Mengapa Sadisme Bisa Merajalela?

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tapaktuan menjatuhkan hukuman mati terhadap Edi Syahputra (25)

Editor: bakri
Edi Syahputra (25), Terdakwa kasus pembunuan mertua dan dua anak pejabat Abdya dikawal ketat oleh aparat kepolisian saat mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Tapaktuan, Selasa (12/9). SERAMBI / TAUFIK ZASS 

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tapaktuan menjatuhkan hukuman mati terhadap Edi Syahputra (25) karena membunuh secara keji dua anak dan ibu mertua seorang pejabat di Aceh Barat Dayah (Abdya). Itulah yang menjadi berita utama (head line) halaman depan harian ini kemarin.

Kasus pembunuhan itu terjadi Selasa, 16 Mei 2017, pukul 01.17 WIB di rumah Hj Wirnalis di Jalan Lukman, Dusun III, Desa Meudang Ara, Blangpidie. Tiga yang meninggal adalah Habibi Askhar Balihar (8) dan Fakhrurrazi (12), keduanya anak Mulyadi (Kepala Bidang Pengairan pada Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang Abdya), dan ibu mertuanya, Hj Winarlis (62).

Para korban dihabisi secara sadis dan wajar jika kemudian si pelaku mendapat ganjaran hukuman mati. “Meski tak sebanding, karena saya kehilangan tiga orang yang saya cintai selama-lamanya, tapi vonis itu sedikit mengobati duka keluarga kami,” ujar Mulyadi seusai pembacaan vonis.

Lalu, masih di halaman utama, harian ini kemarin juga menyajikan berita tentang ditemukannya tiga mayat sekeluarga dalam satu ruko di Jalan Teuku Panglima Polem, Kampung Mulia, Banda Aceh. Ketiga korban diketahui sebagai suami, istri, dan seorang anak laki-lakinya.

Dari kondisi ketiga mayat dan keadaan lokasi penemuannya, jelas betul terlihat bahwa ketiganya adalah korban pembunuhan yang dilakukan secara sadis. Sampai petang kemarin, polisi masih mengusut kasus pembunuhan yang diduga dilakukan beberapa hari sebelumnya.

Kedua berita ini benar-benar sangat menyedot perhatian masyarakat. Ini terlihat dari banyaknya komentar warganet di media sosial. Dan, berita-berita terkait sadisme itu merupakabn berita paling banyak dibaca di Serambinews.com (media online). Sejak tayang, hingga tadi malam (20 jama), berita itu sudah dibaca sekitar 50 persen dari 23.000 visitor Serambinews.com.

Bukan hanya itu, tapi hampir setiap hari terjadi kasus-kasus sadistik di Aceh ini. Motivasinya macam-macam, ada perampokan, dendam keluarga, terkait narkoba, hingga bermotif seks dan asmara.

Bukan fenomena baru, tapi kuantitas dan kualitas sadisme itu terasa meningkat tajam dalam sepuluh tahun trakhir. Para peneliti menyebutnya sebagai salah satu ‘sisi gelap’ zaman now. Banyak orang sangat gampang menikmati atau bahkan melakukan berbagai bentuk kesadisan.

Padahal, dulu kita jarang sekali mendengar kasus-kasus sadis terjadi di daerah ini. Kehidupan realitas kita terpagari oleh nilai-nilai atau norma agama, sosial, dan budaya, baik dalam keluarga atau masyarakat.

Pertanyaan mengapa sadisme itu begitu merajalela. Seorang ilmuan barat menemukan salah satu jawaban. Rupanya, internet menjadi salah satu pendorong munculnya sadisme. “Para pengguna internet condong kepada dorongan sadisme yang tinggi.”

Oleh sebab itu, membendung internet tentu sesuatu yang sulit, bahkan nyaris tak mungkin di zaman sekarang. Mungkin, menguatkan kembali pemahaman norma agama, sosial, dan budaya dalam kehidupan menjadi hal paling efektif dan masuk akal. Nah??

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved