KUPI BEUNGOH
Syarifah Aceh: Dari Benteng Seuneulop ke Kampus Gadjah Mada
peran perempuan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan fondasi penting dalam membangun peradaban yang lebih maju dan bermartabat
Oleh: Said Ardiansyah bin Tamren Al-Aydrus*)
Tokoh-tokoh perempuan pejuang dari Aceh memiliki peran yang signifikan dalam sejarah perjuangan melawan kolonialisme, khususnya pada periode akhir abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20.
Para perempuan ini menunjukkan keberanian, keteguhan, dan semangat patriotisme yang tinggi dalam mempertahankan kedaulatan Kesultanan Aceh Darussalam dari intervensi kolonial Hindia Belanda.
Di antara tokoh-tokoh tersebut, nama-nama seperti Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia menonjol sebagai simbol perlawanan dan keteguhan hati rakyat Aceh.
Selain itu, sejumlah perempuan dari kalangan keluarga Asyraf Aceh juga turut berperan aktif dalam perjuangan di medan jihad, baik secara langsung, melalui pertempuran maupun tidak langsung, melalui Dakwah Islamiyah.
Kiprah mereka mencerminkan peran strategis perempuan Aceh dalam dinamika sosial, politik, dan militer pada masa kolonial, serta menegaskan bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan bukan hanya domain kaum laki-laki, melainkan juga bagian integral dari kontribusi perempuan dalam sejarah bangsa Indonesia.
Dalam sejarah perjuangan Aceh melawan kolonialisme Hindia Belanda, tercatat adanya peran aktif sejumlah syarifah atau sayidah, yakni perempuan keturunan Rasulullah SAW.
Salah satu tokoh yang patut mendapat perhatian adalah seorang syarifah, saudari dari Habib Samalanga, yang turut berjuang secara langsung dalam perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda.
Meskipun catatan tertulis mengenai sosok syarifah ini masih terbatas, sumber-sumber kolonial dan catatan lokal menunjukkan bahwa ia memiliki peranan penting dalam mempertahankan kedaulatan Aceh pada masa akhir abad ke-19.
Jejak perjuangannya tidak dapat dipisahkan dari konteks keluarganya.
Sebab, Habib Samalanga yang merupakan saudara kandungnya, dikenal sebagai salah satu tokoh pejuang terkemuka yang gugur (syahid) pada tahun 1892 M.
Baca juga: Prabowo Resmi Anugerahkan Gelar Pahlawan
Keduanya merepresentasikan keterlibatan keluarga Asyraf Aceh dalam mempertahankan kehormatan, agama, dan kemerdekaan wilayahnya dari penetrasi kolonial.
Dalam buku "De Toekoe Oemar Politiek" dijelaskan peran penting seorang syarifah dalam perlawanan terhadap kolonial Hindia Belanda.
Syarifah tersebut memimpin perlawanan terhadap pasukan yang dipimpin Teuku Umar Johan Pahlawan, yang saat itu ditugaskan oleh Gubernur Militer Hindia Belanda di Aceh untuk menumpas kelompok perlawanan yang dipimpin oleh syarifah tersebut di wilayah Montasik, Aceh Besar.
Catatan buku ini menyoroti keberanian dan keteguhan syarifah dalam menghadapi pasukan kolonial, serta menunjukkan bahwa perlawanan di Aceh tidak hanya dilakukan oleh tokoh laki-laki, tetapi juga melibatkan perempuan dengan peran strategis dan heroik.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Said-Ardiansyah-bin-Tamren-Al-Aydrus-Pengurus-di-Yayasan-Asyraf-Aceh-Darussalam.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.