Berita Luar Negeri
Arti Shutdown yang Dilakukan Pemerintah Amerika Serikat, Ini Penyebab dan Dampaknya Bagi Indonesia
Government shutdown adalah kondisi ketika mayoritas layanan dan operasional pemerintah federal AS dihentikan
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM - Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali menjadi sorotan dunia setelah secara resmi mengalami "government shutdown" atau penghentian operasional pemerintahan federal per Rabu (1/10/2025).
Momen ini adalah kali pertama terjadi dalam tujuh tahun terakhir dan mencuat di negeri Paman Sam.
Langkah pemerintah AS ini pun memicu kekhawatiran domestik hingga global, terutama mengenai potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dan dampaknya pada pasar ekonomi internasional.
Lantas, apa arti government shutdown yang dilakukan oleh pemerintah AS?
Apa Itu Government Shutdown?
Menurut CNN yang dikutip dari Kompas.com, Kamis (2/10/2025), Government shutdown adalah kondisi ketika mayoritas layanan dan operasional pemerintah federal AS dihentikan untuk sementara waktu karena tidak adanya persetujuan anggaran yang disahkan oleh Kongres.
Secara praktis, ini berarti Pemerintah AS membekukan fungsi-fungsi yang dianggap tidak penting (non-esensial).
Sementara layanan esensial yang dianggap penting atau darurat seperti Jaminan Sosial, Medicare, Medicaid, dan pengendali lalu lintas udara tetap beroperasi, walau mungkin dengan keterbatasan.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira yang dikutip dari Kompas.com, Rabu (1/10/2025) mengatakan, government shutdown atau penutupan pemerintahan Amerika Serikat bukanlah fenomena baru.
Baca juga: Pemerintah AS Shutdown Massal karena Krisis Politik: Layanan Publik Lumpuh, Ekonomi Terancam
Kasus serupa sudah pernah terjadi sejak tahun 1980, menurut BBC.
Selama masa jabatan pertama Presiden Trump sempat terjadi setidaknya tiga kali, dengan durasi terlama mencapai 36 hari pada Januari 2019.
Bhima menjelaskan bahwa selama ini shutdown memang hanya berlaku untuk layanan non-esensial.
Namun, ia memperingatkan bahwa penutupan kali ini berpotensi memiliki dampak yang berbeda karena terjadi di tengah kondisi perekonomian global yang sedang memburuk.
Penyebab Pemerintah AS melakukan shutdown
Kebuntuan politik antara Partai Republik dan Partai Demokrat mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) pendanaan menjadi pemicu utama shutdown kali ini.
Inti perselisihan berpusat pada kelanjutan subsidi premi asuransi kesehatan dalam program Affordable Care Act (ACA), yang dikenal sebagai Obamacare.
Partai Demokrat bersikeras ingin mencapai kesepakatan yang lebih besar terkait bantuan asuransi sebelum menyetujui RUU anggaran, mengingat subsidi ini telah diperpanjang sejak masa pandemi Covid-19.
Sebaliknya, Partai Republik menolak tuntutan tersebut dan hanya menawarkan perpanjangan pendanaan jangka pendek tanpa menyentuh isu subsidi kesehatan.
Kegagalan mencapai kesepakatan antara Presiden Donald Trump dan Partai Republik di Kongres dengan oposisi Demokrat semakin dipercepat oleh sikap Presiden Trump yang dinilai memperkeruh suasana.
Menurut laporan AP News (2/10/2025), Trump sempat membagikan topi bertuliskan "Trump 2028" dalam pertemuan dengan pemimpin Kongres dan mengunggah video parodi yang mengejek pimpinan Demokrat.
Baca juga: Ketika Amerika Serikat Menginvasi Aceh,Kuala Batee Ladang Perang Pertama Marinir AS di Asia Tenggara
Tindakan ini dikecam oleh Pemimpin Demokrat di Senat, Chuck Schumer dan Jeffries, yang menyebut perilaku Trump semakin tidak stabil.
“Alih-alih berunding dengan iktikad baik, ia justru sibuk mengunggah video deepfake yang kacau,” kata keduanya.
Namun, Wakil Presiden JD Vance menanggapi video tersebut dengan santai dan menganggapnya lucu.
Dampak goverment Shutdown bagi AS
Shutdown kali ini membawa ancaman yang jauh lebih serius bagi Amerika Serikat.
Berbeda dengan kasus sebelumnya di mana pegawai federal hanya dirumahkan tanpa bayaran, Gedung Putih secara eksplisit mengancam akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terhadap sekitar 750.000 pegawai federal demi menghemat anggaran dan menjaga layanan dasar tetap berjalan.
“Jujur saja, kalau ini berlarut-larut, kita akan terpaksa melakukan PHK," kata Wakil Presiden JD Vance, dikutip dari Kompas.com, Kamis (2/10/2025).
