Seminar Filantropi Islam, Akademisi Minta Pemerintah Aceh Lakukan Sensus Wakaf

Kepedulian Pemerintah Aceh ini penting karena tradisi filantropi yang kuat dalam masyarakat Aceh.

Editor: Zaenal
For Serambinews.com
Pemateri dan panitia Seminar Filantropi Islam usai kegiatan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Ar-Raniry, Kamis (25/10/ 2018). 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kalangan akademisi dan praktisi ekonomi Islam meminta Pemerintah Aceh untuk melakukan sensus wakaf, guna mendata kembali seluruh aset wakaf di Aceh.

Pendapat tersebut mengemuka dalam Seminar Filantropi Islam yang dilaksanakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Ar-Raniry bersama Center for Training and Research in Islamic Economic, Finance and Public Policy (Centriefp), Kamis (25/10/ 2018).

Dosen FEBI UIN Ar-Raniry, DR Hafas Furqani dalam siaran pers kepada Serambinews.com, mengatakan, seminar yang bertempat di Ruang Theater FEBI ini menghadirkan dua pembicara; Mahdi Muhammad, sebagai Pendiri dari Baitul Mal Barbatee, dan Fahmi M. Nasir, PhD candidate  dari IIUM Selangor, Malaysia.

Kedua narasumber merupakan pakar dan juga praktisi wakaf, sebagai salah satu instrumen filantropi Islam.

Tradisi filantropi Islam berakar dari semangat welfare society (masyarakat yang sejahtera) yang ingin diciptakan dalam system ekonomi Islam.

Berbeda dengan dengan sistem ekonomi kapitalis yang menitikberatkan pada pasar, dan juga sistem ekonomi sosialis yang melihat peran negara untuk menciptakan kesejahteraan.

(Baitul Mal Bahas Aktifitas Filantropi Muslim)

(Aksi Filantropi 212)

Dalam sejarah peradaban Islam, wakaf sudah dapat memenuhi berbagai beban hidup masyarakat seperti ibadah, pendidikan, kesehatan, dan juga ketersediaan barang publik, seperti jalan, jembatan, gedung universitas, sekolah, taman, dan lain-lain.

Menurut Mahdi Muhammad (Pendiri Baitul Mal Barbatee) ini berangkat dari pemahaman bahwa wakaf adalah bentuk ibadah yang tujuannya memberikan manfaat yang berterusan kepada masyarakat dengan cara menahan pokok harta, mengembangkannya dan menyalurkan manfaat kepada masyarakat untuk berbagai macam kebutuhan hidup.

Pengembangan aset wakaf hanya bisa dilakukan oleh nazhir yang profesional yang mengerti esensi wakaf adalah memberikan manfaat yang berterusan kepada penerima yang hanya dapat dicapai kalau aset wakaf tersebut terus dijaga dan dikembangkan.

Melihat signifikansi wakaf dalam membangun kesejahteraan ummat, Fahmi M. Nasir (Kandidat Doktoral di IIUM) mengusulkan agar dilakukan sensus wakaf di Aceh untuk mendata kembali asset wakaf yang sudah berumur puluhan bahkan ratusan tahun tetapi belum memiliki kekuatan hukum dalam bentuk sertifikat tanah yang jelas.

“Aset wakat yang telantar atau belum dikembangkan sehingga tidak memberikan manfaat kepada masyarakat sebagaimana yang diharapkan oleh pewakif,” kata Fahmi seperti dikutip siaran pers yang dikirim Hafas Furqani.

(‘Baitul Asyi’ dan Filantropi Para Haji)

(Edi Fadhil Membangun ‘Istana’ Orang Miskin)

(Ismail, SADaR Pidie, dan Kunjungan Warga Kanada)

Pemerintah Aceh sendiri diharap serius menangani masalah ini dengan mengeluarkan Qanun Wakaf untuk mengatur urusan wakaf dan segenap dimensinya dan juga dalam mensinergikan peran Baitul Mal Aceh dan Badan Wakaf Indonesia di Aceh.

Kepedulian Pemerintah Aceh ini penting karena tradisi filantropi yang kuat dalam masyarakat Aceh.

Seharusnya, kata Fahmi, tradisi ini bisa digerakkan sebagai potensi ketiga di luar sektor negara dan pasar dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran, tingginya beban hidup, dan kesenjangan sosial-ekonomi.

Pada akhirnya, manfaat wakaf akan terasa dengan berkurangnya biaya hidup yang ditanggung oleh setiap keluarga dan juga pengeluaran pemerintah itu sendiri.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved