Kiprah Diaspora Aceh di Bali - Dari Mie Aceh, Mushola Teuku Umar, Hingga Maulid Nabi

Menumpang tiga sepeda motor, kami juga ditemani oleh Rusli Abdullah, perantau asal Panton Labu, dan Wahyu, pemuda asal Lhoksukon Aceh Utara. 

|
Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HO
MEUNASAH ACEH DI BALI – Musola Teuku Umar, berdiri megah di tengah kepadatan Desa Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali. Foto direkam Jumat (26/9/2025). Musola Teuku Umar ini juga kerap disebut dengan nama Meunasah Aceh. 

Berdasarkan cerita para sesepuh masyarakat Aceh di Bali, pembentukan paguyuban masyarakat Aceh di Bali berlangsung pada sekira tahun 1980-an.

“Saat itu namanya Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA) Bali. Lembaga ini diresmikan oleh Prof Ali Hasymi,” ungkap Samsul Bahri.

“Itu generasi pertama. Ketuanya almarhum Bakhtiar Idrus asal Matanggeulumpang Dua. Beliau merupakan wartawan TVRI di Bali” tambah Samsul Bahri.

Ali Hasyimi (1914-1998) adalah Gubernur Aceh periode 1957-1964. Ali Hasyimi adalah tokoh yang memelopori pendirian Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA) pada tahun 1986.

Setelah damai bersemi di Aceh, dan ketika tokoh GAM Irwandi Yusuf menjabat sebagai gubernur (periode 2007-2012), banyak lembaga di Aceh berubah nomenklatur. Salah satunya adalah LAKA yang berubah menjadi Majelis Adat Aceh (MAA).

Pada suatu ketika di tahun 2008, rombongan MAA dari Aceh yang dipimpin Yusri dan A. Rahman Kaoy, berkunjung ke Bali.

Mereka mengusulkan perubahan nama menjadi LAKA Bali menjadi MAA Bali. Ketua MAA Bali ini dijabat oleh H. Usman Daud yang merupakan pengusaha alumunium di Denpasar.  

“Meskipun nama perkumpulan masyarakat Aceh di Bali ini merujuk kepada nama LAKA dan MAA di Aceh, tapi sama sekali tidak ada dukungan dana dari Pemerintah Aceh. Kami berusaha sendiri untuk membiayai kegiatan-kegiatan masyarakat Aceh di Bali,” ungkap Samsul.
Kesamaan nama antara paguyuban di Bali dengan lembaga yang ada di Aceh, ternyata menimbulkan kasak kusuk. Seakan-akan LAKA dan MAA Bali menerima kucuran dana APBD dari Aceh.

“Padahal faktanya, semua kegiatan sosial dan keagamaan kami di sini, termasuk membeli tanah untuk meunasah ini, tidak sedikit pun ada bantuan dana dari Pemerintah Aceh,” kata Samsul.

Atas dasar itu, pada tahun 2017, seiring dengan selesainya pembangunan Meunasah Aceh yang kemudian diberinama Musola Teuku Umar di Pemecutan Kelud, warga Aceh di Bali pun kembali menggelar musyarawarah.

Dalam musyawarah di Meunasah Aceh yang diikuti sekira 300-an orang ini, mereka sepakat mengubah nama paguyuban menjadi Masyarakat Aceh Bali (MAB). 

“Sejak meunasah ini berdiri pada tahun 2017, seluruh kegiatan sosial keagamaan masyarakat Aceh dilaksanakan di kompleks meunasah,” papar Samsul Bahri.

Setiap tahun, MAB melaksanakan kegiatan rutin keagamaan yaitu, Maulid Nabi SAW, Israk Mikraj, buka puasa bersama sebulan penuh, hingga halal bi halal dan qurban.

Hidup dalam komunitas non muslim membuat MAB mengundang warga sekitar yang non muslim untuk hadir pada setiap acara kenduri yang digelar di lingkungan mushalla.

"Qurban juga kita bagikan kepada masyarakat sekitar, termasuk yang nonmuslim," ujar Samsul.

Maulid Nabi Muhammad

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved