Salam
Problem Laduni Masih Mudah Diselesaikan
Dialog antara ulama Aceh Barat dan Nagan Raya serta kalangan pemerintah setempat dengan para pengikut ajaran Laduni di Aula Setcam Kaway
Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) kecamatan itu mengklaim ajaran tersebut sesat atau menyimpang dari Islam. Lalu, pihak Laduni menantang ulama setempat untuk berdialog. Maka, dialog itu pun digelar dan rusuh.
Usai kerusuhan itu, ulama dari Aceh Barat dan Nagan Raya bersama jajaran Muspida Aceh Barat akhirnya memutuskan untuk menggelar dialog dengan 20 pengikut ajaran Laduni tersebut di mapolres setempat yang terletak di ruas Jalan Swadaya, Meulaboh.
Kelainan-kelainan ajaran Laduni antara pengikutnya cuma wajib shalat Magrib, Isya, dan Subuh. Sedangkan Zuhur dan Ashar tidak wajib, kecuali sanggup. Kemudian, pengikutnya tidak wajib shalat Jumat, karena jika dilaksanakan, maka kewajiban shalat fardhu menjadi enam waktu. Menurut ajaran ini, shalat hanya dilakukan ketika Allah Swt akan menerima ibadah shalat mereka.
Dalam pengembangan ajaran, Laduni hanya menerima menjadi pengikut adalah orang yang bersih lahir batin. Pengkut ajaran ini, di Gunong Seumot Nadan Raya yang sudah teridentifikasi 20 orang. Mereka berasal dari berbagai daerah di Aceh. Untuk mencari kebenaran yang hakiki, ajarannya berpedoman pada guru yang mereka sebut Malaikat Mahdi.
Perkembangan Laduni, sampai kini hanya terdeteksi di Nagan Raya. Itu artinya, ajaran ini beluam meluas sebagaimana ajaran-ajaran lainnya yang pernah dilarang di Aceh. Artinya lagi, masalah dimaksud masih gampang diblokir dan dislesaikan sebelum meluas menjadi konflik.
Harus diingat, konfl;ik keyakinan itu bisa meletus dikarenakan beberapa faktor. Di antaranya, kelambatan dan ketidaktegasan dalam penyelesaiannya. Padahal, masalah keyakinan paling gampang digunakan untuk mempertajam konflik. Lihat saja apa yang kini terjadi di Sampang, Madura. Di sana, konflik telah memasuki ranah yang paling sensitif karena menyatunya energi kekerasan.
Terlepas dari itu semua, penegakan hukum tidak boleh lengah. Yang ingin kita sampaikan adalah, peredaman anarkisme dalam masalah apapun harus mendapat perhatian serius dari penegak hukum dan pemerintah. Sebab, seperti di Aceh ini, selain pendekatan kultural, penegakan hukum juga merupakan elemen penting dalam penyelesaian konflik. Ini penting agar siapa pun di negeri ini tidak mudah menggunakan kekerasan dalam penyelesaian masalah.