Budaya Flexing di Medsos Bisa Jadi Bibit Korupsi, Salsa Erwina Dorong Anak Muda Ciptakan Perubahan
Menurutnya, tren flexing ini bukan hanya memunculkan ketimpangan sosial, tetapi juga bisa menjadi bibit lahirnya korupsi di masa depan.
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM - Aktivis diaspora Indonesia, Salsa Erwina menyoroti fenomena budaya flexing atau pamer kemewahan di media sosial yang semakin marak di kalangan masyarakat.
Menurutnya, tren flexing ini bukan hanya memunculkan ketimpangan sosial, tetapi juga bisa menjadi bibit lahirnya korupsi di masa depan.
“Budaya flexing ini membuat orang ingin kaya secara instan, membabi buta, tanpa peduli caranya. Yang penting bisa terlihat keren dengan gaya hidup mewah,” ungkap Salsa dalam tayangan di Kompas TV, dikutip Selasa (2/9/2025).
Ia menilai, kondisi ini harus segera digeser menuju budaya baru yang lebih membangun, yaitu budaya perubahan.
Salsa menceritakan pengalamannya saat awal menyusun 17+8 tuntutan rakyat.
Meski tidak berasal dari dunia influencer, ia tiba-tiba dihubungi oleh content creator besar seperti Jerome Polin dan sejumlah pemuda lain untuk bergabung dalam gerakan tersebut.
Baca juga: Salsa Erwina Beberkan 17+8 Tuntutan Rakyat: Ada Deadline 5 September hingga 31 Agustus 2026
“Aku ini bukan influencer lifestyle, tidak ada koneksi sama sekali dengan mereka. Tapi ternyata langsung dirangkul, ayo sama-sama. Bahkan mereka sudah diskusi tiga jam dan memasukkan poin tuntutanku ke draft,” ungkap Salsa.
Pengalaman itu membuatnya yakin bahwa kekuatan content creator mampu menjadi motor penggerak perubahan sosial.
Solidaritas dan kesediaan mereka untuk bergabung menunjukkan bahwa media sosial bisa digunakan untuk kepentingan yang lebih besar, bukan hanya sekadar hiburan.
Menurut Salsa, budaya flexing di media sosial telah menciptakan ilusi bahwa kesuksesan identik dengan kekayaan dan gaya hidup kelas atas.
Narasi semacam itu membuat banyak orang berlomba-lomba mengejar status sosial dengan cara apapun.
“Ini sangat berbahaya. Karena akhirnya orang menghalalkan segala cara untuk kaya. Itulah yang membuat budaya flexing bisa menjadi bibit korupsi,” jelasnya.
Baca juga: Berani Tantang Debat Ahmad Sahroni Gegara Orang Tolol Sedunia, Ini Sosok Salsa Erwina Hutagalung
Sebaliknya, ia mengajak anak muda untuk mulai membangun budaya perubahan. Yaitu budaya membuat konten yang membangkitkan semangat solidaritas, saling peduli dan memberi manfaat nyata bagi kehidupan bersama.
Salsa juga menegaskan bahwa peran content creator kini semakin penting dalam menyuarakan aspirasi rakyat.
Dalam banyak kasus, suara mereka bahkan lebih mudah didengar oleh publik dan institusi dibandingkan tokoh politik formal.
“Sekarang kan kita bisa lihat, ketika content creator meng-call out suatu institusi, itu lebih cepat mendapat respon. Artinya suara rakyat bisa tersalurkan lewat mereka,” ujar Salsa.
Hal ini menurutnya menandakan bahwa media sosial telah menjadi suara alternatif rakyat.
Kekuatan kolektif content creator mampu mengawal isu publik, menekan pemerintah, sekaligus menyuarakan keresahan masyarakat yang sering kali tidak mendapat tempat di forum resmi.
Lebih jauh, Salsa mengingatkan agar generasi muda tidak lagi sibuk mengonsumsi konten dangkal seperti gosip artis atau drama selebriti.
Ia menekankan bahwa energi anak-anak muda seharusnya diarahkan pada hal-hal yang lebih produktif.
“Harapan saya, kita lebih fokus kepada hal-hal yang membangun hidup kita dulu, bagaimana selamat, makmur, sejahtera dengan cara yang baik. Setelah itu baru bantu bangsa kita,” katanya.
Menurutnya, moral adalah fondasi utama yang harus dijaga. Dengan moral yang baik, hidup akan tenang, penuh cinta, dan damai.
Sebaliknya, jika terjebak dalam budaya flexing, generasi muda justru bisa kehilangan nilai moral yang menjadi pijakan hidup.
Salsa optimistis, gerakan kolektif para content creator yang menyuarakan 17+8 tuntutan rakyat bisa menjadi momentum lahirnya budaya baru di media sosial Indonesia.
Budaya yang tidak lagi sekadar memamerkan kemewahan, melainkan mendorong perubahan sosial.
“Menurutku ini gerakan yang bagus. Dari sini kita bisa perlahan mengikis budaya flexing dan menggantinya dengan budaya perubahan,” pungkasnya. (Serambinews.com/Firdha)
Salsa Erwina Beberkan 17+8 Tuntutan Rakyat: Ada Deadline 5 September hingga 31 Agustus 2026 |
![]() |
---|
Polda Aceh Imbau Tidak Posting dan Bagikan Konten Provokatif Terkait Demo |
![]() |
---|
Buntut Demo, Sidang Korupsi APBG Menyeret Mantan Keuchik di Pidie Ditunda |
![]() |
---|
Viral di Medsos! 17+8 Tuntutan Rakyat yang Diumumkan Jerome Polin dan Salsa Erwin, Begini Isinya |
![]() |
---|
Menkomdigi Ungkap Provokasi Demo di Medsos, Ada Dana Mengalir & Konten Anarkis Dimonetisasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.