Dosen dan Mahasiswa UII Gugat ke MK Aturan Tunjangan Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR
Dalam sidang perdana di Gedung MK, Jakarta, Senin (27/10/2025), penggugat menilai bahwa dana pensiun anggota DPR yang bersumber dari APBN seharusnya
Dalam sidang perdana di Gedung MK, Jakarta, Senin (27/10/2025), penggugat menilai bahwa dana pensiun anggota DPR yang bersumber dari APBN seharusnya digunakan untuk pemenuhan hak dasar masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan.
SERAMBINEWS.COM - Dua dosen dan lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap ketentuan tunjangan pensiun seumur hidup bagi anggota DPR RI.
Permohonan tersebut tercatat dalam Perkara Nomor 191/PUU-XXIII/2025, yang menguji sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, terhadap UUD 1945.
Para pemohon terdiri atas dosen Ahmad Sadzali dan Anang Zubaidy, serta lima mahasiswa: M Farhan Kamase, Alvin Daun, Zidan Patra Yudistira, Rayhan Madani, dan M Fajar Rizki.
Dalam sidang perdana di Gedung MK, Jakarta, Senin (27/10/2025), pemohon menilai bahwa dana pensiun anggota DPR yang bersumber dari APBN seharusnya digunakan untuk pemenuhan hak dasar masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan.
Menurut pemohon M Farhan Kamase, pemberian dana pensiun secara seumur hidup adalah bentuk kebijakan yang tidak proporsional dan mencederai hak konstitusional warga negara.
Rekan pemohon lainnya, Rayhan Madani, menambahkan bahwa kebijakan itu tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan kemanfaatan, karena hanya menguntungkan segelintir pihak yang umumnya sudah berkecukupan.
Baca juga: KPK Selidiki Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh, Gali Informasi Secara Tertutup
Selain itu, para pemohon menilai terdapat kontradiksi antara Pasal 16 ayat (1) huruf a dan Pasal 17 ayat (1) UU 12/1980 yang mengatur penghentian pensiun saat penerima meninggal dunia, namun di sisi lain memperbolehkan pensiun diteruskan kepada janda atau duda.
Mereka juga membandingkan dengan sistem di Korea Selatan, Jepang, dan Singapura, di mana dana pensiun pejabat publik dipotong dari gaji selama masa jabatan, bukan dibebankan langsung kepada negara.
Dalam petitum-nya, para pemohon meminta MK menyatakan pasal-pasal dalam UU tersebut inkonstitusional bersyarat, terutama jika dimaknai berlaku bagi pejabat hasil pemilu dan mengatur pemberian pensiun seumur hidup.
Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah dalam sidang tersebut memberi nasihat agar pemohon memperjelas permohonan dan menghindari kontradiksi antara dalil dan petitum. MK memberi waktu 14 hari kerja bagi pemohon untuk memperbaiki berkas, atau paling lambat hingga 10 November 2025.
Sebelumnya, uji materi serupa juga pernah diajukan psikolog Lita Linggayani Gading dan mahasiswa sekaligus advokat Syamsul Jahidin dalam Perkara Nomor 176/PUU-XXIII/2025.
“Pemberian dana pensiun dilakukan secara tidak proporsional, mencederai hak konstitusional para pemohon yang melanggar konstitusi,” kata pemohon, M Farhan Kamase.
Baca juga: VIDEO - Disentil soal Etika, Purbaya Pasang Tameng: Saya Jalan Atas Perintah Presiden!
Ia menilai pasal yang diuji materi menyebabkan pengalokasian APBN menjadi tidak efektif dan tidak proporsional.
Pemohon lainnya, Rayhan menyebut pemberian tunjangan pensiun seumur hidup tidak sejalan dengan prinsip kemanfaatan.
| Hore! BLTS Rp 900.000 Cair Pekan Ini, Begini Cara Cek Status di Kemensos |
|
|---|
| KPK Selidiki Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh, Gali Informasi Secara Tertutup |
|
|---|
| Unimal Serahkan Hasil Penelitian Soal Desa Wisata ke Disporapar Aceh Utara |
|
|---|
| Kejati Usut Dugaan Korupsi Beasiswa Rp 420,5 Miliar di BPSDM Aceh |
|
|---|
| UUI Kukuhkan Dua Penerima Anugerah Bintang Internasional dan Visiting Profesor |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.