Jejak Investasi di Pidie

Semen Laweung tak Kunjung ‘Mengeras’ Janji Industrialisasi yang Tertunda

Gubernur Mualem usai melantik Bupati dan Wakil Bupati Pidie, menegaskan bahwa Pemerintah Aceh mendukung kelanjutan proyek Tersebut

Editor: mufti
COVER KORAN SERAMBI INDONESIA
HEADLINE KORAN SERAMBI INDONESIA EDISI SENIN 20251117 

Ringkasan Berita:
  • Pabrik semen Laweung dulunya dirancang sebagai fasilitas produksi terintegrasi dengan pelabuhan Laweung
  • Gubernur Aceh Mualem dalam pernyataannya 18 Februari 2025, usai melantik Bupati dan Wakil Bupati Pidie periode 2025-2030, Menegaskan Pemerintah Aceh dukung penuh kelanjutan proyek tersebut
  • Kini, harapan tertuju pada kepemimpinan baru di Aceh dan Pidie. Laweung kini bukan lagi sekadar lokasi proyek. Ia telah menjadi simbol harapan, cermin dari cita-cita pembangunan yang berpihak pada masyarakat

Pabrik semen Laweung pernah digadang sebagai motor ekonomi Aceh. Nilai investasinya Rp 5,6 triliun, membentang di lima desa pesisir Pidie. Namun, proyek ambisius itu terhenti di tengah konflik sosial dan sengketa lahan. Bangunan megah itu kini sunyi ditelan semak dan waktu. Tim Liputan Eksklusif Serambi Indonesia menelusuri jejak harapan yang belum mengeras, dipimpin oleh Yocerizal sebagai koordinator bersama anggota tim: Muhammad Nazar, Indra Wijaya, Rianza Alfandi, Sara Masroni, dan Hendri. Berikut laporan eksklusif yang akan diturunkan dalam beberapa hari ke depan:

PABRIK semen Laweung di Kabupaten Pidie pernah menjadi simbol harapan besar masyarakat Aceh. Proyek ini diharapkan mampu membuka lapangan kerja dan menggerakkan roda ekonomi pesisir. Namun, impian itu kandas di tengah gejolak sosial dan sengketa lahan yang terjadi tujuh tahun silam.

Kini, sisa-sisa proyek raksasa itu berdiri sunyi di antara bukit dan semak belukar, menjadi saksi bisu dari harapan yang tertunda. Bangunan pabrik yang semula diharapkan mendongkrak kesejahteraan masyarakat, berubah menjadi struktur terbengkalai yang ditinggalkan waktu.

Rabu, 29 Oktober 2025, tim Serambi Indonesia kembali menelusuri jejak pabrik semen Laweung, berbincang dengan warga, aparat, dan pihak perusahaan untuk melihat langsung kondisi terkini proyek yang pernah diharapkan sebagai simbol kebangkitan ekonomi Aceh.

Jejak yang Tersisa

Cuaca terik menyambut saat dua petugas keamanan membuka gerbang pabrik. Tubuh mereka tegap bak pensiunan aparat. Dengan sepeda motor trail, mereka mengantar tim menyusuri jalan berbatu menuju lokasi utama. Dari jalan lintas kecamatan, perjalanan memakan waktu hampir 30 menit. Akses jalan yang dulunya selebar 12 meter kini menyempit, tertutup semak belukar dan pepohonan rindang. 

Trek menuju pabrik melewati perbukitan dan jalur berkelok, namun masih bisa dilalui kendaraan roda empat. Kawasan yang dulu bersih dan siap dibangun kini berubah. Setelah hampir tujuh tahun ditinggalkan, lahan itu kembali ditumbuhi semak dan bebatuan.

Kunjungan tim Serambi ke dalam area pabrik difasilitasi oleh Ibrahim dari PT Semen Indonesia, Camat Muara Tiga Mustafa, Kapolsek Iptu Jemmi R, Danramil Kapten Inf Ariet Setiady, serta Imam Mukim Laweung, Muslim.

Pemandangan laut lepas Selat Malaka langsung tersaji dari bukit kecil tempat berdirinya sebuah mushala mungil. Kubahnya masih mengkilap, meski cat dinding mulai memudar. Di sekelilingnya, bukit-bukit kecil dan bebatuan tersebar yang merupakan potensi bahan baku semen yang belum tergarap.

Beberapa bangunan sudah berdiri, seperti gudang penyimpanan material di lereng bukit, klinik, kantin, pos satpam, dan area perkantoran. Namun konstruksi baru rampung sekitar 50 persen. Area cadangan material cukup luas, dulunya bersih dari semak, kini kembali ditelan alam. Hanya Ibrahim dan beberapa petugas keamanan yang masih berjaga, menjaga aset perusahaan.

Sementara di bagian bawah, dekat tepi laut, berdiri tiang pancang yang semula dirancang untuk pembangunan dermaga. Pabrik ini dibangun di atas lahan seluas 1.500 hektare, mencakup lima desa di Kecamatan Muara Tiga dan Batee, yaitu Gampong Cot, Gampong Tgk D Laweung, Gampong Masjid, Gampong Kupula, dan Gampong Paot.

Sejarah Konflik

Pabrik semen Laweung dulunya dirancang sebagai fasilitas produksi terintegrasi dengan pelabuhan Laweung, hasil kolaborasi PT Semen Indonesia Aceh (SIA) dan mitra lokal PT Samana Citra Agung. Strategi logistiknya ambisius, memperkuat distribusi semen ke seluruh Aceh dan Sumatra, dengan pelabuhan terbuka untuk kepentingan umum agar manfaatnya menjangkau masyarakat pesisir.

Kehadirannya diyakini akan menciptakan efek berantai terhadap sektor perdagangan, penginapan, usaha kuliner, hingga jasa transportasi, serta menyerap ribuan tenaga kerja tidak langsung.

Dukungan politik pun sempat menguat. Pemerintah Aceh dan Pemkab Pidie aktif memfasilitasi pembangunan, dari pembebasan lahan hingga infrastruktur. Dana CSR telah dikucurkan sejak awal sebagai bentuk komitmen perusahaan terhadap masyarakat lokal.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved