Revisi UUPA Terus Bergulir
Update Revisi UUPA, TA Khalid: Jangan Alergi dengan MoU Helsinki
Ketua Forum Bersama (Forbes) Anggota DPR/DPD RI asal Aceh, TA Khalid, meminta semua pihak agar tidak alergi dengan MoU Helsinki...
Penulis: Indra Wijaya | Editor: Eddy Fitriadi
Ringkasan Berita:
- TA Khalid menegaskan pentingnya MoU Helsinki sebagai dasar lahirnya UUPA dan meminta semua pihak tidak alergi terhadap dokumen perdamaian tersebut.
- Dalam rapat revisi UUPA, ia menekankan bahwa Aceh bukan meminta dana otsus, melainkan menuntut kewenangan khusus yang wajib dibiayai negara.
- Pernyataan ini muncul setelah polemik komentar Benny K Harman terkait MoU Helsinki, yang memicu respons luas dari tokoh Aceh.
Laporan Wartawan Serambi Indra Wijaya | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Ketua Forum Bersama (Forbes) Anggota DPR/DPD RI asal Aceh, TA Khalid, meminta semua pihak agar tidak alergi dengan MoU Helsinki. Karena dokumen yang ditandatangani oleh Pimpinan GAM dengan perwakilan Pemerintah Indonesia di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005 itu, merupakan dasar dari lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Pernyataan tersebut disampaikan oleh TA Khalid dalam Rapat Kerja Baleg DPR RI dengan tiga kementerian yang terkait dengan proses revisi UUPA, di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025). Ketiga kementerian dimaksud adalah Kemenkopolkam, Kemendagri, dan Kementerian Keuangan.
“Harus kita sadari, berulangkali sudah saya sampaikan, tidak ada UUPA tanpa MoU Helsinki,” ungkap TA Khalid dalam rapat yang dibuka oleh Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan.
Amatan Serambi dari video di akun Youtube TVR Parlemen, TA Khalid duduk diapit oleh M Nasir Djamil (PKS), Benny K Harman (Demokrat), dan Muslim Ayub (Nasdem).
Benny K Harman yang dalam rapat sebelumnya menjadi sorotan karena pernyataannya “jangan sedikit-sedikit MoU Helsinki”, terlihat beberapa kali mengangguk-angguk saat TA Khalid memberikan penjelasan tentang posisi penting MoU Helsinki dalam penyusunan UUPA.
“Ingin saya sampaikan di forum untuk menjadi iktibar bagi kita semua,” kata TA Khalid dalam raker tersebut yang disambut anggukan oleh Politisi Partai Demokrat, Benny K Harman.
TA Khalid kemudian membacakan pembukaan pertama pada MoU Helsinki kepada para forum dalam raker tersebut. Dimana dalam MoU Helsinki pembukaan pertama disebutkan bahwa Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan komitmen mereka untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua.
Pada alinea kedua juga dijelaskan bahwa para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi, sehingga Pemerintah rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam NKRI dan konstitusi RI. "Jadi MoU ini untuk menjawab secara konkrit Aceh dalam NKRI. Sehingga timbullah kesepakatan damai. Ini menjadi poin dalam perjanjian tersebut," jelas Khalid.
Selain UU baru tentang penyelenggaran Pemerintah Aceh (UUPA saat ini), akan didasarkan pada prinsip yang harus menjadi rujukan dalam revisi UUPA nanti.
Dimana, Aceh akan melaksanakan kewenangan pada semua sektor publik yang akan dilaksanakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan. Kecuali, bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional dan ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman serta kebebasan beragama.
"Sebenarnya ini menjadi acuan pokok dan menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia untuk Aceh. Kendatipun dalam poin lain disebutkan setiap yang menyangkut dengan ini harus mendapat persetujuan. Makanya sesuai dengan pasal 18 UUD, memberikan kewenangan untuk mengatur kekhususan maka lahirnya UUPA," jelasnya.
