Opini
Peran Dayah dalam Pelestarian Budaya Aceh
Para teungku dayah atau ulama bukan hanya dianggap sebagai guru, tetapi juga tokoh intelektual dan panutan budaya yang dihormati.
Oleh: Salma Hayati (Dosen FTK UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang melanda berbagai wilayah di Indonesia, pelestarian budaya lokal menjadi tantangan yang tidak mudah untuk dijaga, tak terkecuali untuk Provinsi Aceh.
Dalam konteks ini, lembaga pendidikan Islam tradisional yang dikenal sebagai dayah memegang peranan sangat penting sebagai penjaga sekaligus pelestari budaya Aceh.
Dayah telah lama dikenal sebagai pusat pengajaran agama dan gudang warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai tradisional yang membentuk jati diri dan identitas masyarakat Aceh.
Sebagai institusi pendidikan yang telah eksis selama berabad-abad, dayah berfungsi strategis dalam mempertahankan keutuhan tradisi dan kearifan lokal.
Di dayah, nilai-nilai Islam tidak hanya diajarkan secara tekstual melalui kitab-kitab klasik seperti kitab kuning dan bahasa Arab gundul, tetapi juga dikontekstualisasikan dengan budaya lokal yang kaya, seperti tata cara serta norma adat yang berlaku di Aceh.
Hal ini merupakan wujud nyata dari akulturasi budaya dan agama yang harmonis dan unik, di mana nilai keislaman dipadukan dengan kearifan lokal yang sesuai dengan karakter masyarakat Aceh.
Selain perannya dalam pendidikan, dayah juga berfungsi sebagai pusat sosial yang kuat dan memiliki pengaruh besar dalam masyarakat Aceh.
Para teungku dayah atau ulama bukan hanya dianggap sebagai guru, tetapi juga tokoh intelektual dan panutan budaya yang dihormati.
Mereka sering berperan sebagai mediator dalam berbagai persoalan sosial, mulai dari penyelesaian konflik internal keluarga, sengketa adat, hingga masalah sosial yang lebih luas.
Posisi dayah sebagai jembatan yang menghubungkan nilai-nilai agama dengan tradisi budaya membuatnya menjadi pilar utama dalam menopang kehidupan sosial masyarakat Aceh.
Tidak hanya dalam pendidikan dan kehidupan sosial, dayah juga memiliki peranan penting dalam perkembangan seni dan budaya Aceh.
Contohnya adalah Tari Saman, sebuah seni tradisional yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia.
Tari Saman ini memiliki akar kuat dalam tradisi dayah yang menjadi tempat regenerasi dan pelestarian seni budaya tersebut.
Baca juga: Dosen UNISAI Samalanga Raih Gelar Doktor di UINSU, Teliti Suluk Dayah Selama 3 Tahun
Berusaha beradaptasi
Dayah bertanggung jawab agar warisan budaya ini tetap hidup dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai keagamaan serta kultural di masyarakat, sehingga seni Aceh tidak hanya dikenal di tingkat nasional tetapi juga dunia internasional.
Dalam menghadapi tantangan zaman, dayah tidak menolak modernisasi, namun berusaha beradaptasi tanpa menghilangkan jati dirinya yang sarat nilai budaya dan religius.
Transformasi kelembagaan dan pembaruan kurikulum menjadi upaya penting agar dayah tetap relevan di era modern.
Penggunaan metode pembelajaran yang lebih interaktif dan peningkatan kapabilitas para ulama dan santri menjadikan dayah tidak hanya sebagai tempat pembelajaran tradisional, tetapi juga sebagai institusi yang mampu bersaing dalam dunia pendidikan kontemporer.
Adaptasi ini menjaga keberlangsungan dayah sebagai tempat pendidikan sekaligus penjaga nilai budaya yang memiliki legitimasi sosial yang sangat kuat.
Lebih jauh, keberadaan dayah juga terkait erat dengan upaya pembangunan budaya dan pendidikan yang berkelanjutan.
Dukungan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, masyarakat umum, hingga lembaga adat sangat diperlukan agar dayah bisa menjalankan perannya dengan optimal.
Sinergi yang baik antara berbagai elemen ini akan memastikan bahwa dayah tetap menjadi pusat pelestarian budaya sekaligus tempat inovasi dalam menjaga warisan Aceh.
Investasi pada penguatan dayah sesungguhnya adalah investasi pada keberlanjutan identitas dan kearifan lokal yang menjadi kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi perubahan zaman yang semakin dinamis.
Dengan seluruh peran strategis dan multifungsinya, dayah menjadi tulang punggung dalam menjaga dan mengembangkan budaya Aceh.
Dayah memastikan bahwa kearifan lokal tetap hidup dan menjadi warisan berharga yang terus terjaga dan diteruskan oleh generasi mendatang.
Melalui peran tersebut, menguatkan dayah berarti juga menguatkan budaya Aceh secara menyeluruh yang merupakan fondasi sosial yang kokoh dan jati diri masyarakat Aceh yang tidak lekang oleh waktu.
Kita semua perlu memberikan perhatian dan dukungan yang lebih besar terhadap keberadaan dayah di Aceh.
Sebab, pelestarian dayah adalah kunci utama untuk menjaga agar budaya Aceh yang kaya dan unik tetap hidup dan berkembang, sekaligus menjadi kekuatan dalam membentuk karakter masyarakat yang religius, berbudaya, serta siap menghadapi tantangan globalisasi tanpa kehilangan jati diri.(*)
Disclaimer:
Isi dari artikel dalam rubrik opini ini menjadi tanggung jawab penulis.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.