Opini
Momentum Pertumbuhan Ekonomi Aceh Melalui KLM
INDONESIA sedang berada pada momen penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Prof Dr Apridar SE MSi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK dan Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh
INDONESIA sedang berada pada momen penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Di tengah gejolak ketidakpastian global, kebijakan fiskal dan moneter harus bekerja sinergis untuk menciptakan stabilitas sekaligus mendorong ekspansi. Bauran Kebijakan Bank Indonesia (BI) hadir dengan dua mandat utama: menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan program prioritas pemerintah, Asta Cita.
Salah satu instrumen inovatif yang diluncurkan BI adalah Penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Kebijakan ini bukan sekadar alat moneter konvensional, tetapi sebuah terobosan yang secara cerdas mengarahkan likuiditas perbankan ke sektor-sektor riil yang memiliki multiplier effect tinggi, khususnya dalam penciptaan lapangan kerja.
Dalam narasi nasional ini, Aceh dengan kekhasannya sebagai daerah yang menerapkan Syariat Islam sebagai pedoman hidup, memiliki posisi dan peluang yang unik untuk memanfaatkan kebijakan ini tidak hanya untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi juga untuk mewujudkan kesejahteraan yang sesuai dengan nilai-nilai keislamannya.
Bauran Kebijakan BI dirancang untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang stabil sehingga dunia usaha dapat bergerak dengan pasti. Stabilitas nilai tukar, inflasi yang terkendali, dan sistem pembayaran yang lancar adalah fondasi yang mutlak diperlukan. Namun, stabilitas saja tidak cukup. BI juga aktif mendorong pertumbuhan melalui penyaluran kredit yang optimal kepada sektor produktif.
Di sinilah Aceh memiliki perspektif yang berbeda. Sebagai provinsi yang menjalankan Syariat Islam, konsep kesejahteraan (al-falah) tidak hanya diukur secara material, tetapi juga spiritual dan sosial. Ekonomi haruslah memberikan kemaslahatan untuk banyak orang (maslahah ammah), menghindari praktik yang merugikan (gharar, maysir), dan mendorong keadilan distributif.
Oleh karena itu, kebijakan seperti KLM yang mendorong penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya beli masyarakat sangat selaras dengan maqashid syariah (tujuan-tujuan syariah), yaitu menjaga harta (hifzh al-mal), keturunan (hifzh al-nasl), dan akal (hifzh al-aql) melalui pekerjaan yang halal dan layak.
Peluang emas
Kebijakan KLM secara cerdas memberikan insentif likuiditas yang lebih besar kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor berpotensi serap tenaga kerja tinggi. Sektor perumahan disebutkan secara eksplisit sejalan dengan program Asta Cita pemerintah. Penguatan pada Januari 2025 yang memperluas cakupan sektor, dan lagi pada April 2025 dengan menaikkan besaran insentif dari 4 persen menjadi 5 % terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), adalah sinyal kuat bagi perbankan untuk lebih agresif lagi membiayai sektor riil.
Bagi Aceh, ini adalah peluang emas yang harus direbut dengan strategi yang tepat. Sektor perumahan bukan hanya tentang membangun fisik rumah, tetapi membangun sebuah ekosistem. Pembangunan perumahan akan menarik industri pendukungnya: material bangunan (keramik, semen, kayu), jasa arsitek dan tukang, hingga jasa keuangan syariah untuk KPR. Aceh memiliki kekayaan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku material bangunan, menciptakan rantai nilai dari hulu ke hilir yang menyerap tenaga kerja lokal.
Namun, fokus tidak boleh hanya pada perumahan. Pemerintah Daerah Aceh dan pelaku usaha harus jeli melihat sektor lain yang juga berpotensi tinggi berdasarkan kekhasan wilayah, seperti: Pertanian dan Perkebunan Halal. Aceh memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang luas (sawit, kakao, kopi Arabika Gayo). Penguatan KLM dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan mesin pengolahan pascapanen, teknologi pertanian modern, dan pengembangan industri hilir yang berlabel halal. Ini akan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan nilai tambah produk lokal.
Kemudian Perikanan dan Kelautan. Sebagai provinsi dengan garis pantai terpanjang di Indonesia, sektor kelautan Aceh masih sangat berpotensi. Pembiayaan untuk kapal modern, cold storage, dan pengolahan ikan yang memenuhi standar halal global dapat didorong melalui skema KLM. Berikutnya Pariwisata Halal. Aceh memiliki keunikan sebagai destinasi wisata yang kental dengan nilai Islam. Pengembangan infrastruktur wisata halal, seperti hotel syariah, restoran yang tersertifikasi halal, dan pusat oleh-oleh khas Aceh yang Islami, dapat menjadi magnet penciptaan lapangan kerja yang luas.
Sinergi perbankan
Inilah titik temu yang paling strategis. Mayoritas masyarakat Aceh memiliki preferensi tinggi terhadap transaksi yang sesuai syariah. Perbankan syariah, dengan prinsip bagi hasil (mudharabah, musharakah), jual beli (murabahah), dan sewa (ijarah), harus menjadi ujung tombak dalam menyalurkan manfaat KLM.
Skema pembiayaan syariah untuk perumahan (KPR Syariah) atau untuk UMKM tidak hanya membantu masyarakat memenuhi kebutuhan dasarnya, tetapi juga memberikan ketenangan batin karena terhindar dari riba. Pemerintah Daerah dapat berkolaborasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengedukasi pelaku usaha dan masyarakat tentang manfaat dan tata cara mengakses pembiayaan syariah yang di-backup oleh insentif KLM.
Dengan demikian, KLM tidak hanya mendorong pertumbuhan kredit secara kuantitas, tetapi juga meningkatkan kualitas pertumbuhan tersebut sesuai dengan nilai-nilai syariah yang dianut masyarakat. Ini adalah bentuk dari integrasi yang harmonis antara kebijakan moneter nasional dengan karakteristik lokal.
Meski peluangnya besar, beberapa tantangan perlu diantisipasi, Pertama Literasi Keuangan. Tingkat inklusi dan literasi keuangan, khususnya produk-produk syariah, masih perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat memanfaatkan skema pembiayaan ini dengan optimal.
Kedua, Iklim Usaha. Pemerintah Daerah harus terus berkomitmen menciptakan iklim usaha yang kondusif, mempermudah perizinan, dan memberikan kepastian hukum untuk menarik minat investasi dan penyaluran kredit. Ketiga, Kapasitas SDM. Kualitas tenaga kerja perlu ditingkatkan melalui pelatihan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan sektor-sektor prioritas, agar pertumbuhan kredit benar-benar diikuti oleh peningkatan produktivitas.
Penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) oleh Bank Indonesia adalah sebuah momentum yang tepat untuk Aceh berlari lebih kencang. Kebijakan ini bukan hanya tentang angka pertumbuhan kredit, tetapi tentang bagaimana likuiditas perbankan dapat diubah menjadi alat yang efektif untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya beli, dan pada akhirnya mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan.
Bagi Aceh, nilai tambahnya terletak pada kemampuan untuk menyelaraskan kebijakan nasional ini dengan penerapan Syariat Islam. Dengan fokus pada sektor-sektor strategis seperti perumahan, pertanian halal, perikanan, dan pariwisata halal, serta didukung oleh peran kuat perbankan syariah, Aceh dapat membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi dan nilai-nilai keislaman bukanlah dua hal yang bertentangan.
Justru, keduanya dapat bersinergi mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan bermartabat, sebuah cerminan nyata dari semangat Asta Cita dan maqashid syariah yang berjalan beriringan. Saatnya Aceh menjadi contoh bagaimana ekonomi yang stabil, inklusif, dan berlandaskan nilai-nilai luhur dapat diraih.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.