Salam

Dana Desa Mengendap, Yang Cair pun tak Jelas

Data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh menyebutkan ada Rp 1,7 triliun

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/SENI HENDRI
Warga Datangi Kejari Aceh Timur Soal Dana desa 

Data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh menyebutkan ada Rp 1,7 triliun dana bantuan desa (bandes) 2017 yang belum dilaporkan penggunaannya atau masih mengendap di rekening desa. “Ini memunculkan tanda tanya besar bagi kami apakah dana itu belum digunakan untuk program pembangunan desa sehingga masih mengendap di rekening atau sudah digunakan tapi belum dibuat laporannya,” kata Kepala DPMG Aceh, Prof Dr Ir Amhar Abubakar MSc.

Pusat sudah menyalur dana bandes tahap I tahun 2017 untuk 23 kabupaten/kota di Aceh sebesar Rp 2,936 triliun dari pagu Rp 4,893 triliun. Yang tersalur ke gampong sudah mencapai Rp 2,811 triliun atau 95,77 persen untuk 6.219 gampong dari total 6.497 gampong di Aceh. Dana yang baru digunakan cuma Rp 1,1 triliun. “Itu artinya masih ada Rp 1,7 triliun lagi yang belum dilaporkan penggunaannya atau masih mengendap di rekening desa,” kata Amhar.

Gara-gara “endapan” itu, pencairan dana tahap II bisa terhenti. Sebab, persyaratan untuk bisa menerima pencairan dana bandes tahap II wajib ada laporan penggunaan dana tahap I. Kalau menurut jadwal, laporan penggunaan dana bandes tahap I harusnya sudah masuk ke kabupaten/kota dan provinsi pada Agustus lalu untuk diteruskan kepada Kementerian Desa dan Kementerian Keuangan. Tapi, yang terjadi hingga akhir Oktober 2017, bukan laporan penggunaan yang masuk, malah dana masih mengendap.

Ada banyak suara yang menunding “macetnya” program dana desa karena ketidakmampuan manajerial para kepala desa atau keuchik. Tapi, di sisi lain, soal kelemahan sumberdaya para kepala desa itu sudah diantisipasi pemerintah dengan menyiapkan pendamping ahli di tingkat kabupaten, kecamatan, hingga desa. Kalau begitu siapa yang tidak bekerja?

Sumber yang dikutip harian ini kemarin secara tegas mengatakan, “Bukan pekerjaan gampang bagi masyarakat untuk melaksanakan program dengan sumber dana bandes. Butuh proses panjang sejak dari merancang program, pencairan dana, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Semua itu dilakukan di bawah bayang-bayang ketakutan atau konsekuensi hukum jika terjadi kesalahan.”

Ya, saat ini posisi keuchik memang serba salah. Di satu sisi, keuchik dibayang-bayangi ketakutan salah dalam penggunaan anggaran, dan di sisi lain ia dianggap warganya tidak cakap menjalankan program yang dibutuhkan masyarakat desa. “Ini bisa memunculkan konflik warga dengan keuchik atau aparat desa, karena dianggap tidak mampu merealisasikan anggaran secara efektif,” kata Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Provinsi Aceh, Muksalmina.

Kemudian, yang menjadi kekhawatiran bukan soal dana yang belum cair. Akan tetapi, dana yang sudah cair pun belum tentu tidak bermasalah. Sebab, ada banyak kepala desa dan aparatnya kini sudah bermasalah dengan hukum.

Harapan kita, dana itu tetap saja dapat terealisir menjadi program-program dan proyek-proyek yang bermanfaat langsung untuk kesejahteraan masyarakat desa. Karenanya, tenaga dan proses pendampingan harus ditambah serta ditingkatkan lagi. Sebab, kita maklum, sebagai program baru, apalagi bagi para kepala desa, tentu tak mungkin langsung lancar. Tapi, kita yakin, jika program ini berlanjut, maka di tahun kedua dan ketiga akan lebih lancar. Yang penting pengawasan harus tetap ketat!

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved