Opini
Pentingnya Akhlak dan Pendidikan Karakter
KAMPANYE back to school (kembali ke sekolah) mengingatkan para orang tua, murid, guru dan seluruh pemangku
Oleh Yusra dan Hamdani
KAMPANYE back to school (kembali ke sekolah) mengingatkan para orang tua, murid, guru dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan di negeri ini, bahwa saatnya kembali ke sekolah dan meneruskan belajar segera dimulai. Setelah masa liburan panjang semester berakhir dan proses penerimaan murid/siswa/mahasiswa baru pun usai dilakukan, tentu saja setiap sekolah yang telah menuntaskan proses seleksi peserta didik baru (Tahun Ajaran 2018/2019), siap menyambut tamu baru mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara inplisit tersirat makna bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia pada hakikatnya untuk membentuk sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang memiliki karakter, watak serta berkepribadian yang baik, tangguh, ulet dan berwawasan kebangsaan. Hal ini dimaksudkan agar generasi bangsa Indonesia siap menghadapi tantangan masa depan, baik internal maupun eksternal (global) seperti kondisi saat ini.
Untuk mewujudkan visi tersebut, pemeritah telah merancang sistem pendidikan nasional dengan menitik-beratkan output dan outcome-nya pada tiga aspek utama, yaitu; aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude). Dengan pola ini diharapkan seorang peserta didik (murid/siswa) nantinya memiliki kualitas SDM yang siap melakukan perubahan yang lebih baik bagi negeri ini di masa yang akan datang.
Dari ketiga aspek utama di atas menunjukkan bahwa proses pembentukan nilai-nilai pada peserta didik semakin masif dan dilakukan secara terstruktur. Memang nilai pengetahuan dirasa masih menjadi satu faktor fundamental dalam berbagai model pendidikan. Dengan memiliki asupan pengetahuan yang cukup, maka ia akan mampu membangun pemikiran konstruktif dan positif bagi dirinya dan lingkungan di mana ia berada. Sehingga mereka akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi lingkungannya.
Begitu pentingnya kualitas intelektual yang harus dicapai oleh para peserta didik, maka tidak heran jika institusi pendidikan kita dewasa ini cenderung lebih memerhatikan aspek pembelajaran yang mengutamakan konten/materi pelajaran atau akademik dari pada aspek lainnya. Sebagai contoh, seorang murid/siswa yang memiliki nilai akedemiknya tinggi dapat dipastikan ia akan naik kelas meskipun apek moralnya (akhlak) di bawah standar. Sebaliknya seorang murid/siswa yang memiliki perilaku yang baik, sopan, (akhlak), namun nilai pengetahuannya rendah (di bawah standar), biasanya ia akan tinggal kelas.
Fenomena seperti itu kerap terjadi di sekolah-sekolah kita saat ini, dan sayangnya peserta didik yang nilai pengetahuannya rendah bahkan dianggap/divonis sebagai anak bodoh meskipun mereka cerdas secara moral (akhlak). Nah, lalu pertanyaannya adalah bagaimanakah yang dimaksud dengan pendidikan karakter yang didengung-dengungkan oleh pemerintah dan institusi pendidikan kita?
Pendidikan karakter
Secara konsep model pendidikan karakter sangat ideal dan relevan dengan kebutuhan dunia pendidikan serta visi dan misi bangsa Indonesia dewasa ini, bahkan jika model tersebut berhasil dilaksanakan dengan sempurna, maka SDM Indonesia akan memiliki keunggulan dari bangsa lain.
Pada 2009 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional menggulirkan wacana pendidikan karakter. Wacana ini bertujuan mengatasi kerusakan moral yang semakin melanda bangsa ini, terutama remaja atau generasi muda. Pendidikan karakter pada dasarnya lahir disebabkan karena hilangnya aspek nilai moralitas dalam dunia pendidikan kita. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sekolah lebih mementingkan pengembangan intelektualitas atau mengabaikan pembinaan akhlak (moral) secara serius dan terstruktur pula.
Padahal nilai-nilai akhlak (moral) sangat penting untuk menjamin kejujuran, ketertiban, keamanan, kedisiplinan, keadilan dan keharmonisan dalam hubungan sosial serta interaksi dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah (masyarakat). Apalah artinya seseorang memiliki kecerdasan intelektual tetapi mempunyai akhlak yang buruk. Banyak pejabat di negeri ini yang terjerat kasus korupsi, bukan karena mereka bodoh (intelektulitas rendah) tetapi karena moralnya rusak.
Maka, jika kita berkaca pada model pendidikan Rasulullah saw pada periode awal masa kerasulannya, sebelum beliau mengajarkan tentang keimanan (tauhid), terlebih dulu melakukan perbaikan akhlak (moral) para sahabat dan umat Islam. Bahkan banyak kaum Quraisy yang kemudian memeluk Islam karena ketertarikan mereka terhadap budi pekerti (akhlak) Rasulullah saw. Ketika moral atau akhlaknya telah bagus, maka aspek yang lain dengan mudah dapat dibentuk. Bagaimana seorang anak didik memiliki motivasi belajar tinggi, jika mereka tidak mempunyai kedispilan yang baik?
Lalu bagaimanakah metode pendidikan karakter yang efektif? Pertama sekali ketika kita bicara tentang pendidikan karakter, maka kita bicara tentang moral atau akhlak seperti apa yang ingin ditanamkan dalam pendidikan tersebut. Setelah itu kemudian kita mencari dan menentukan metode yang tepat dalam melakukan prosesnya. Inti dari pada pendidikan karakter sesungguhnya adalah bagaimana seharusnya memanusiakan manusia.
Mengutip Wikipedia, “pendidikan karakter merupakan bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan bagi generasi selanjutnya. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju ke arah hidup yang lebih baik.”
Menurut Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Menengah Kemdikbud RI, Anas M Adam, pembangunan kualitas manusia Indonesia harus disertai dengan pelaksanaan pendidikan karakter. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan karakter bangsa (Kompas.com, 22/11/2017). Dengan demikian jelas bahwa pemerintah memiliki keinginan yang kuat untuk mewujudkan pendidikan karakter sebagai basis pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
Oleh karenanya, kata Anas M Adam menambahkan, “keberhasilan pendidikan karakter bangsa di sekolah akan sangat tergantung pada peranan guru di sekolah, guru-guru selain mengajarkan materi pokok sesuai dengan bidang studinya, mereka juga harus mengisinya dengan pendidikan karakter yang sesuai dengan tema pembelajaran di kelas atau terintegrasi dalam pembelajaran.” Jadi strategi utama proses pendidikan karakter adalah guru/dosen.