Pojok Humam Hamid
Racikan Xi Jinping Untuk Cina Abad 21: Komunis, Konfucius, dan Sun Tzu
Komunisme dalam tangan Xi bukanlah dogma ekonomi seperti era Mao, melainkan alat manajerial untuk menjaga stabilitas, kontrol sosial..
Ketika Barat sibuk dengan krisis domestik, Cina hadir dengan tawaran “ ketertiban baru” berbasis pembangunan ekonomi dan stabilitas otoriter.
Xi sangat menguasai seni memainkan waktu, momentum, dan persepsi.
Ia tahu bahwa kekuatan tak selalu ditunjukkan dengan senjata, tetapi lewat konsistensi pesan, kendali narasi, dan kesabaran.
Strategi luar negeri Cina tampak sabar tapi pasti—menghindari konflik langsung tapi selalu memperluas ruang pengaruh.
Dalam kerangka Sun Tzu, ini adalah seni memenangkan tanpa bertempur.
Hasilnya?
Lihatlah hari ini hampir semua benua Afrika telah menjadi “sphere of influence” -wilayah pengaruh Cina, yang sangat kental. Bukti yang paling kasat mata, yakni Afrika adalah sumber bahan baku sekaligus pasar barang-barang industri Cina.
Baca juga: Kontroversi Menggelegar Zohran Mamdani di New York: Saya Akan Tangkap PM Israel- Benyamin Netanyahu
Tak hanya itu, kunci konektivitas Afrika hari ini juga nyaris sepenuhnya dikuasai Cina. Tak kurang dari 40 pelabuhan besar yang tersebar di berbagai negara Afrika, adalah milik Cina, dioperasikan oleh Cina, atau kerjasama antara Cina dan negara yang bersangkutan.
Ketegasan Cina di Laut Cina Selatan, ekspansi teknologi 5G, hingga dominasi rantai pasok global adalah bagian dari taktik ini—semua diorkestrasi dengan kalkulasi, bukan reaksi.
Kombinasi antara komunis, Konghucu, dan Sun Zu inilah yang menjelaskan mengapa kepemimpinan Xi begitu dominan, baik di dalam negeri maupun dalam posisi Cina di dunia.
Ketiga komponen itu menyasar dimensi yang berbeda namun saling menopang: komunisme untuk struktur dan legitimasi kekuasaan, Konghucu untuk membangun moralitas dan identitas nasional, Sun Tzu untuk menavigasi geopolitik dengan keamanan Tiongkok.
Bersama-sama, resep ini membentuk model kekuasaan yang kompleks, dan dalam banyak hal, lebih kohesif dibandingkan model-model demokrasi liberal yang kini dilanda fragmentasi internal.
Namun resep ini juga mengandung risiko.
Ketika pertumbuhan ekonomi melambat dan ketidaksetaraan sosial meningkat, legitimasi partai dan pidato moral Konfusius bisa diuji.
Jika rakyat merasa janji kesejahteraan tidak ditepati, maka semua lapisan ideologis yang dibangun Xi bisa retak.
pojok humam hamid
Humam Hamid
Opini
opini serambinews
Meaningful
komunis
Konfucius
Cina
Serambinews.com
Serambi Indonesia
Xi Jinping
MSAKA21: Peureulak dan Samudera Pasai, Poros Mula Islam Nusantara - Bagian XIII |
![]() |
---|
Tambang Rakyat di Aceh: Potensi, Prospek, dan Tantangan |
![]() |
---|
Proposal Trump, Otoritas Teknokratis, dan Prospek Damai Palestina |
![]() |
---|
MSAKA21 - Kerajaan Lamuri: Maritim, Inklusif, dan Terbuka – Bagian XII |
![]() |
---|
Kekonyolan Bobby dan “Hikayat Ketergantungan”: Yunnan, Bihar, Minas Gerais, dan Aceh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.