Cerpen

Sekuwat

RINTIK HUJAN sore dan mendung hitam tak menghalangi Sekuwat menyabit rumput di tepi Sungai Peusangan

Editor: bakri

“Entahlah. Pokoknya kita putus. Hubungan kita berakhir sampai di sini!”

Sekuwat tercengang menatap kepergian Tipah yang meninggalkannya sambil berlari menembus simpang jalan. Berakhirlah kisah bahagia Sekuwat, seiring Tipah menerobos rintik hujan. Kisah itu terasa bagaikan air sungai yang mengalir bagi Sekuwat. Pelan, tapi cukup menghanyutkan. Tanpa terasa air mata Sekuwat berderai bagaikan hujan.

“Kamu tega Tipah. Padahal baru pertama aku bermain cinta. Kau adalah perempuan pertama satu-satunya yang pernah aku cinta. Dan aku ingin berumah tangga denganmu. Tapi, kau telah membuat diriku patah hati!”

Sekuwat kembali menyundut rokoknya. Mungkin itu pula alasan satu-satunya bagi Sekuwat, kenapa ia harus menggunakan ganja.”Aku kecewa kau tinggal pergi,” gumam Sekuwat sambil memandang hampa pada cincin yang barusan diberikan Tipah. “Kau tega melepaskan cincin bermata batu cempaka merah dariku.

Bagaikan layang yang putus dari benangnya;bagaikan langit yang tertutup awan; Sekuwat melangkah pulang. Bertahun-tahun setelah kejadian di simpang itu, kini usia Sekuwat telah beranjak senja dan dia masih saja hidup melajang, Sedangkan Tipah telah berbadan enamdengan cucu sepuluh dan hidup berbahagia dengan seorang lelaki kaya, toke lembu di kampung sebelah. Kenangan bersama Tipah tak mau menyingkir dari benaknya. Dia hanya mampu memandang potret Tipa berbaju merah, yang selalu ia simpan. Bagi Sekuwat Tipah adalah cinta mati. Bila bukan Tipah, sudah jelas, tak ada perempuan lain yang mampu menambat hatinya.

Selama bertahun-tahun setelah kisah cintanya kandas, Sekuwat tetap memelihara lembu-lembu jantan dan menanam mariyuana. Dua pekerjaan itu seolah-olah menjadi pelarian bagi lelaki jangkung itu.

Dan pada suatu hari, Sekuwatdibekuk polisi dan dipenjara. Polisi menggerebek dan menemukan pohon ganja yang tumbuh danhijau di kebunnya. Swat digiring ke dalam kerangkeng. Dulu Sekuwat mengurung lembu-lembu jantan peliaraannya di kandang, kini giliran dirinya dikambam abdi negara.

Sebelum kisah ini kuakhiri, aku harus menyebut Dan Meong. Dia telah menginformasikan kepada polisi tentang ladang mariyuan Sekuwat. Dan Meong merasa dirinya tangguh serta menganggap dirinya pahlawan. Dan Meong pada saat kisah ini kutulis, sedang berusaha melewati sakratul maut di rumah sakit. Motor yang dikendarai Dan Meong, dalam sebuah laga kambing, menabrak motor yang dikendarai Tipah. Tipah tewas ditempat sore itu juga. Senja hampir usai dan cinta Sekuwat berakhir pilu.

Blang Mee, 8 Mei 2015

* Iswandi Usman, kelahiran Matang Panyang- Seuneudon, 5 Februari 1981. Bekerja sebagai guru di SD Negeri 8 Muara Batu, Aceh Utara

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved