Kupi Beungoh

Abusyik, Lihatlah Reubee, Keumala, Gigieng, Di Sana Banyak Jejak Sejarah

Lihatlah Reubee, Garot, Keumala, Lamlo, Gigieng, dan lain lain, di mana generasi sekarang buta pengetahuan akan kampungnya sendiri.

Editor: Zaenal
Tarmizi A Hamid 

Oleh: Tarmizi A Hamid*

BERITA berjudul “Abusyik Bicara di Forum Dunia” yang menjadi headline Harian Serambi Indonesia, Kamis (28/9/2017), sangat mengangetkan.

Berita itu, seolah menghapus keraguan saya terhadap sosok Abusyik yang selama ini seakan hanya bisa “lop lampuep” alias bergotong royong membersihkan saluran di Pidie.

Antusiasme warga Pidie dan Aceh terhadap sosok Abusyik, membangkitkan harapan saya selaku pemerhati sejarah.

Saya berharap, di bawah kepemimpinan Abusyik Roni Ahmad dan wakilnya Fadhullah, Pemerintah Pidie akan menata ulang sesuai asalnya (merekontruksi) sejarah dan segala peninggalan sejarah masa lalu (situs) yang terserak di seluruh Pidie.

(Baca: Abusyik Bicara di Forum Dunia)

Cagar maupun sumber sejarah yang selama ini nyaris terabaikan di berbagai kemukiman dan kampung di Pidie ini, dapat dijadikan pedoman dan pengetahuan guna menemukan kembali identitas Pidie yang sesungguhnya.

Karena, kebesaran sesuatu daerah ada pada informasi tentang kesejarahan dan kebudayaannya. Hal inilah yang menjadi fokus daerah yang maju untuk melangkah ke depan.

Sekadar catatan, Kerajaan Pedir (Pidie sekarang), adalah sebuah kerajaan yang paling populer dan maju pada masanya, setelah Pase.

Pidie adalah keraton kedua setelah Kerajaan Aceh Darussalam.

Namun kebesaran Pedir yang begitu mencerahkan dalam catatan sejarah, seolah-olah tenggelam begitu saja tanpa yang mau peduli.

Abusyik dan Fadlullah sebagai kepala pemerintahan baru sekarang, harus membuka mata tentang terkuburnya aset sejarah dan kebudayaan ini.

Lihatlah Reubee, Garot, Keumala, Lamlo, Gigieng, dan lain lain, di mana generasi sekarang buta pengetahuan akan kampungnya sendiri.

Pembangunan ini harus dilaksanakan secara ikhlas dan bersungguh sungguh, demi tercurahnya inpirasi kehidupan jati diri Pidie.

Bagaimana rakyat terinspirasi akan kepedulian sosial budayanya, kalau mereka jati diri dan identitas daerah sendiri tidak tau?

Nah starting bidang ini yang akan memulihkan generasi sekarang, memulai dengan kehidupan dapat mengenal diri sendiri.

Semua program perlu dan rakyat membutuhkan, tapi kalau rakyat tidak berbudaya dan kabur akan kedaerahannya, maka yang lain juga akan hancur.

Di mata orang orang cerdas, pondasi sebuah daerah adalah identitas diri. Agama dan dikelilingi oleh adat dan budaya, tentu ini dibangun dari karakter dasar kesejarawannya.

Saya sebagai putra Pidie merasa prihatin atas kemiskinan bidang ini, padahal aset kekayaan budaya dan sejarahnya terukir dalam sejarah dunia tentang kebesaran Pidie.

Menyangkut peninggalan yang tidak terurus, banyaknya manuskrip (naskah kuno) tidak terdata pada kepemilikan masyarakat. Yang paling miris adalah para makam makam kuno dan strukturnya, termasuk nisan yang tidak terpelihara.

Lihatlah contoh makam seorang Ratu Negara, isteri dari Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam, Putroe Tsani yang terabaikan di Gampong Reuntoh, Delima, Pidie, Daboh, Delima.

(Baca: Melihat Makam Putroe Tsani, Permaisuri Sultan Iskandar Muda, Kondisinya Menyedihkan)

Kondisi makam sang putri ini, seakan menafikan sejarah bahwa Sultan Iskandar Muda begitu terkenal pada masanya.

Lihat juga kondisi makam ayahanda dari Putroe Tsani (mertua Sultan Iskandar Muda), yaitu Teungku Chik Di Reubee (Syiekh Daim/Daeng Mansur) di Gampong Raya, Delima, Kabupaten Pidie.

Begitu juga dengan situs situs makam lainnya seperti di Ujong Langgoe, Pidie, Kampong Pukat, Pidie.
Kemudian Makam Tengku Raja Muda Ben Dalam di Gampong Labui, Pidie. Makam-makam bersejarah di Gampong Lueng Guci Rumpong, Peukan Baro, Pidie,

Makam Abu Chik Badai Dan M. Daud di Tanjung, Delima, Pidie.
Kuburan Tgk Syik Mata Ie Pulo Drien, di Mutiara, Makam Tengku Seunayan di Gampong Lueng Guci Rumpong, Peukan Baro, Pidie.

Makam tentara Kerajaan Aceh Darussalam, di Gampong Blang Paseh, Kota Sigli, Pidie, Kramat Luar, Kota Sigli.

Makam Tengju Air Chan di Gampong Ujong Langgoe, Pidie, dan masih banyak yang lain, baik yang sudah terdata oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh - Sumut maupun yang belum terdata, tapi peta dan lokasi sudah kita ketahui.

(VIDEO: Liputan Khusus, Proyek Tinja di Makam Ulama)

Saya mengharapkan peninggalan cagar yang sangat sarat dengan nilai sejarah dan budaya ini direkontruksi kembali.

Pemerintah Kabupatennya Pidie harus menitikberatkan kepada potensi ini sebagai kekayaan aset budaya untuk dijadikan daya tarik turis domestik maupun mancanegara.

Serta yang paling penting di sini adalah terbukanya ruang pengkajian dan penelitian akademik untuk referensi keilmuan kita dan anak cucu kita.

Saya yakin Kepala Pemerintahan Kabupaten Pidie sekarang ini, lewat Tim Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pidie telah menyusun program untuk menjaga dan melestarikan warisan indatu ini, demi meraih kegemilangan di masa hadapan. Insya Allah.

* Tarmizi A Hamid adalah Pemerhati Sejarah dan Kolektor Naskah Kuno (Manuskrip Aceh).

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved