Salam
Ayah Mestinya Pelindung, Bukan Pembunuh!
Peristiwa tragis di Dusun Blok B, Gampong Sineubok Pusaka, Aceh Selatan, bukan sekadar kisah kriminal. Ia adalah alarm keras
Delapan bulan. Itulah usia Rifki Saputra ketika nyawanya direnggut oleh tangan yang seharusnya melindungi, ayah kandungnya sendiri. Peristiwa tragis di Dusun Blok B, Gampong Sineubok Pusaka, Aceh Selatan, bukan sekadar kisah kriminal. Ia adalah alarm keras tentang runtuhnya nilai-nilai dasar dalam keluarga.
Rifki tidak meminta dilahirkan. Ia tidak tahu bahwa tangis kecilnya di pagi itu akan menjadi yang terakhir, hanya karena dianggap “mengganggu.” Ia tidak punya kekuatan untuk melawan, bahkan untuk membela diri. Yang ia miliki hanyalah harapan; orang-orang terdekatnya akan mencintainya tanpa syarat.
Namun harapan itu dipatahkan dengan kejam. Kekerasan dalam rumah tangga, apalagi terhadap anak, adalah cermin retak dari masyarakat yang mulai kehilangan empati dan kendali diri. Tidak cukup kita hanya mengutuk pelaku. Kita harus bertanya: mengapa ini bisa terjadi?
Kita hidup di tengah masyarakat yang masih menganggap urusan rumah tangga sebagai urusan privat, tak perlu dicampuri. Tetapi kekerasan terhadap anak bukan urusan pribadi. Ia adalah kegagalan kolektif—dari keluarga, masyarakat, hingga negara—dalam menjamin hak hidup, tumbuh, dan berkembang bagi anak-anak.
Negara melalui Undang-Undang Perlindungan Anak sudah memberikan payung hukum yang jelas. Tapi hukum saja tidak cukup. Perlu pendidikan emosional, pemulihan nilai-nilai keluarga, serta kesadaran kolektif bahwa anak-anak bukan milik pribadi orang tua semata, tetapi amanah yang harus dijaga oleh seluruh lapisan masyarakat.
Rifki sudah tiada. Kita tidak bisa mengembalikannya. Tapi kita bisa memastikan agar tidak ada Rifki-Rifki lain yang harus meregang nyawa karena orang dewasa yang kehilangan nurani.
Sebelumnya diberitakan, seorang ayah di Dusun Blok B, Gampong Sineubok Pusaka, Trumon Timur, Aceh Selatan, Marwanto (30), tega menganiaya anaknya sendiri yang masih bayi hingga meninggal dunia. Korban bernama Rifki Saputra dan baru berusia 8 bulan.
Hal ini terungkap dalam konferensi pers Kapolres Aceh Selatan, AKBP T Ricki Fadlianshah S.I.K, didampingi Wakapolres Kompol Erwin Aldro, Selasa (16/9/2024), di Aula Bharadaksa Polres. Juga turut mendampingi Kasat Reskrim Iptu Narsyah Agustian dan Kasie Propam Iptu Mujiburrahman.
Kapolres membeberkan, peristiwa itu terjadi, Sabtu (16/8/2025) pagi. Saat itu, istri pelaku, Rena Maryani, sedang pergi ke warung bersama anak pertamanya. Sementara suami (pelaku) berada di rumah bersama anaknya yang masih bayi.
Saat ditinggal, Kapolres melanjutkan, korban yang berada di ayunan menangis. Merasa kesal, ayah kandungnya lalu menutup wajah bayinya itu dengan kain ayunan dan menekannya menggunakan tangan kanan hingga korban tak lagi bergerak.
“Setibanya ibu korban kembali ke rumah, ia mendapati bayinya sudah tidak bernyawa di dalam ayunan. Sementara pelaku melarikan diri bersama anak pertamanya menuju rumah orang tuanya,” terang Kapolres.
Kasus ini lalu dilaporkan ke polisi. Mendapat laporan tersebut, jajaran Polres bergerak cepat. Tim gabungan dibentuk untuk mengejar pelaku ke berbagai arah. “Pelaku berhasil diamankan tanpa perlawanan, sekitar pukul 12.00 WIB di Jalan Medan-Banda Aceh, Gampong Mutiara, Kecamatan Sawang,” kata Kapolres. Nah, sekarang kita tinggal menunggu hukuman yang setimpal. Semoga!
POJOK
Ketua KPU RI akhirnya minta maaf atas putusannya rasasiakan ijazah Capres-Cawapres
Sikap KPU memihak saat Pilpres juga tak perlu dirahasiakan, kan?
Seorang petani di Bener Meriah diserang beruang
Beruang di sini, bukan berarti memiliki uang, tahu?
Papua Nugini izinkan Australia rekrut warganya jadi tentara
Hehehe, kayak jualan barang ekspor saja
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.