Jurnalisme Warga
Saat Sawah Tandus Disulap Jadi Wisata Selfie
Tempat wisata ini masih terbilang baru karena dibuka pada Agustus 2020.Saat pertama kali masuk ke Svargabumi
FERI IRAWAN, S.Si., M.Pd., Kepala SMKN 1 Jeunieb, melaporkan dari Magelang, Jawa Tengah
Sekarang saya sudah punya alasan kerinduan tentang Jogja, kota yang dikenal dengan ribuan ‘bangjo’ (lampu merah). Antarbangjo hanya berjarak sekian meter. Setiap terjebak di sana dan panas matahari lagi menyerang, tensi orang akan meninggi. Sedetik saja lampu hijau menyala, klakson akan bersahutan.
Kota ini berhasil membuatku terkesan. Terlebih saat menelusuri berbagai sudut kota pada 5 Oktober 2025 bersama Aura, anak sulung saya yang sedang kuliah di S-1 Kriya Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Selalu ada cerita bersama Aura di setiap sudut Kota Gudeg ini. Semua sudut Jogja adalah seni dan sejarah.
Meski tak sesempurna orang yang jatuh cinta, Jogja telah mengukir memori indah di benakku bersama Aura.
"Dan ternyata, tanpa sadar keluh kesah selama di perkuliahan ini tetap berhasil Aura jalani,” jelasku pada Aura.
Kewajiban yang penuh beban, yang harus dijalani, yang banyak menciptakan keluh kesah. Pada akhirnya beban itu tetap dikerjakan dan selesai tanpa harus diultimatum. Yang awalnya terpaksa, lama-lama terbiasa. Tanpa sadar, Jogja telah membentuk kedewasaan Aura.
Besoknya (6/10/2025), Aura mengajak saya ke Magelang. Sebagai salah satu destinasi wisata, Magelang punya banyak sekali daya tarik wisata. Candi Borobudur menjadi daya tarik wisata yang telah tersohor hingga mancanegara. Tempat yang sarat dengan nilai sejarah ini seakan seakan menjadi tujuan utama para wisatawan saat berkunjung ke Magelang.
Akan tetapi, Aura mengajak saya ke Svargabumi, bukan ke Candi Borobudur. Kata Aura, Svargabumi menawarkan sejumlah spot berfoto atau selfie di tengah hamparan persawahan seluas 3 hektare dan berjejer hampir 30-an spot foto.
Tempat wisata ini masih terbilang baru karena dibuka pada Agustus 2020.
Svargabumi berada di Dusun Ngaran, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Atau sekitar 2 km dari Candi Borobudur. Waktu tempuh dari Candi Borobudur menuju Svargabumi hanya sekira lima menit.
Dari Candi Borobudur, kami hanya perlu mengarahkan kendaraan ke arah selatan. Sampai di perempatan, belok ke kanan dan melaju terus sekira 300 meter. Tujuan kami berada di sebelah kiri jalan. Ya, Svargabumi berlokasi di pinggir jalan raya dan bersebelahan dengan Balkondes Borobudur.
Saat pertama kali masuk ke Svargabumi, saya dan Aura langsung disambut hamparan persawahan mahaluas. Lantas ada spot foto berupa pintu ‘gebyok’ yang biasanya terdapat pada rumah adat Jawa. Pintu ‘gebyok’ ini langsung berhadapan dengan kompleks persawahan.
Saya mulai menjelajahi spot-spot yang tersedia di Svargabumi. Mulai dari spot kolam renang, sofa, aneka kursi, ‘hammock’, hingga ayunan dengan dominasi warna putih ada di Svargabumi. Karena spot ini ada di tengah sawah, tenang, sudah disediakan jalan yang terbuat dari kayu. Saya hanya perlu menyusurinya untuk sampai ke sejumlah spot foto.
Salah satu spot yang menjadi favorit saya adalah spot ayunan dan ‘hammock’ di area bawah. Selain bisa mendapatkan semua lanskap, spot di sani lebih instagenik. Bahkan, jika jeli saat memotret, kita akan mendapatkan hasil foto dengan ‘angle’ seperti kompleks persawahan di Ubud, Bali, lengkap dengan pohon kelapa yang menjulang tinggi.
Pemandangan lain yang tak kalah menakjubkan adalah Candi Borobudur serta Bukit Menoreh. Tak heran, bagi sebagian pengunjung, berwisata ke Svargabumi adalah salah satu cara terbaik menikmati kemegahan Candi Borobudur dari kejauhan.
Walau dibangun di atas pesawahan, tapi spot-spot modern ini tidak merusak lingkungan. Sebab, pembangunannya juga mengatur pola tanam sawah yang ada. Tak heran, jika ada beberapa lokasi yang tanaman padinya baru saja ditanam, mulai menghijau, bahkan menguning tanda siap dipanen.
Yang bikin saya takjub adalah konsepnya. Konsep ‘back to nature’, yang dikombinasikan dengan arsitektur-arsitekturnya.
Menurut salah satu ‘owner’ Svargabumi, Widi Sasongko, Svargabumi ingin menawarkan sebuah alternatif tempat wisata kekinian bagi wisatawan yang ingin berada dekat dengan alam.
Nama Svargabumi sendiri diambil dari campuran bahasa Sansekerta yang berarti surga dan keindahan.
Svarga itu berasal dari bahasa Sansekerta, artinya surga. Bagi mereka, artinya itu suatu keindahan. Sedangkan, Bumi, ya di Bumi. Jadi, suatu keindahan, bagi penduduk desa setempat, bagaikan satu serpihan keindahan surga yang ada pada Bumi Pertiwi di Borobudur itu.
Menjadi peluang
Saat banyak orang memandang sawah tandus hanya sebagai lahan kering yang sulit diolah, justru Kunti Cahyono, sang konseptor, melihat mutiara tersembunyi.
Dari situlah lahir sebuah ide menyulap persawahan di sekitar Borobudur menjadi destinasi wisata yang memadukan keindahan alam dan kreativitas.
Bersama timnya, ia memulai perjalanan dengan tekad sederhana: menghadirkan tempat wisata tidak hanya indah dipandang, tetapi juga memberi mamfaat nyata bagi warga sekitar.
Lokasinya strategis, dikelilingi panorama megah. Candi Borobudur di utara dan Bukit Manoreh di selatan hingga gunung merapi dan gunung lain yang tampak megah dari kejauhan.
Semua itu jadi modal utama untuk mengemas konsep wisata selfie di tengah hamparan sawah dan pohon sengon.
Ia mengajak pemilik lahan dan para petani ikut serta. Polanya sederhana, tapi penuh dampak. Lahan disewa dan petani tetap bisa menanam dan memanen. Bibit dan pupuk disediakan. Sedangkan hasilnya dinikmati bersama. Dengan begitu, lahirlah rasa memiliki yang kuat.
Masyarakat merasa ini bukan hanya proyek wisata, melainkan juga milik bersama. Tidak berhenti di situ, warga juga diberi ruang membuka warung di area wisata. Lapangan kerja terbuka, ekonomi desa bergerak, dan wisata ini menjadi bagian dari ekosistem Borobudur tanpa bersaing dengan bisnis lokal seperti ‘homestay’ atau rumah makan. Konsepnya tetap jelas, wisata selfie di persawahan, sederhana dan berkarakter.
Pengembangan agrowisata
Melansir detik.com yang diakses 17 Oktober 2025, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa agrowisata memberikan kontribusi positif bagi daerah dan masyarakat.
Pengembangan agrowisata berpeluang untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, menyerap tenaga kerja utamanya di perdesaan, menumbuhkan kecintaan generasi muda pada sektor pertanian, serta turut memajukan pariwisata di Indonesia.
Dian Yuanita Wulandari, anggota Asosiasi Logistik Indonesia menulis di detiknews bahwa agrowisata memberi angin segar bagi kelesuan ekonomi saat ini. Jika diupayakan dengan maksimal, maka akan memberikan ‘multiplier effects’ yang besar.
Kehadiran agrowisata mampu membangun masyarakat desa, menggeliatkan kegiatan perekonomian, melestarikan lingkungan secara gotong royong, hingga turut andil dalam menjaga ketahanan pangan bangsa.
Dari kisah ini, ada satu pelajaran berharga dari pemilik usaha. Sebuah bisnis akan lebih kokoh bila dibangun dengan keberpihakan pada lingkungan dan masyarakat sekitar. Tidak hanya soal mencari untung, tapi juga soal menciptakan nilai yang bertahan lama.
Kalau sebidang sawah tandus saja bisa disulap jadi destinasi wisata yang menghidupi banyak orang, bayangkan apa yang bisa lahir dari ide-ide kreatif Anda sendiri?
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/FERI-IRAWAN-Magelang.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.