Mitos Seputar Kehamilan, Makan Dua Kali Lebih Banyak Hingga Dilarang Naik Pesawat
Intinya, diet makanan sehat biasa -yang tentunya tidak bertujuan menurunkan berat badan- akan menguntungkan ibu dan bayi.
SERAMBINEWS.COM - Banyak yang bilang perempuan hamil akan mengalami berbagai perubahan besar dalam hidupnya. Mulai dari harus makan dua kali lebih banyak hingga tidak boleh naik pesawat. Namun, apakah ini benar? BBC Future merangkum sejumlah mitos tentang kehamilan.
Makan dua kali lebih banyak
Secara ilmiah ternyata perempuan tidak memerlukan banyak kalori tambahan tatkala hamil, bahkan pada trimester ketiga kehamilan.
Jika biasanya perempuan direkomendasikan mengonsumsi 2.000 kalori per hari, maka jika hamil mereka hanya perlu menambah 200 kalori. Jumlah itu setara dengan sebuah roti bagel atau sesendok makan mayones!
Calon ibu juga bisa tetap melanjutkan diet mereka sehari-hari, tanpa mengurangi tumbuh kembang calon bayi.
Intinya, diet makanan sehat biasa -yang tentunya tidak bertujuan menurunkan berat badan- akan menguntungkan ibu dan bayi.
Dari penelitian terhadap 7.000 perempuan yang tetap melanjutkan pola makan biasa mereka ketika hamil ternyata mengalami kenaikan berat badan yang 3,84 kg lebih rendah dibandingkan dengan perempuan hamil yang mengubah pola makan.
Dalam studi ini terlihat bahwa, berat bayi baru lahir dari calon ibu dengan pola makan biasa tidak berbeda dengan ibu yang makan dua kali lebih banyak. Bahkan, makan wajar bisa mengurangi risiko preeklamsia, penyakit tekanan darah yang kerap muncul sebagai salah satu efek dari kehamilan.
Nyeri haid hilang
Banyak yang bercerita bahwa nyeri perut saat haid akan sirna setelah melahirkan. Rasa sakit yang dialami ketika haid sebenarnya berbeda-beda antara perempuan, bahkan pada sebagian perempuan yang "beruntung", yaitu yang jarang atau tidak pernah merasakan nyeri haid sama sekali.
Berdasarkan hipotesis, nyeri haid akan berkurang seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia.
Pada 2006, sebuah tim di Taiwan melakukan penelitian pada perempuan berusia di atas 40 tahun, dan memang menemukan fakta bahwa nyeri yang mereka alami berkurang seiring penuaan, bahkan bagi mereka yang tidak memiliki anak.
Temuan ini menimbulkan pertanyaan baru, apakah sebenarnya pertambahan umur atau karena faktor melahirkan yang membuat nyeri berkurang.
Untuk mencari tahu jawabannya, tim tersebut meneliti 3.500 perempuan selama delapan tahun.
Sepanjang waktu itu, ada yang melahirkan, dan mereka kemudian merasakan nyeri haidnya berkurang. Namun, kondisi ini ternyata tidak berlaku untuk semua orang.