Mahfud MD Dukung Purbaya Yudhi Sadewa Tolak Bayar Utang Proyek Whoosh, Sebut Bebani Keuangan Negara

Mahfud MD juga menyoroti adanya dugaan markup biaya per kilometer yang menyebabkan pembengkakan utang hingga miliaran dolar AS.

Editor: Mursal Ismail
KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA
MAHFUD DUKUNG MENKEU - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, mendukung keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) menggunakan dana APBN.  

Mahfud khawatir jika Indonesia gagal bayar utang, maka China akan meminta kompensasi tertentu.

Dia mencontohkan salah satu kemungkinannya adalah China akan meminta membangun pangkalan laut di kawasan Laut Natuna yang tengah dalam suasana konflik.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan skema yang sama sempat dilakukan China ketika Srilanka gagal bayar utang ke Negara Tirai Bambu tersebut.

Ia mengungkapkan Srilanka pernah berutang ke China untuk membiayai pembangunan pelabuhan. Namun lantaran gagal bayar, pelabuhan tersebut kini dimiliki oleh China.

"Ini (China) kan bisa minta (membangun pangkalan laut) di Natuna Utara yang sedang konflik.

Di tengahnya ada konflik, kan bisa merambah ke kita. Kalau merambah kita masuk ke daerah kita yang tidak masuk konflik, lalu membangun pangkalan di sana selama 80 tahun," jelas Mahfud.

Baca juga: Delegasi FIFA Uji Coba Kereta Cepat Jakarta Bandung Jelang Piala Dunia U-17

Mahfud mengungkapkan jika skema yang disebutkannya itu dilakukan oleh China, maka pemerintah telah melanggar ideologi dan konstitusi.

Dia pun mengusulkan dua cara untuk menghindari Indonesia dari kompensasi yang diminta China jika gagal bayar utang pembangunan Whoosh.

Pertama, Mahfud ingin agar Purbaya tetap mencarikan cara agar bisa membayar utang ke China meski dirinya tetap mendukung langkah Menkeu untuk menolak pembayaran menggunakan APBN.

Kedua, dia meminta penegak hukum menyelidiki atas dugaan mark up terkait biaya operasional Whoosh tiap kilometernya.

"Hukum pidananya bisa ada, kalau itu (memang ada) mark up karena menurut (pengamat ekonomi) Antony Budiawan, di China harganya itu hanya 17-18, kok sekarang menjadi 53 juta USD.

Ini harus diselidiki, kalau beneran mark up, itu harus diselidiki dan dicari," tegas Mahfud.

Purbaya Enggan Bayar Utang Whoosh

Sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadwewa sudah menegaskan menolak pembayaran utang Whoosh dengan menggunakan APBN.

Dia mengungkapkan utang tersebut kini menjadi tanggungan dari Danantara selaku yang menaungi proyek itu.

"Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu. Tapi kalau ini kan di bawah Danantara kan ya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved