Kupi Beungoh

Prof Siddiq Armia: Alumni Dayah Darussa’adah Aceh yang Masuk Top 2 Persen Scientist Worldwide 2025

Dalam dunia akademik, nama Prof. Muhammad Siddiq Armia, M.H., Ph.D. bukanlah nama yang asing.

Editor: Amirullah
For Serambinews.com
Prof Siddiq Armia: Alumni Dayah Darussa’adah Aceh yang Masuk Top 2% Scientist Worldwide 2025 

Oleh: Mallikatul Hanin

Dalam dua hari terakhir, dunia akademik di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dihebohkan oleh masuknya lima akademisinya ke dalam daftar Top 2 Persen Scientist Worldwide 2025.

Di nomor urut pertama tercatat nama Prof Maila Dinia Husni Rahiem dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan di rangking kedua terukir nama pria tampan asal Aceh yaitu Prof Muhammad Siddiq Armia atas nama UIN Ar-Raniry Banda Aceh (Lihat: https://kemenag.go.id/internasional/lima-ilmuwan-ptkin-masuk-daftar-top-2-stanford-elsevier-2025-wX1lF).

Dalam dunia akademik, nama Prof. Muhammad Siddiq Armia, M.H., Ph.D. bukanlah nama yang asing. Ia adalah dosen kaliber internasional asal UIN Ar-Raniry yang dikenal ikhlas mengabdi untuk memajukan pendidikan Aceh, Indonesia dan dunia.

Dia aktif mengajar di Fakultas Syariah dan Hukum serta Pascasarjana UIN Ar-Raniry, menjadi peneliti, penguji dan dosen tamu di beberapa kampus nasional dan internasional.

Muhammad Siddiq lahir di Aceh Tengah pada 3 Maret 1977. Dia menapaki perjalanan pendidikan yang luar biasa dari dayah (pesantren) hingga menembus pengakuan internasional sebagai salah satu ilmuwan PTKIN yang masuk daftar Top 2 persen Scientist Worldwide 2025

Perjalanan hidupnya bukan sekadar deretan gelar. Ada filosofi, disiplin, dan dedikasi yang membuatnya unik dan inspiratif, terutama bagi generasi muda Aceh dan Indonesia.

Baca juga: 100 Tahun Hasan Tiro: Mengenal Sosok Brilian, Sang Deklarator GAM dan Jejak Perjuangannya

Jejak Pendidikan & Awal Perjalanan

Prof. Siddiq lahir dari keluarga yang sarat tradisi keilmuan. Ayahnya, Tgk. H. Armia Muhammad Ali LML, adalah dosen IAIN (sekarang UIN Ar-Raniry). Sedangkan kakeknya, Abu Muhammad Ali Teupin Raya adalah seorang ahli ilmu falak dan merupakan ulama besar Aceh.

Ayah dan kakeknya menjadi inpirasi bagi Muhammad Siddiq meniti karir akademik. Membaca buku, menulis dan mengajarkannya kepada publik sudah menjadi tradisi dalam keluarga ini.

“Prof Siddiq adalah cucu dari ulama besar di Aceh. Sejak dulu, saya melihat ayahnya sebagai sosok yang sangat idealis, dan itu menular pada Prof Siddiq,” kenang Drs. H. Jamaluddin Affan (Syeikh Jamal) yang menjadi perantara Baitul Asyi Habib Bugak di Mekkah.

Pendidikan formalnya dimulai dari SD di Merduati Banda Aceh, SMP ditempuh di Pesantren Darussaadah Teupin Raya. Sementara MAN di Beureunuen, Pidie.

“Saat sekolah di MAN Beureunuen, saya memilih mondok di Dayah Darussaadah Teupin Raya. Total enam tahun saya di dayah,” ujar Siddiq kepada penulis, Rabu (24/09/2025) di sebuah cafe di Banda Aceh.

Setelah tamat MAN, pada tahun 1995 Muhammad Siddiq melanjutkan pendidikan S1 Hukum di UIN Ar-Raniry, lalu S2 Hukum di Universitas Indonesia (UI) Jakarta, dan akhirnya S3 Comparative Constitutional Law di Anglia Ruskin University, Inggris. 

Dengan bahasa sederhana, Siddiq menyebut perjalanan akademiknya sebenarnya “biasa-biasa saja,” namun dipenuhi tekad pantang menyerah. Dari kecil, Siddiq sudah bercita-cita menjadi penulis dan akademisi.

Motivasi itu semakin menguat ketika ia menerima kesempatan studi di luar negeri. “Salah satu motivasi saya adalah ingin traveling sambil menimba ilmu,” ujarnya sambil tersenyum.

Baca juga: Sensasi Ngopi di Rumah Adat Singkil, Owner Ingin Jadi Tempat Singgah Mualem

Menulis sebagai Jalan Hidup

Prof. Siddiq dikenal senang menulis sejak duduk di bangku S1. Minat menulis ini terus dikembangkan ketika melanjutkan jenjang S2 dan S3, dan kini menjadi gampang menulis di berbagai jurnal internasional.

Buku pertamanya berjudul “Perkembangan Pemikiran Teori Ilmu Hukum” diterbitkan Pradnya Paramita, Jakarta (2008).

Sejak S2, ia aktif menulis jurnal akademik, meskipun pada awalnya belum terakreditasi Sinta, namun tetap mendapatkan pengakuan dari komunitas akademik.

“Menulis dan mengedit (menjadi editor) itu dua proses berbeda. Ketika menulis, tulis saja semua yang ada di pikiran, baru kemudian diedit,” jelasnya.

Salah satu tulisannya yang banyak dirujuk adalah Penentuan Metode dan Pendekatan Penelitian Hukum, terbit 2022 oleh Lembaga Kajian Konstitusi Indonesia (LKKI), dengan 374 kutipan.

Bagi Prof Siddiq, publikasi bukan hanya untuk reputasi pribadi, tapi juga untuk memberi manfaat bagi komunitas ilmiah yang lebih luas.

Disiplin dan Manajemen Waktu

Rahasia produktivitas Prof Siddiq terletak pada manajemen waktu yang disiplin. Dalam satu hari 24 jam, Siddiq membagi waktu menjadi tiga bagian: Delapan jam bekerja, delapan jam untuk keluarga, dan delapan jam untuk menulis.

“Kalau tidak disiplin, jam keluarga, kerja, dan menulis akan bercampur dan kualitas semuanya terganggu,” ujarnya.

Selain itu, ia menekankan pentingnya istiqamah (konsisten), fokus pada satu hal tanpa tergoda zig-zag.

Bagi mahasiswa dan generasi muda, Siddiq menyarankan agar tidak hanya mengandalkan IPK tinggi, tetapi juga membangun relasi, kolaborasi, dan personal branding. Siddiq menyarankan mahasiswa agar berani menulis di media, jurnal hingga buku.

“Apa yang kita hafal sekarang bisa digantikan AI. Tapi kemampuan berkolaborasi, membangun jaringan, dan konsistensi, itu manusia yang menentukan,” jelasnya.

Tantangan dan Inspirasi

Tantangan terbesar menurut Prof. Siddiq datang dari diri sendiri: Rasa bosan, prokrastinasi, atau istilah modern “workasination.”

Ia mengakui bahwa mengelola diri sendiri seringkali lebih sulit daripada menguasai materi akademik. Namun, bagi mereka yang fokus dan konsisten, tantangan itu justru menjadi bahan pembelajaran dan penguatan karakter.

Prof Siddiq juga menekankan pentingnya menjadi pribadi tangguh. Ia memberi pesan khusus bagi kaum perempuan muda: “Jadilah perempuan tangguh, jangan gampang insecure.”

Pesan di atas bukan hanya tentang percaya diri, tapi juga tentang kesiapan menghadapi persaingan global, khususnya dalam dunia akademik dan profesional. 

Jejak Internasional & Pengakuan Global

Selain mengajar di UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Siddiq juga menjadi visiting professor di beberapa kampus luar negeri meliputi Inggris, Qatar, dan Korea Selatan. Ini menjadi bukti nyata pengakuan kampus luar negeri pada kemampuan akademiknya.

Prof Siddiq telah menulis jurnal dan buku yang diakses secara luas melalui platform Scopus dan media ilmiah lainnya. Strategi akademiknya adalah: Menulis, mempublikasikan, membangun jaringan, dan membiarkan karya dikenal luas.

“Kalau tulisan kita banyak diakses orang lain, itu akan menimbulkan rekognisi yang berdampak global,” katanya.

Pengakuan ini membuatnya masuk daftar Top 2 % Scientist Worldwide, bukan sekadar karena banyak publikasi, tapi karena kualitas, konsistensi, dan pengaruhnya terhadap komunitas ilmiah.

Proses ini menunjukkan bahwa produktivitas akademik adalah kombinasi disiplin, fokus, dan kemampuan membangun jaringan.

Warisan dan Pesan untuk Generasi Muda

Bagi Prof Siddiq, pencapaian akademik hanyalah satu sisi dari perjalanan hidup. Ia percaya bahwa ilmu harus dibarengi dengan integritas, etika, dan kepedulian sosial.

Ia aktif mengajar mahasiswa mulai S1, S2, S3, membimbing mahasiswa, menulis buku populer, dan memberikan ceramah inspiratif di berbagai forum lokal, nasional dan internasional.

“Ilmu yang baik adalah yang mampu menginspirasi dan mengangkat kualitas hidup orang lain,” tegas pria yang dikenal mudah ditemui dan anti sombong ini.

Pesan terakhir yang ingin ia sampaikan bagi generasi muda Aceh dan Indonesia adalah: Jangan takut bermimpi besar, jangan cengeng, terus belajar, dan jangan pernah mengabaikan nilai-nilai luhur. 

Dari pesantren di Aceh hingga melenggang di panggung dunia, kisah Prof Muhammad Siddiq Armia menunjukkan bahwa kombinasi disiplin, kreativitas, dan ketekunan bisa membawa seseorang tidak hanya meraih prestasi, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Kisah jalan hidup Prof Dr Muhammad Siddiq Armia MH PhD sejatinya menjadi inspirasi bagi mahasiswa generasi muda Aceh, terkhusus mahasiswa UIN Ar-Raniry Ar-Raniry, dan saya merasa beruntung mendapatkan kesempatan melakukan wawancara dan berdiskusi santai tapi penuh makna dengan Siddiq Armia.

Banda Aceh, 25 September 2025

 

Penulis, Mallikatul Hanin adalah Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam FDK UIN Ar-Raniry Banda Aceh, email: mallikatulhanin@gmail.com

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved