Kiprah Diaspora Aceh di Bali - Dari Mie Aceh, Mushola Teuku Umar, Hingga Maulid Nabi

Menumpang tiga sepeda motor, kami juga ditemani oleh Rusli Abdullah, perantau asal Panton Labu, dan Wahyu, pemuda asal Lhoksukon Aceh Utara. 

|
Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HO
MEUNASAH ACEH DI BALI – Musola Teuku Umar, berdiri megah di tengah kepadatan Desa Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali. Foto direkam Jumat (26/9/2025). Musola Teuku Umar ini juga kerap disebut dengan nama Meunasah Aceh. 

Saat ini MAB dipimpin oleh Basri, perantau asal Sabang yang juga pemilik PT Bali Kill, perusahaan jasa pembasmi rayap yang beroperasi hingga Lombok.

Baca juga: VIDEO - Berburu Mie Aceh di Bali, Silaturahmi dengan Para Perantau Aceh di Bali

Melihat Meunasah Aceh

Desa Pemecutan Kelod, hanya sekitar satu kilometer dari Pondok Bangladesh, adalah kawasan strategis yang memadukan denyut ekonomi dan pariwisata. Di balik 15 dusunnya, desa ini menyimpan kekuatan adat yang hidup dalam banjar-banjar seperti Catur Asrama, Darsana, Eka Utama, Sapta Guna, dan Eka Dasi.

Di tengah pemukiman padat, berdiri sebuah bangunan megah yang didepannya terdapat plang bertulis Mushola Teuku Umar.

Bangunan ini adalah meunasah dua lantai yang dibangun di atas lahan wakaf para perantau Aceh di Bali, dan menjadi pusat spiritual warga Aceh di Bali.

Bangunan ini berdiri di atas lahan wakaf seluas 3,3 are, dengan luas bangunan 20x10 meter dan IMB untuk tiga lantai.

Setiap hari, mushalla ini dirawat oleh Julianto, marbot asal Kediri Jawa Timur. 

Di lantai bawah, anak-anak belajar Al-Qur’an. Sementara lantai atas menjadi ruang shalat utama, lengkap dengan AC dan kipas angin, mampu menampung hingga 500 jamaah.

Pengajian rutin digelar setiap Senin malam dan Kamis malam, menghadirkan ustaz dari Bali, NTB, hingga Jawa Timur. 

Tak hanya itu, kegiatan keagamaan seperti Maulid Nabi, Isra Mikraj, buka puasa bersama, halal bihalal, dan qurban menjadi agenda tahunan yang dinanti.

Menariknya, setiap acara kenduri di mushalla ini juga mengundang warga nonmuslim sekitar, mempererat tali silaturahmi dalam keberagaman.

Paguyuban Masyarakat Aceh Bali (MAB) kini dipimpin oleh Basri bin Ibrahim, perantau asal Sabang yang juga pemilik PT Bali Kill, perusahaan jasa pembasmi rayap yang beroperasi hingga Lombok.

Sejarah Perantau Aceh di Bali

Tidak ada data resmi berapa jumlah perantau Aceh di Bali. Sebuah data tak resmi memperkirakan jumlahnya mencapai 800 jiwa yang tergabung dalam 150 KK (Kepala Keluarga).

“Ini adalah yang bergabung dalam MAB. Mungkin banyak juga yang tidak bergabung karena berbagai alasan, misalnya karena hanya tinggal sementara (penugasan) dan lainnya,” ungkap Wakil Ketua MAB Samsul Bahri alias Samsul Aceh.

Berbincang di halaman Musola Teuku Umar Denpasar, Samsul yang sudah menetap di Bali sejak tahun 2000 bercerita panjang lebar tentang asal mula lahirnya paguyuban masyarakat Aceh yang kini bernama Masyarakat Aceh Bali (MAB).

“Tak ada catatan resmi sejak kapan orang Aceh bermukim di Bali. Ada yang bilang sih sudah sejak masa kerajaan dulu. Tapi kan tidak ada bukti tertulis. Maka kita mulai saja di era modern, yaitu di tahun 1980-an,” ujar Samsul Aceh. 

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved