Opini

PT untuk Kejayaan Persiraja

PERSIRAJA yang berdiri pada 1957, punya sejarah panjang dan tercatat sebagai juara Nasional Perserikatan PSSI

Editor: bakri

Oleh Edi Darman

PERSIRAJA yang berdiri pada 1957, punya sejarah panjang dan tercatat sebagai juara Nasional Perserikatan PSSI pada kompetisi 1979/1980. Pada babak final yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Persiraja sukses mengalahkan Persipura Jayapura dengan skor 3-1. Kala itu, 2 gol Persiraja berhasil disarangkan oleh Bustamam dan 1 gol lainnya dicetak oleh Rustam Syafari. Hingga kini belum ada satu pun klub lain di Aceh yang mampu menyamai reputasi dan prestasi Persiraja tersebut.

Pada 1971, Persiraja bangkit dan menjadi salah satu klub yang disegani. Kemudian tahun 1975 di masa Ketua Umum H Dimurthala, Persiraja masuk ke Divisi Utama Perserikatan PSSI (kasta tertinggi PSSI saat itu). Dari 1975-1985 Persiraja menjadi anggota Divisi Utama PSSI. Dan yang sungguh disayangkan, pada 1985/1986 Persiraja mengalami degradasi ke Divisi I PSSI. Akan tetapi setelah melewati masa yang panjang sekitar lima tahun, bonden yang bermarkas di Banda Aceh ini kembali promosi ke Divisi Utama PSSI yaitu pada 1991/1992.

Nasib miris kembali menimpa Persiraja. Pada 2002 tim ini kembali mengalami degradasi ke Divisi Satu PSSI. Dan “prestasi” tersebut masih bertahan hingga saat ini. Pada 2005 PSSI melakukan berbagai perubahan untuk format kompetisi. Status Divisi Satu diubah menjadi Divisi Utama, sedangkan Divisi Utama dinaikkan status menjadi Liga Super. Ini artinya sejak 2005 sampai sekarang Persiraja masih bermain di level kedua kompetisi PSSI, yang sekarang disebut Divisi Utama Liga Indonesia. Sungguh ironis memang.

Jago kandang
Prediket sebagai tim yang “jago kandang” dan selalu menang kala bermain di depan publiknya sendiri, pernah disematkan kepada Persiraja. Betapa tidak, tim-tim papan atas yang berlaga di Liga Indonesia, kerap bertekuk lutut bermain di homebase Persiraja di Stadiun Lampineung. Sebagai contoh, Persiraja sukses menekuk Pelita Jaya pada perhelatan Liga Dunhill 1994 di Stadion Lampineung, Banda Aceh. Padahal kala itu tim Pelita Jaya diperkuat oleh pemain Nasional dan juga legium asing. Satu penyebab yang membuat Persiraja sulit dikalahkan di kandangnya sendiri adalah dukungan luar biasa yang ditunjukkan oleh para penonton dan supporter.

Keberhasilan yang dicapai Persiraja, tentunya telah berhasil mengangkat marwah persepakbolaan Aceh yang sebelumnya tenggelam akibat konflik. Seperti ketika Persiraja menjadi juara 2 Divisi Utama Liga Indonesia musim 2010/2011 setelah kalah tipis dengan skor 1-0 di partai final oleh tim asal Yogyakarta, Persiba Bantul. Dengan predikat sebagai runner-up tersebut, Persiraja berhak bermain di kasta tertinggi kompetisi sepakbola Indonesia yang lebih dikenal Indonesia Super League (ISL) pada musim 2011/2012. Sungguh prestasi yang membanggakan.

Namun pada pertengahan 2011, terjadi kisruh di tubuh PSSI. Saat itu kepengurusan yang dipegang oleh rezim Nurdin Halid Cs dianggap telah gagal memajukan prestasi sepak bola Indonesia. Lalu PSSI pun membentuk kepengurusan yang baru dan diketuai oleh Djohar Arifin Husin. Nama kompetisi pun juga berubah, yang dulunya bernama Indonesia Super League (ISL) kemudian diganti dengan IPL (Indonesian Premier League).

