Staf Nasir Djamil Diduga Terima Rp 1 M
Sidang kasus suap Dana Otonomi Khusus (DOKA) 2018 yang menetapkan Irwandi Yusuf sebagai terdakwa kembali dilanjutkan
* Nama Sejumlah Tokoh Disebut Saat Sidang Irwandi
BANDA ACEH - Sidang kasus suap Dana Otonomi Khusus (DOKA) 2018 yang menetapkan Irwandi Yusuf sebagai terdakwa kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/2). Dalam sidang itu, nama Anggota DRP RI asal Aceh, Nasir Djamil MSi disebut oleh Direktur PT Tempura Alam Nanggroe, Dedi Mulyadi.
Dedi sendiri hadir dalam sidang itu bersaksi untuk terdakwa Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf dan dua terdakwa lain, yakni Teuku Saiful Bahri dan Hendri Yuzal. Nama Nasir Djamil disebut saat Dedi menyatakan staf Nasir yang bernama Rizal-lah menerima uang Rp 1 miliar.
Dilansir dari Kumparan.com, Rizal adalah Asisten Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil. Dia diduga terima uang Rp 1 miliar dari Direktur PT Tempura Alam Nanggroe, Dedi Mulyadi. Dedi mengaku memberi uang itu karena Rizal telah memberinya proyek.
“Tapi Bang Nasir Djamil enggak tahu apa-apa itu. Urusan itu tidak dengan Bang Nasir. Yang menawarkan pekerjaan itu si Rizal kepada saya,” ucap Dedi saat bersaksi dalam sidang dugaan suap dan gratifikasi tersebut.
Aliran dana itu terungkap saat Jaksa Penuntut Umum KPK mengonfirmasi catatan keuangan Dedi. Dokumen tersebut ditemukan penyidik saat menggeledah rumah Dedi beberapa waktu lalu.
“Ini ada catatan-catatan yang perlu dijelaskan, banyak sekali. Ada catatan yang berhubungan dengan pemberian sejumlah uang, Saudara Linda. Saya (Dedi) juga pernah memberikan 1,5 miliar rupiah kepada Jufri, Bupati Abdya (Aceh Barat Daya),” kata Jaksa Ali Fikri membacakan dokumen tersebut kepada Dedi.
Sejumlah nama dan catatan juga disebut dalam sidang kemarin. Sejumlah nama dan catatan itu seperti BI-Pilkada, TS-Rp 1 miliar, kewajiban 2017, PT TS-Rp 1,6 miliar, Zal, Nasir Jamil Rp 1 miliar, P Muslim Rp 310 juta, kewajiban Abdya 2017-Rp 280 juta, dan mobil Toyota Rp 250 juta.
Awalnya, Dedi mengaku catatan keuangan tersebut terbagi menjadi dua, yakni terkait fee proyek dan pinjam-meminjam. “Itu catatan-catatannya? Berhubungan dengan apa catatan-catatan itu?” tanya jaksa. “Iya. Itu ada yang kaitanya dengan proyek,” jawab Dedi.
Dedi menjelaskan ‘PT TS’ merujuk pada seseorang bernama Teuku Samaindra, mantan bupati Aceh Selatan. Menurutnya, uang Rp 1,6 miliar untuk T Samaindra terkait pembelian alat. Sementara untuk Linda, Dedi mengatakan uang tersebut terkait pembelian proyek dari Linda. Selain itu, untuk Jufri Hasanuddin (mantan bupati Aceh Barat Daya) yang turut disebut, uang itu merupakan pinjaman yang telah dikembalikan Jufri.
“TS itu Teuku Samaindra, Pak. Kalau Pak Jufri itu bentuk pinjam-meminjam dan dikembalikan lagi,” ujar Dedi.
Selanjutnya, untuk uang ke staf Nasir Djamil, yakni ‘Zal’ alias Rizal, Dedi mengaku uang tersebut diberikan karena Rizal telah memberinya proyek.
“Rizal yang menawarkan pekerjaan kepada Saudara?” tanya jaksa. “Iya,” jawab Dedi.
Dedi tidak menyebutkan proyek yang dia kerjakan dari Rizal. Ia hanya memastikan proyek itu dikerjakan pada tahun 2017.
Jaksa pun meragukan dokumen keuangan itu ada kaitannya dengan pinjam-meminjam. Jaksa lalu mencecar Dedi dan akhirnya ia mengakui sebutan ‘kewajiban’ dalam catatan keuangannya itu adalah commitment fee. “Saudara jujur saja, menyerahkan kewajiban itu artinya commitment fee yang harus diberikan, betulkah itu?” tanya jaksa. “Betul,” jawab Dedi.