Kupi Beungoh
Menyoal Soal Kelebihan Informasi
Akses informasi memang tidak mengenal kasta. Namun, seperti “hukum cinta” ada satu “hukum universal” yang selama ini jarang masyarakat ketahui
Di era keberlimpahan informasi ini orang-orang semakin jarang mengangkat bahu atau menggelengkan kepala. Berbekal beberapa video 15-30 detik dan kutipan-kutipan pendek, banyak orang merasa telah mengenggam dunia. Padahal, ada hal-hal yang hanya bisa dipahami setelah membaca banyak buku, perenungan mendalam, dan keheningan yang panjang.
James G. Miller, direktur Institut Penelitian Kesehatan Mental Universitas Michigan, menyebutkan bahwa membanjiri seseorang dengan informasi selain yang dapat ia proses dapat mengakibatkan “gangguan” (disturbance).
Bahkan, menurutnya, dapat mengarah kepada berbagai jenis penyakit mental. Menunjukkan bahwa konsumsi informasi juga berhubungan dengan kesehatan psikologis.
Saat ini banyak orang “tertidur pulas” di antara “ledakan bom dan peluru” di sekitar mereka: terputus dengan realita sesungguhnya, orang-orang di sekitar mereka, bahkan diri mereka sendiri.
Seperti “prajurit Toffler” yang apatis, seakan tidak ada titik untuk kembali (point of no return), orang-orang terus menggulir layar (scrolling): kebanyakan bukan karena ingin, tetapi karena tidak bisa berhenti.(*)
*) PENULIS adalah Peminat Isu Literasi dan Pelaksana pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Banda Aceh
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.