Mihrab

Islam Menolak Segala Perundungan, Tgk Ari Woyla: Hentikan Bullying, Jangan Jadi Penonton Bisu

Sekolah, dayah, keluarga, dan masyarakat semestinya menjadi ruang aman bagi semua, bukan arena di mana yang kuat menindas yang lemah.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Ketua DPW Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh Barat, Tgk Ari Woyla 

Islam Menolak Segala Perundungan, Tgk Ari Woyla: Hentikan Bullying, Jangan Jadi Penonton Bisu

SERAMBINEWS.COM - Fenomena bullying atau perundungan masih kerap terjadi.

Tindakan yang sering dianggap sepele ini sejatinya bukan sekadar ejekan atau candaan ringan, tetapi merupakan bentuk kekerasan yang merampas rasa nyaman, mengikis harga diri, dan meninggalkan luka batin mendalam.

Luka itu mungkin tak tampak, tetapi membekas lama dalam hati korbannya.

Ketua DPW Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh Barat, Tgk Ari Woyla, menegaskan bahwa masyarakat sering menganggap remeh perundungan, baik di sekolah, dayah pesantren, tempat kerja, maupun dunia maya. 

“Kita sering menutup mata dengan alasan ‘itu hal biasa’ atau ‘biar kuat mental’. Padahal, kata-kata merendahkan dan tindakan mengucilkan bisa menghancurkan kepribadian seseorang sedikit demi sedikit,” ujarnya.

Ironisnya, pelaku perundungan sering merasa berkuasa, sementara lingkungan sekitar menjadi penonton bisu.

Padahal, diamnya kita adalah bentuk dukungan tak langsung terhadap pelaku.

Sekolah, dayah, keluarga, dan masyarakat semestinya menjadi ruang aman bagi semua, bukan arena di mana yang kuat menindas yang lemah.

Menurut Tgk Ari Woyla, bentuk bullying kini semakin beragam.

Di sekolah atau pesantren, panggilan ejekan seperti “idiot,” “gemuk,” “kampret,” “cebong” atau menyebut nama ayah teman dengan nada menghina telah menjadi kebiasaan yang menular.

“Bahayanya, dampak bullying tidak hanya pada fisik. Dari sisi psikologis, korban dapat mengalami perasaan rendah diri, trauma, depresi, dan kecemasan,"

"Dalam jangka panjang, mereka bisa menarik diri dari pergaulan, kehilangan kepercayaan diri, serta kesulitan membangun hubungan sosial karena rasa percaya dan rasa aman telah hilang dari lingkungannya,” paparnya.

Karena itu, Tgk Ari Woyla menegaskan, bullying tidak bisa dibiarkan terus-menerus terjadi dan merambat ke berbagai lini kehidupan.

Jika dibiarkan, maka perilaku ini akan diwarisi oleh generasi berikutnya, sehingga rantai perundungan terus berkembang di semua kalangan. 

Islam dengan tegas menolak segala bentuk kekerasan dan penghinaan antar sesama manusia.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 11: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok…,”

Imam At-Thabari dalam Jami’ul Bayan menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan larangan saling mencemooh, baik karena perbedaan status sosial, ekonomi, maupun latar belakang lainnya.

 Menghina orang lain, sekecil apa pun, sama saja dengan merendahkan diri sendiri di hadapan Allah.

Islam menuntun umatnya untuk menghormati sesama, menumbuhkan kasih sayang, dan menjauhkan diri dari ucapan maupun perbuatan yang menyakiti hati orang lain.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya disakiti.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Sudah saatnya kita berhenti menormalisasi kekerasan dalam bentuk apa pun. Banyak kejadian memilukan yang timbul akibat bullying. Mari berhenti menjadi penonton dan mulai menjadi pelindung,” ajak Tgk Ari Woyla.

Ia mengingatkan bahwa keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Orang tua harus menjadi teladan dalam berkata lembut, menghargai perbedaan, dan menanamkan nilai kasih sejak dini.

Anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kasih tidak akan tumbuh menjadi penindas.

Sementara di lembaga pendidikan, guru dan pimpinan sekolah atau pesantren perlu membuat aturan tegas terhadap pelaku bullying dan memperkuat pendidikan akhlak.

Pendidikan karakter tidak boleh berhenti di teori, tetapi harus menjadi budaya hidup sehari-hari.

Sedangkan pemerintah juga perlu hadir dengan kebijakan tegas, penyuluhan, dan penanganan psikologis bagi korban maupun pelaku.

“Kolaborasi semua pihak sangat dibutuhkan untuk memutus rantai bullying. Dengan saling menjaga, saling mengingatkan, dan saling memotivasi dalam kebaikan, upaya memberantas perundungan akan lebih mudah tercapai,” pungkas Tgk Ari Woyla.(ar)

Baca dan Ikuti Berita Serambinews.com di GOOGLE NEWS 

Bergabunglah Bersama Kami di Saluran WhatsApp SERAMBINEWS.COM

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved