Pojok Humam Hamid
Racikan Xi Jinping Untuk Cina Abad 21: Komunis, Konfucius, dan Sun Tzu
Komunisme dalam tangan Xi bukanlah dogma ekonomi seperti era Mao, melainkan alat manajerial untuk menjaga stabilitas, kontrol sosial..
Media resmi dan program televisi kerap mengutip pepatah Konfucius, menyisipkannya ke dalam narasi pembangunan bangsa.
Bahkan dokumen partai mengintegrasikan pemikiran Konfucius ke dalam nilai-nilai “sosialis khas Cina” sebagai wujud rekonsiliasi antara ideologi revolusioner dan warisan tradisional.
Namun ada yang pengecualian, nilai-nilai Konfusianisme lag diterapkan itu telah dikemas ulang dan dijinakkan untuk mendukung stabilitas, nasionalisme, dan kepatuhan terhadap negara.
Jin Ping menjaga dengan ketat bahwa ajaran Konfucius bukan sebagai filsafat bebas, melainkan alat ideologis yang telah dsesuai kan dengan kebutuhan Partai Komunis
Di dalam negeri, nilai-nilai Konfusianisme diajarkan untuk menanamkan kepatuhan dan stabilitas sesuai kepentingan Partai.
Melalui Confucius Institute di luar negeri, ajaran itu dipromosikan sebagai warisan budaya yang damai, universal, dan non-politik — sebuah citra yang jauh lebih lunak dibanding fungsi ideologisnya di dalam negeri.
Seperti diketahui, pemerintah Cina telah lama menggunakan Insitute Konfusius di berbagai ibu kota dan kota-kota di dunia sebagai alat kekuatan lunak - soft power dalam berinteraksi dengan masyarakat internasional.
Penggunaan nilai-nilai Konfucius oleh Xi bukan semata-mata nostalgia budaya, melainkan strategi nation building.
Baca juga: Ironi Palestina: Koalisi Keuangan Internasional dan Retak Internal Berkelanjutan
Ia membingkai kebangkitan Cina bukan hanya sebagai peristiwa ekonomi, tetapi sebagai kebangkitan peradaban.
Inilah Cina yang tak lagi ingin sekadar menjadi negara maju seperti Barat, tetapi ingin menjadi model alternatif bagi dunia—yang modern tapi tetap berakar pada nilai-nilai Timur.
Dalam ranah eksternal, Xi tampak sangat akrab dengan prinsip-prinsip Sun Tzu.
Seni perang klasik itu tidak menekankan konfrontasi terbuka, melainkan kemenangan melalui kecerdikan, disinformasi, aliansi strategis, dan pemanfaatan kelemahan lawan.
Investasi Lintas Benua
Ini sangat tercermin dalam cara Cina merespons tekanan Amerika Serikat.
Daripada beradu frontal, Cina membangun pengaruh lewat jalur perdagangan, investasi infrastruktur lintas benua, serta proyek-proyek diplomatik jangka panjang seperti Belt and Road Initiative-Sabuk Sutra Tiongkok.
Alih-alih mengirim pasukan ke Afrika, Amerika Latin, dan sebagian negara -negara Eropah yang “dhaif”, mereka mengirim pinjaman, teknologi, dan narasi kebangkitan damai.
pojok humam hamid
Humam Hamid
Opini
opini serambinews
Meaningful
komunis
Konfucius
Cina
Serambinews.com
Serambi Indonesia
Xi Jinping
MSAKA21: Peureulak dan Samudera Pasai, Poros Mula Islam Nusantara - Bagian XIII |
![]() |
---|
Tambang Rakyat di Aceh: Potensi, Prospek, dan Tantangan |
![]() |
---|
Proposal Trump, Otoritas Teknokratis, dan Prospek Damai Palestina |
![]() |
---|
MSAKA21 - Kerajaan Lamuri: Maritim, Inklusif, dan Terbuka – Bagian XII |
![]() |
---|
Kekonyolan Bobby dan “Hikayat Ketergantungan”: Yunnan, Bihar, Minas Gerais, dan Aceh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.