Salam
Harus Diawasi, Agar Netralitas KIP Terjaga
DPRA telah menetapkan tujuh orang komisioner Komisi Independen Pemlihan (KIP) Aceh untuk periode 2018-2023
DPRA telah menetapkan tujuh orang komisioner Komisi Independen Pemlihan (KIP) Aceh untuk periode 2018-2023. Ketujuh kemisioner itu adalah Munawarsyah SHI MA, Tharmizi, Ranisah SE, Muhammad SE AK MSM, Syamsul Bahri SE, MM, Agusni SE, dan Akmal Abzal SHI.
Anggota-anggota baru KIP Aceh tersebut merupakan orang-orang yang sudah berpengalaman dalam pelaksanaan maupun pengawasan pemilu. Sebab, mereka yang lulus tes uji kepatutan dan kelayakan itu, merupakan campuran dari kepengurusan anggota KIP Aceh dan Kabupaten/Kota, maupun Panwaslih, periode lima tahun lalu.
“Harapan kami kepada ketujuh anggota KIP Aceh yang baru ini, setelah di-SK-kan oleh KPU Pusat dan dilantik Gubernur Aceh, supaya menjalankan tugas secara ikhlas, jujur, transparan, akuntabel, efisien, efektif, profesional, dan kompak,” kata Wakil Ketua DPRA, Irwan Djohan.
Pesan yang paling penting dari DPRA, “Jangan ada perpecahan di kalangan anggota KIP hanya karena ingin membela kepentingan kelompok tertentu. Ini sangat dilarang. Kekompakan itu sangat penting. Terutama untuk membulatkan pengambilan keputusan yang benar berdasarkan hukum dan aturan yang berlaku, sehingga tidak mencederai demokrasi.”
Harapan semacam itu bukan cuma dari lembaga wakil rakyat, tapi masyarakat secara umum juga sangat mendambakan pemilihan anggota legislatif (pileg) tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, pusat, serta pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) tahun depan, dapat berjalan demokratis dan fair.
Ya, agar pileg dan pilpres itu terselenggara secara netral dan berkualitas tentu yang paling utama adalah pelaksananya harus memiliki integritas yang tinggi. Mereka tak gampang dipengaruhi melalui apapun, serta tak gentar terhadap intimidasi dan ancaman.
Kemudian, kita juga harus jujur bahwa netralitas dan kualitas hajatan demokrasi itu tidak hanya ditentukan oleh penyelenggaranya, tapi banyak pihak yang mempengaruhinya. Antara lain, masyarakat, parpol, pengawas, dan para konstestan pileg dan pilpres.
Ketidaknetralan pelaksana dan pengawas, paling sering menjadi pemicu munculnya konflik dan anarkisme terkait pemilu. Oleh karenanya, masyarakat jangan hanya menjadi pendukung kontestan, tapi juga harus menjadi pengawas yang baik. Lalu, agar bisa diawasi, maka masyarakat dan semua pihak yang terkait dengan pesta demokrasi ini harus disosialisasikan semua regulasi yang terkait dengan pemilu, termasuk regulasi tentang hak dan wewenang KIP dan Bawaslu. Sehingga, semua pihak akan tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Nah?!