Dengan terbentuknya kepengurusan PSSI yang baru serta mewajibkan tim-tim sepakbola agar tidak menggunakan dana APBD di era industri sepakbola modern, maka pada Agustus 2011 Persiraja melakukan kerja sama merger bersama Aceh United yang merupakan tim peserta Liga Primer Indonesia (LPI) asal Aceh dan berada di bawah naungan PT Aceh Sportinda Mandiri untuk mengarungi kompetisi IPL musim 2011/2012.

Persiraja Banda Aceh merupakan bonden atau perserikatan dari perkumpulan klub-klub sepakbola yang ada di Banda Aceh. Sebagai “induk semang” klub, Persiraja adalah wadah “menampung aspirasi” para anggotanya yang terdiri dari 47 perkumpulan klub. Dan perkumpulan klub-klub ini juga didirikan oleh berbagai pihak.

Tersebutlah klub dari instansi pemerintah seperti Karya Dharma (Kantor Gubernur Aceh), Podiraja (Pemko Banda Aceh), dan PS BPN Aceh (Kanwil BPN Aceh). Kemudian dari militer ada klub PSAD Iskandar Muda, PS Angka (Angkatan Udara POP Polda Aceh). Lalu dari BUMN ada klub Posindo (PT Pos Indonesia), PS Telkom, Geulanteu (PLN Wilayah Aceh) dan Electro (PLN Kota Banda Aceh), serta masih banyak lagi anggota perkumpulan klub dari Persiraja.

Keberadaan klub anggota perkumpulan di bawah Persiraja tersebut diakui oleh PSSI hingga sekarang. Para anggota perkumpulan Persiraja itu pada 2004 menetapkan Wali Kota Banda Aceh sebagai Ketua Umum ex officio. Yaitu pada masa Pejabat Walikota Banda Aceh Syarifuddin Latif (almarhum-tahun 2014), dilanjutkan oleh Pj Wali Kota Razali Yusuf, hingga Mawardy Nurdin (almarhum).

Aceh yang dijuluki Tanah Rencong ini memiliki potensi besar dalam olahraga sepakbola ini, karena adanya pemain muda dan juga supporter sepakbola yang aktif. Banyak “alumni” Persiraja yang sekarang bermain untuk klub-klub besar di luar Aceh. Tercatatlah Ismed Sofyan yang kini bermain di Persija Jakarta, Syakir Sulaiman dan Miftahul Hamdi di Bali United, Hendra Sandi Gunawan dan Zulfiandi di Bhayangkara Surabaya United, serta beberapa pemain lainnya.

Menyelamatkan Persiraja
Pada 2010-2011, PSSI melakukan perubahan AD/ART PSSI menjadi Pedoman Dasar (PD) disesuaikan dengan Statuta FIFA. Dalam Munaslub PSSI pada April 2007, AD/ART PSSI diubah menjadi PD PSSI. Dengan pemberlakuan PD PSSI tersebut, maka klub-klub anggota PSSI dan Pengurus Provinsi PSSI serta klub-klub yang terdaftar pada PSSI di seluruh Indonesia diminta untuk melakukan perubahan AD/ART menjadi PD yang disesuaikan dengan PD PSSI. Perubahan tersebut di antaranya klub menjadi profesional dengan bentuk perseroan terbatas (PT).

Demi menyelamatkan Persiraja, maka sudah seharusnya 47 klub anggota untuk segera duduk bersama membuat Nota Kesepahaman (MoU) tentang pendirian PT tersebut. Di mana komposisi PT Persiraja (atau apalah namanya) nantinya akan dibagi dalam bentuk saham. Kita misalnya klub-klub anggota Persiraja akan memiliki saham sebanyak 60%, Pemko Banda Aceh 5% dan Pemprov Aceh 10%, serta pihak-pihak luar seperti pribadi atau perusahaan lain diberikan alokasi 25%.

Hanya saja, klub-klub itu modalnya akan disesuaikan di divisi mana mereka berada. Kepada klub Divisi Utama sebanyak 30%, Divisi I sebanyak 20% dan Divisi II sebanyak 10%. Sedangkan siapa saja yang akan duduk di kepengurusan dalam PT tersebut adalah yang memiliki saham di PT Persiraja yaitu dari pihak klub, pemko dan perwakilan dari pihak lainnya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved