling ramai pengunjung datang pada bulan Syaban dan Syawal dalam kalender hijriah.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Makam-1211.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.