Breaking News

Budaya Flexing di Medsos Bisa Jadi Bibit Korupsi, Salsa Erwina Dorong Anak Muda Ciptakan Perubahan

Menurutnya, tren flexing ini bukan hanya memunculkan ketimpangan sosial, tetapi juga bisa menjadi bibit lahirnya korupsi di masa depan.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Muhammad Hadi
Kompas TV
Salsa Erwina Hutagalung 

“Sekarang kan kita bisa lihat, ketika content creator meng-call out suatu institusi, itu lebih cepat mendapat respon. Artinya suara rakyat bisa tersalurkan lewat mereka,” ujar Salsa.

Hal ini menurutnya menandakan bahwa media sosial telah menjadi suara alternatif rakyat.

Kekuatan kolektif content creator mampu mengawal isu publik, menekan pemerintah, sekaligus menyuarakan keresahan masyarakat yang sering kali tidak mendapat tempat di forum resmi.

Lebih jauh, Salsa mengingatkan agar generasi muda tidak lagi sibuk mengonsumsi konten dangkal seperti gosip artis atau drama selebriti.

Ia menekankan bahwa energi anak-anak muda seharusnya diarahkan pada hal-hal yang lebih produktif.

“Harapan saya, kita lebih fokus kepada hal-hal yang membangun hidup kita dulu, bagaimana selamat, makmur, sejahtera dengan cara yang baik. Setelah itu baru bantu bangsa kita,” katanya.

Menurutnya, moral adalah fondasi utama yang harus dijaga. Dengan moral yang baik, hidup akan tenang, penuh cinta, dan damai.

Sebaliknya, jika terjebak dalam budaya flexing, generasi muda justru bisa kehilangan nilai moral yang menjadi pijakan hidup.

Salsa optimistis, gerakan kolektif para content creator yang menyuarakan 17+8 tuntutan rakyat bisa menjadi momentum lahirnya budaya baru di media sosial Indonesia.

Budaya yang tidak lagi sekadar memamerkan kemewahan, melainkan mendorong perubahan sosial.

“Menurutku ini gerakan yang bagus. Dari sini kita bisa perlahan mengikis budaya flexing dan menggantinya dengan budaya perubahan,” pungkasnya. (Serambinews.com/Firdha)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved