Kupi Beungoh
USK dan Diplomasi Blue Carbon Indonesia–Korea
Kehadiran SNU dan KOICA menunjukkan bahwa isu mangrove dan blue carbon kini bukan lagi wacana lokal, tetapi agenda geopolitik.
*) Oleh: Prof Muhammad Irham
SAAT saya melihat layar besar di ruang konferensi yang bertuliskan: Korea–Indonesia Cooperative Project on Sustainable Silvofishery and Blue Carbon (SBC Project), mencerminkan sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar pembukaan workshop.
Ia merupakan simbol dari bagaimana riset, kolaborasi internasional, dan diplomasi ilmu pengetahuan bertemu untuk menjawab tantangan paling mendesak abad ini, yaitu perubahan iklim.
Ia bukan hanya agenda kerja sama riset, tetapi bagian dari reposisi Indonesia dalam percaturan global blue carbon dan di dalamnya, Universitas Syiah Kuala (USK) tampil sebagai aktor kunci.
Proyek yang berlangsung 4–7 November 2025 di Sumatra Utara ini mempertemukan lima institusi akademik penting, yaitu USU sebagai tuan rumah, USK, UNAND, IPB University, serta Seoul National University (SNU) yang datang bersama dukungan penuh KOICA (Korea International Cooperation Agency).
Kehadiran SNU dan KOICA menunjukkan bahwa isu mangrove dan blue carbon kini bukan lagi wacana lokal, tetapi agenda geopolitik yang menyatukan kepentingan sains, konservasi, dan diplomasi pembangunan.
Sejak awal, arah kerja sama ini jelas, yaitu menguatkan riset silvofishery berkelanjutan dan memperdalam pemahaman ilmiah tentang carbon stock dan CO₂ flux di ekosistem mangrove Indonesia.
Indonesia memiliki sekitar 25 persen mangrove dunia, dan perannya sebagai penyimpan karbon biru terbesar menjadikan negara ini pusat perhatian dalam mitigasi perubahan iklim global.
Namun, kehadiran USK dalam konsorsium ini tidak terjadi begitu saja. Ada kepemimpinan akademik yang berpikir jauh ke depan.
Partisipasi USK dalam SBC Project merupakan hasil arahan langsung Rektor USK, Prof. Dr. Marwan, yang sejak awal mendorong agar USK tampil lebih aktif dalam riset-riset strategis bertaraf internasional, terutama yang terkait kelautan, pesisir, perikanan dan perubahan iklim.
Di bawah arahannya, USK membuka ruang kolaborasi internasional secara lebih agresif, memfasilitasi peneliti lintas fakultas, dan mendorong integrasi riset lokal ke dalam jejaring global.
USK sebagai Penggerak Pengetahuan dan Lapangan Riset Strategis
Dalam penandatanganan kontrak kerja sama pada 6 November 2025, USK diwakili oleh Prof. Dr. Ir. Muhammad Irham.
Ini adalah momen penting yang bukan hanya berbicara tentang komitmen, tetapi juga kapasitas akademik USK dalam riset mangrove, pesisir, kelutan dan perikanan serta perubahan iklim.
Dengan proyek penelitian berjudul “Estimation of Carbon Stock and CO₂ Flux in Mangrove Ecosystems, Kuala Gigieng Mangrove Area, Aceh, Indonesia”.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Prof-Dr-Ir-Muhammad-Irham-SSi-MSi-0101.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.