Meskipun Vance, dalam jumpa pers yang diliput ABC (2/10/2025), awalnya mengatakan belum ada keputusan final terkait PHK, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt justru menyatakan bahwa pemangkasan akan segera dilakukan, kemungkinan dalam dua hari ke depan.
Ia menolak merinci departemen mana yang menjadi target, namun menegaskan bahwa pemangkasan tersebut harus segera dilakukan.
Rencana PHK ini dipandang berbeda karena dalam kebijakan shutdown sebelumnya, pegawai umumnya hanya dirumahkan, bukan dipecat permanen.
Vance menjelaskan bahwa PHK mungkin diperlukan demi memastikan layanan dasar tetap berjalan.
Baca juga: VIDEO - BREAKING NEWS! Israel Serang Sekutu Amerika Serikat, Qatar
"Apalagi kalau shutdown ini makin lama, kami harus ambil langkah luar biasa untuk memastikan pemerintahan tetap berjalan... setidaknya bisa berjalan sebaik mungkin,” tambahnya.
Vance bersikeras PHK ini bertujuan untuk menghemat uang dan menjaga fungsi layanan esensial, sekaligus menampik anggapan bahwa langkah tersebut bermotif politik atau menargetkan pegawai yang dianggap dekat dengan Demokrat.
Dampak dari shutdown ini sangat luas.
Kerugian ekonomi harian AS diperkirakan mencapai 400 juta dollar AS (sekitar Rp 6,6 triliun).
Selain ancaman PHK massal, banyak kantor pemerintah terancam ditutup permanen.
Lebih dari 400 taman nasional, Museum Smithsonian, dan layanan bantuan transisi militer terancam terganggu, sementara agenda deportasi diperkirakan tetap berjalan penuh, dan layanan pendidikan serta lingkungan bakal terhenti.
Dampaknya bagi Indonesia
Shutdown Pemerintah AS diprediksi akan berdampak signifikan pada perekonomian global, termasuk Indonesia.
Bhima, menjelaskan bahwa selain memicu pergeseran persepsi investor untuk mencari aset aman seperti emas, penutupan ini juga akan memukul permintaan domestik AS.
Akibatnya, Bhima memprediksi kinerja ekspor Indonesia ke depan akan semakin menantang.
"Perang dagang belum selesai. Dampaknya selain ke persepsi investor mencari aset yang aman seperti emas, tapi juga ke permintaan domestik AS," jelas Bhima, dilansir dari Kompas.com, Rabu (1/10/2025).
Untuk memitigasi dampak terburuk bagi Indonesia, Bhima menyarankan empat langkah yang dapat dilakukan masyarakat.
Pertama, masyarakat tidak perlu panik saat memantau perkembangan penutupan pemerintahan federal AS.
Pasalnya, jelas Bhima, kasus ini bukan kali pertama terjadi dan biasanya hanya bersifat sementara, berkaca dari kasus-kasus sebelumnya.
Kedua, Bhima mengimbau kepada masyarakat di Indonesia untuk menyimpan uang tunai sebagai dana darurat.
"Cash still the king yang berarti uang tunai untuk dana darurat masih relevan," kata dia.
Menurut Bhima, uang tunai diperlukan untuk berjaga-jaga seandainya terjadi PHK, uang tersebut bisa digunakan sebagai dana darurat untuk menyambung hidup hingga memperoleh pekerjaan baru,
Ketiga, mengurangi ketergantungan produk impor.
Lalu terakhir, Bhima menyarankan agar masyarakat menghindari pemborosan pada produk sekunder dan tersier.
Konsumsi sebaiknya difokuskan pada bahan kebutuhan pokok, serta menghindari pemborosan pada produk sekunder dan tersier.
"Fokus saja pada bahan kebutuhan pokok," pesan Bhima.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
BACA BERITA LAINNYA DI SINI
shutdown
Amerika Serikat
Pemerintah Amerika Serikat
pemerintah
Pemerintah AS
Presiden Donald Trump
Donald Trump
Kisah Pasien Diejek Dokter Saat Tak Sadar, Akhirnya Menang Gugatan Rp6,7 M, Rekaman Suara Jadi Bukti |
![]() |
---|
Demo Landa Filipina, Presiden Marcos Bakal Diselidiki Terkait Laporan Pendanaan dari Kontraktor |
![]() |
---|
Parlemen Timor Leste Didemo Gen Z, Polisi Tembak Gas Air Mata Bubarkan Massa, Ini Persoalannya |
![]() |
---|
Presiden dan PM Nepal Mundur di Tengah Demonstrasi, Apa Dampaknya? |
![]() |
---|
3 Hal Menarik dari Parade Militer China, Tiga Sekawan Berkumpul di Lapangan Tiananmen |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.