Salam
Nova Harus Mulai Bangun Komunikasi dengan Dewan
DPRA melanjutkan sidang paripurna dengan agenda mendengar laporan Pansus 6 sampai 10 terhadap hasil pansus DPRA
DPRA melanjutkan sidang paripurna dengan agenda mendengar laporan Pansus 6 sampai 10 terhadap hasil pansus DPRA terhadap LHP BPK RI mengenai APBA 2017. Sidang lanjutan yang dinilai penting ini dijadwalkan berlangsung di gedung dewan pada Kamis dan Jumat (12-13/7).
Waki Ketua I DPRA Sulaiman Abda mengatakan, “Semua anggota meminta dilanjutkan pembacaan hasil Pansus ’dengan catatan’ sidang paripurnanya harus dihadiri Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Diharuskannya kehadiran Plt Gubernur supaya rekomendasi Pansus terhadap berbagai temuan dapat didengar langsung dan ditindaklanjuti oleh SKPA.”
Sebetulnya, kehadiran Plt Gubernur dalam sidang itu, maknanya tak sesederhana yang sebagaimana yang dikatakan pimpinan dewan tadui. Akan tetapi, lebih penting dari itu adalah ini sebagai momentum bagi Nova untuk membangun kembali komunikasi antara eksekutif dan legislatif yang selama ini “tidak nyambung”.
Miskomunikasi antara eksekutif dan legislatif Provinsi Aceh sudah terjadi sejak Aceh masih di bawah pimpinan Zaini Abdullah. Lalu, ketegangan itu berlanjut sampai ke pemimpinan Irwandi Yusuf yang klimaksnya adalah APBA 2018 dipergubkan. DPRA juga tak bergeming, mereka bereaksi dengan menggelar sidang interpelasi serta menggugat Pergub APBA secara hukum.
Ketika Gubernur Irwandi Yusuf sedang menjalani proses hukum di KPK, Wagub Nova Iriansyah yang telah memegang tugas resmi sebagai Plt Gubernur Aceh, diharapkan dapat membangun harmonisasi dengan legislatif. Dan, tentu saja, hubungan terbangun nantinya tidak menjurus kolutif sebagaimana pernah terjadi sebelumnya di Aceh dan daerah-daerah lainnya.
Secara akademis dijelaskan, pola hubungan legislatif dan eksekutif ada tiga bentuk. Pertama adalah pola searah positif. Pola ini sangat ideal karena terjadi hubungan saling sinergi antara dewan dan gubernur yang memiliki satu tujuan, yakni mengemban amanat rakyat. Kedua, pola konflik, yakni terjadi ketika legislatif dan eksekutif tidak memiliki tujuan yang sama dan masing-masing mengedepankan egonya. Ketiga, pola searah negatif. Pola ini antara legislatif dan eksekutif memiliki tujuan yang sama namun dalam hal negatif, seperti diam-diam bersepakat merampok uang rakyat.
Dari penjelasan itu, kita pasti sepakat apa yang terjadi Aceh belakangan ini adalah pola hubungan nomor 2. Eksekutif dan legislatif saling mempertahankan egonya.
Dan, kini solusi atas pola hubungan yang tak baik itu ada di tangan Nova, sang Plt Gubernur Aceh. Dan, perlu kita ingatkan bahwa komunikasi yang baik antara kedua lembaga itu bukan cuma komunikasi formal, namun juga komunikasi informal. Komunikasi informal terkadang jauh lebih mampu menyelesaikan banyak persoalan. Nah?!