Baca juga: Revisi UUPA Sedang Dibahas, Prof Humam Sebut Aceh Patut Berterima Kasih Pada Empat Sosok Ini
Seperti diberitakan, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Penyusunan RUU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) pada, Rabu (12/11/2025) lalu, Benny K. Harman menyoroti akuntabilitas penggunan Dana Otonomi Khusus (Otsus) dalam dua dekade terakhir.
Ia menilai, permintaan perpanjangan dana tersebut kerap disertai narasi yang terus menerus merujuk pada peristiwa damai Helsinki 2005.
"Jadi mohon maaf, jangan teman-teman Aceh sedikit-sedikit Helsinki, sedikit-sedikit Helsinki. Dua puluh tahun ini bikin apa. Dan saya mohon maaf janganlah terus menerus dibawa Helsinki. Itu menjadi duka kita lama. Sama kita pak, tadi saya katakan, duka Aceh duka kami juga", ujar Benny dalam RDPU yang mengundang empat tokoh Aceh yakni, Andi HS, Mustafa Abubakar, Munawarliza Zainal, dan Amrizal J Prang.
Pernyataan Benny K Harman ini mendapat tanggapan luas di Aceh, termasuk dari Guru Besar USK Prof Ahmad Humam Hamid dan pengamat politik Risman Rachman. Mereka berpendapat, menyuruh orang Aceh berhenti menyebut MoU Helsinki, sama halnya dengan menyuruh orang Aceh berhenti mengingat jasa SBY dan JK, serta para pihak lainnya dalam proses damai Aceh.
Kewenangan Khusus
Dalam rapat kemarin, TA Khalid juga menyampaikan terimakasih kepada Kemendagri, Menko Polhukam dan Kemenkeu. Ia menjelaskan, UUPA tentu memiliki kekurangan dan ada yang harus diperbaiki. Hal tersebut menjadi dasar dilakukannya revisi UUPA.
"Karena kalau revisinya biasa-biasa saja, untuk apa direvisi. Menyangkut dengan dana otsus, mohon maaf saya bukan tidak sependapat dengan Bang Muslim (Muslim Ayub), saya harus. Tapi saya pertegas, kami di sini bukan minta dana otsus. Kami minta kewenangan khusus," tegasnya dalam forum rapat tersebut.
Pasalnya akibat adanya kewenangan khusus, tentu pemerintah wajib membiayai kekhususan tersebut. "Masa saya disuruh berangkat ke Jeddah tapi tidak diberikan tiket. Masa saya diberikan hak khusus, tapi tidak dibiayai khusus," kata TA Khalid selaku anggota Baleg DPR RI, memberi perumpamaan.
Pasalnya jika bicara anggaran ujar TA Khalid, selama pemerintah memberikan kewenangan khusus untuk Aceh, maka selama itu pula pemerintah wajib memberikan dana untuk Aceh. Terkait masalah implementasi kurang maksimal di lapangan, TA Khalid mengajak semua pihak agar melakukan advokasi secara bersama-sama.
Ia mencontohkan selama 20 tahun terakhir, Aceh tidak pernah membuat anggaran sendiri tanpa koordinasi dahulu dengan pusat. Setiap APBA yang disahkan juga harus koordinasi terlebih dahulu.
"Jadi ada evaluasi, tidak berdiri sendiri. Uang otsus masuk Aceh, bikin suka-suka DPRA, bukan seperti itu. Kalau ada korupsi tangkap," tegasnya.
Tentu dalam perjalanan mengalami kekurangan, sehingga hal tersebut kata TA Khalid, perlu dioptimalkan bersama. Karenanya ia mengajak agar semua pihak dalam forum tersebut, dapat mengoptimalkan revisi tersebut agar lebih maksimal.
Ia mencontohkan, pada pasal 7 UUPA yang menyangkut dengan normal. "Bayangkan kita memberikan UU kewenangan khusus, disaat mereka bikin qanun kan harus ada evaluasi dari Mendagri. Jangan diberi timbangan nasional, nggak jalan, karena dia kewenangan khusus. Tujuan revisi ini tidak lain, untuk memperkuat perdamaian dan memperkuat kewenangan," pungkasnya.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Harga-Pupuk-Turun.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.